Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
CALON TUNANGAN PALSU

CALON TUNANGAN PALSU

Yuna Izmaya

5.0
Komentar
26
Penayangan
10
Bab

Azzura Leana adalah wanita karir yang terbilang sukses. Namun kisah cinta miliknya berjalan tak semulus karirnya. Di usianya yang mendekati 25 tahun, teror dari keluarga besarnya semakin santer. Deadline kapan menikah, membuatnya galau luar biasa. Bukan tak ingin menikah, apa daya, semenjak acara pernikahan yang gagal seminggu sebelum hari-H. Membuat Azzura menutup rapat-rapat pintu hatinya. Hingga akhirnya sosok Aydan hadir. Bosnya yang super cerewet sekaligus baik hati. Namun, tersakiti karena dikhianati oleh sang kekasih. Hingga membuat Azzura terjebak di situasi yang tak pernah terduga. Azzura terpaksa harus berpura-pura menjadi calon tunangan bosnya!

Bab 1 1.BOS BAWEL

Kepergianmu meninggalkan luka menganga dalam diriku. Ada ruang kosong, yang entah sampai kapan bisa sembuh. Apa boleh buat. Aku tahu banyak yang berlari membawa luka dalam dirinya. Dan mungkin bagiku, aku harus berlari dengan luka dalam diriku. Apa pun, hidup harus berjalan.

Masih segar dalam ingatanku pertemuan kita yang pertama di gedung dekat pojok asrama mahasiswa. Dulu, mungkin aku pernah berterima kasih kepada Dena yang membuatku bingung, karena salah memberi nomer asramanya. Karena tanpa kebingunganku dengan nomer itu, mungkin kita tidak akan pernah berkenalan. Aku benar-benar takut ketika itu, kalau-kalau aku salah alamat. Dan, nasiblah yang menentukan hanya ada kita berdua di ujung jalan itu, hingga aku tak punya tempat bertanya selain kamu.

Mungkin bagimu, tidak lama waktu yang kita lalui, tapi bukan berarti tidak banyak pula kenangan yang kita lakukan.

Empat tahun bukan waktu sebentar bagiku.

Apalagi, undangan pernikahan milik kita sudah tersebar hampir ke seluruh kerabat dan handai taulan.

Satu minggu sebelum tanggal pernikahan.

Sungguh, aku tak pernah menyangka akan membaca rangkaian kalimat, pesan yang kau kirim, berita yang tak terduga darimu. Sungguh pengecut! Bahkan kamu tidak berani bicara langsung pada keluarga besarku.

"Maaf, sepertinya kita belum berjodoh, aku telah khilaf dan berbuat kesalahan fatal. Dena sedang mengandung anakku. Padahal aku baru sekali melakukan itu dengannya. maafkan aku."

Lucu.

Sangat lucu!

BARU SEKALI! Kau pikir ini ajang uji coba! Dasar ba*ingan busuk!

Semudah itu kamu mempermainkan hati sekaligus mempermalukan keluargaku.

Kenangan itu mungkin sudah lama dihapus dari memori milikmu. Namun, lukanya masih bisa aku rasakan, bahkan hingga detik ini - hampir lima tahun setelah luka itu diukir di hatiku- membuat aku takut untuk percaya bahwa ada sebuah perasaan yang bernama cinta.

Hanya dalam beberapa bulan setelah kamu membatalkan acara pernikahan kita, aku menerima undangan pernikahanmu dengan Dena.

Yang lebih lucu dan gila! Kamu berani mengundangku! Undangan berwarna emas yang sama persis dengan desain undangan yang kita pilih.

Entah dimana kamu simpan otak dan hati nuranimu!

***

"Azzura! Hei, hallo?"

Pak Aydan mengayun-ayun telapak tangan di depan wajah Azzura -asisten pribadinya- yang sedang melamun.

Buru-buru gadis cantik itu mengalihkan pandangannya dari layar komputer. "Oh, eh. Ya, Pak? Ada perlu apa, ya? Kopi, teh atau air mungkin?" imbuh Azzura buru-buru mengembalikan konsentrasi. Sementara Pak Aydan -bosnya- sudah berdiri sembari berkacak pinggang, matanya setengah membulat.

"Aduh Ra! Kamu lagi kerja, lho! Tolong jangan ngelamun aja. Tuh, tuh ini masih belum jam pulang, kan. Ayo, semangat! Kamu dibayar pake duit perusahaan, lho!" Aydan menunjuk-nunjuk arloji di pergelangan tangannya lalu bertepuk-tepuk tangan, seolah sedang memberi semangat Azzura supaya tidak melamun.

Bibir Azzura mencibir. "Haduh, Pak. Iya deh, iya. Maaf, barusan saya keinget mantan saya."

"Mantan? Tumben nyebutnya sopan, biasanya manggil kampret." Aydan terkekeh, "mana berkas yang tadi saya suruh print?"

tangannya terulur.

"Lagi sehat sayanya Pak, jadi berbahasa yang baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang sopan." Azzura menyerahkan lembaran kertas yang sudah selesai dia cetak sejak lima menit lalu, "nih, Pak. Gara-gara kelamaan nungguin ngeprint ini, saya jadi hanyut terbawa perasaan."

Aydan tertawa, "eh, ngapain jadi nyalahin berkas punya saya. Ini calon duit tahu," Aydan mengambil berkas dari tangan Azzura, "hanyut ... hanyut, memangnya kamu aliran sungai. Sana beli kopi, sekalian kamu juga. Eh, ya, beliin si Santi juga, Johan juga, Riko tuh tanyain sekalian." Titah Aydan sembari berjalan keluar dari ruang kerja Azzura.

"Nggak sekalian beli-in buat satu divisi kita aja, Pak?" Azzura berdecak, pura-pura sebal.

Dari balik pintu ruang kerja, Aydan melongok, "boleh, boleh. Emang kamu bisa bawanya, Ra?"

"Pak! Please deh, saya nggak lagi pengen nambah dosa! Jangan bikin saya tambah marah, lho."

"He he he, iya deh, iya. Beli buat kamu sama saya aja. Sama Santi, deh. Biar dia nggak ngantuk."

"Nah. Gitu dong. Ya udah sana cepet dibaca itu berkas-berkasnya. Biar cepet cair, jadi duit! Jangan lupa, bonusnya lho, Pak."

Dari balik ruangannya, Azzura bisa mendengar bos-nya itu tertawa kecil, "iya bawel, udah sana cepet, kopi ... kopi!"

***

Azzura Leana, usianya yang hampir mendekati bilangan 25 tahun. Usia rawan pertanyaan kapan menikah dan berbagai sindirian halus seputar pernikahan.

Sebelum-sebelumnya, keluarga Azzura tidak pernah menyinggung dan bertanya perihal pernikahan, tapi belakangan, entah kenapa, mamanya mulai sering menodongnya dengan pertanyaan, "kapan calon mantu Mama, mau kamu bawa ke rumah?" atau di lain waktu, "Ra, sebentar lagi kamu mau dua puluh lima tahun, lho. Masak masih nggak pengin nikah?" Dan senjata pamungkas yang sering diucap sang Mama, "Ra, kita nggak tahu umur manusia. Sebelum meninggal, Mama pengin gendong cucu dari kamu."

Huuft! Azzura menghela nafas.

Benar-benar hal yang sangat menguji kesabarannya.

***

'Kliningg.'

Lonceng pintu kafe berbunyi nyaring saat Azzura melangkah masuk.

"Siang Mba Azzura, mau pesan apa?"

Pelayan kafe kopi di lantai bawah menyapa ramah. Dia sudah hafal betul sosok Azzura.

"Biasa lah, bikin satu punya Pak Aydan sama satu punyaku, jangan lupa ekstra susu ya. Ehm, satu lagi, capucinno-nya buat Santi."

"Siap, bos-ku! Silakan duduk Mbak, nanti kalo udah beres saya kasih sinyal."

"Yaelah, Dim, kasih sinyal. Kamu pikir saya telepon." Azzura tertawa.

Setelah beberapa saat menunggu, Dimas -pelayan kafe kopi- memanggil nama Azzura, " atas nama Azzura, pesanannya sudah siap."

Azzura memasukkan kembali ponsel ke dalam saku blazernya. Pesan singkat yang baru saja selesai dibacanya langsung membuat wajahnya berubah masam.

[Ra, nanti malam pulang ke rumah, ya. Ada Om Riko sama istrinya mau mampir, mumpung lagi di Indonesia. Awas ya kalo nggak pulang!]

Begitu isi pesan dari mamanya.

Azzura kesal bukan karena permintaan pulang mamanya, tapi lebih ke berita 'ada Om Riko dan istri' yang mau mampir ikut malam di rumahnya. Bukan apa-apa, Om Riko sih nggak masalah, adik sepupu mamanya itu baik dan tidak ada masalah dengannya.

Justru yang jadi letak permasalahan adalah, Tante Tania -istri Om Riko- tantenya itu punya mulut yang nggak difilter. Semua kalimatnya penuh dengan sindiran halus. Terlepas dari cara bicaranya yang pedas, sebetulnya dia baik.

Entah kenapa, hanya pada Azzura tantenya itu selalu bersikap nyinyir. Kalau kata mamanya, dia bersikap begitu karena usia anaknya tidak terpaut jauh dengan Azzura. Alias, dia senang membanding-bandingkan anaknya itu dengan Azzura.

"Ini Pak bos kopi favoritnya, silakan diminum selagi masih hangat." Azzura meletakkan kopi milik Aydan di ujung meja kerjanya. Aydan hanya melirik sekilas, sambil tetap membaca lembaran berkas 'calon duit' dengan serius.

"Hemm, thanks Ra. Minum juga sana kopimu, ntar kalo dingin nggak bisa diangetin lho." Azzura hanya meringis mendengar jokes garing bosnya. Untung ganteng, untung juga dia bos-nya, coba kalau bukan. Azzura pasti sudah mengolok-olok leluconnya.

"Ra, mumpung saya inget, coba kamu survey ulang lokasi yang kemarin diminta sama klien dari Semarang. Takutnya ada yang lebih bagus, dari yang kemarin, biar nanti ada pilihan lain." Aydan menatap Azzura dari balik lembaran berkas, menyesap kopi miliknya sambil kembali melanjutkan membaca. Azzura hanya mengangguk cepat. Perintah bos harus langsung dilaksanakan.

***

Azzura melajukan mobil SUV miliknya menuju rumah dengan enggan. Jadwal pulang ke rumah sebetulnya hanya di akhir pekan. Ck! Kalau bukan karena undangan dadakan dia sebenarnya malas pulang.

Sejak tragedi batalnya pernikahan, ia memilih pindah. Dia memilih tinggal di lokasi yang tidak terlalu jauh dari kantornya. Sebetulnya mama dan papa menolak, tapi berbekal alasan klasik, biar lebih hemat waktu, dekat ke tempat kerja, akhirnya mereka mengizinkan Azzura tinggal di tempat kost.

Sebetulnya bukan sekadar tempat kost, Azzura menyewa apartemen milik temannya yang pindah ke luar kota karena ikut suaminya pindah tugas. Apartemen yang terbilang nyaman dengan harga teman, rezeki tentu tidak boleh ditolak.

Dua buah mobil lain sudah terparkir rapi di depan rumah orangtuanya. Azzura hafal, itu mobil milik dua kakaknya yang sudah lebih dulu datang.

Sebelum turun dari dalam mobil, Azzura merapikan pakaian dan rambut panjangnya. Memoles ulang lip tint yang senada dengan warna asli bibirnya yang memang merah alami. Setelah dirasa cukup, ia menarik nafas dalam-dalam. Menyiapkan mentalnya agar tidak babak belur tidak karuan.

Dari arah ruang makan, Azzura bisa mendengar denting piring beradu dengan sendok.

"Eeeeh, Zura! Kok baru dateng!" suara cempreng ciri khas Tante Tania langsung menyambut kedatangan Azzura.

Gadis itu hanya nyengir kuda, nggak mirip sama kuda sih, tapi tahu kan kuda kalo lagi nyengir kayak gimana? Kayak nahan kebelet gitu lho. Aiih, ini kenapa malah bahas kuda nyengir!

"Iya, Te, maklum macet." Azzura melirik mamanya yang berkedip memberinya kode.

"Ooh, macet. Kirain lembur, kamu kan workaholic. Kerjaan aja yang dipikirin sampai lupa wak--"

Dengan sopan gadis cantik itu memotong kalimat tantenya sebelum makin jauh ke mana-mana.

"Zura, ke belakang sebentar, Te. Mau ke kamar mandi dulu, nanti baru ikut makan."

"Iya sana, Ra. Ke kamar mandi dulu, baru duduk ikut makan." Mama menimpali.

Azzura melangkah masuk menuju kamar mandi yang ada di belakang. Semangat, Ra! Ini baru pemanasan, ronde selanjutnya kuatkan mentalmu! Batin Azzura memberi semangat.

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Yuna Izmaya

Selebihnya
SENYUM MARISSA

SENYUM MARISSA

Romantis

5.0

Aku dan suamiku, mas Hendra sudah menikah selama enam tahun. Banyak orang bilang, kalau kami pasangan serasi, bahagia dan harmonis. Istri cantik dipadu suami yang tampan dan rupawan. Awalnya, aku sangat tersanjung dengan pujian pasangan harmonis. Namun, saat ini semua berubah.Bagaimana tidak? Selama hampir enam tahun pernikahan kami, aku belum juga mengandung. "Asyik dong, masih belum punya anak! Masa pacaran dan mesra-mesraan nya makin panjang. Dijalanin aja dulu, Risa. Dinikmatin! Nanti, kalau kamu sudah punya anak, boro-boro mau mesra... kemana-mana juga repot sama anak!" aku hanya tersenyum kecut, saat seorang rekan kerja dikantor berkata demikian. Alih-alih memberi semangat dan menghiburku, kata-katanya malah membuatku semakin tambah sedih. Sudah hampir puluhan klinik dan Rumah sakit aku datangi. Dan setiap dokter yang aku temui, memberikan jawaban yang sama. Bahwa aku sehat dan normal. "Marisa..., apa mungkin suamimu yang mandul?" lagi-lagi, Ibu menanyakan hal yang sama. Hingga aku hafal, untuk memberikan jawaban yang membuat Ibu berhenti bertanya lebih jauh. "Mas Hendra normal kok, bu.. Kami memang belum dipercaya saja... Doakan saja yang terbaik untuk kami," Ibu menatapku sendu sambil mengusap-usap pelan tanganku, "Doa Ibu tentu yang terbaik buatmu. Kamu nggak usah minta didoakan, Ibu juga sudah pasti akan meminta yang terbaik buat kamu, juga suami mu." Sejujurnya, yang bermasalah adalah mas Hendra. Dua Tahun yang lalu, saat aku menerima hasil tes, dokter menjelaskan bahwa aku tidak bermasalah, sehat dan normal. Seperti kata dokter-dokter yang pernah aku temui sebelumnya. Hanya saja, hasil tes mas Hendra yang membuat ku kaget. Secara medis, mas Hendra sehat dan normal. Hanya saja, kuantitas sperma mas Hendra kurang.

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku