Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
My Bastard Uncle

My Bastard Uncle

Intan SR

5.0
Komentar
2.3K
Penayangan
5
Bab

Carissa harus melewati hidupnya yang pahit di rumah pamannya sendiri.

Bab 1 Rumah Baru Carissa

Carissa menundukkan wajahnya, tak mau menatap wajah ibunya lantaran keputusan yang akan mereka buat saat ini. Bagaimana dia akan meninggalkan rumahnya karena rumah yang telah ia tinggali selama lima belas tahun disita oleh pihak bank karena utang ayahnya.

Ayahnya yang tak sanggup membayar utang tersebut hanya pasrah dan meminta pengertian pada istri dan anaknya untuk mau tinggal sementara waktu di rumah paman mereka yang termasuk dalam keluarga berada.

Berbeda dengan ayahnya, pamannya adalah orang kaya di mana memiliki sebuah toko furniture yang sudah besar dan banyak cabang di Indonesia.

"Ayah mohon Ris," pinta ayahnya pada Carissa.

"Tapi Yah, itu artinya Carissa akan meninggalkan rumah ini dan sekolah juga?" tanya Carissa masih dengan mata yang basah. Dia tak ingin meninggalkan sekolahnya juga teman-temannya yang ada di sekolah saat ini.

"Maafin ayah Nak, nanti ayah pasti akan beli rumah lagi," kata ayah Carissa. Hingga Carissa pun tak bisa menawar lagi. Itu sudah keputusan bulat keluarganya jadi dia tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Dan keesokan harinya mereka sudah tiba di sebuah rumah besar yang jauh dari kata sederhana. Sangat mewah dan terlihat jika pamannya itu adalah benar orang kaya.

Rumah dengan dua lantai, lalu halaman yang luas. Bahkan rumah tersebut ada juga kolam renang di dalamnya.

Carissa memandang ayahnya dari samping. "Kenapa ayah gak pinjam uang dari Paman aja?" tanya Carissa masih tak mengerti.

Padahal bisa saja ayahnya meminjamnya sebentar lalu mengembalikannya nanti.

Ayahnya menggelengkan kepalanya. "Utang ayah terlalu besar."

"Jadi artinya ayah gak akan pernah bisa membayar utang itu?" tanya Carissa lagi. Dia sendiri yang mengatakan jika utang ayahnya sangat banyak. Jika Pamanya saja enggan meminjaminya jadi mana mungkin dia sendiri akan mampu melunasinya.

Carissa sudah putus asa dengan takdirnya. Mungkin dia bisa keluar dari rumah itu setelah dia sudah bekerja nanti.

Ibunya sudah berencana akan bekerja di toko Pamannya itu sedangkan ayahnya juga sama. Dan mereka akan diberikan gaji oleh pamannya itu sendiri.

Paman Carissa adalah adik angkat ayahnya. Jadi hal itulah mungkin yang membuat ayahnya malu untuk meminjam uang pada Rian, pamannya.

"Udah ayo masuk," ajak ayah Carissa. Langkahnya ragu seakan ia tak akan tinggal lama di rumah itu.

Di dalam rumah itu masih ada seorang perempuan yang tak lain adalah Rossa, anak dari Rian. Ia tidak memiliki ibu saat ini karena meninggal tiga tahun yang lalu lantaran penyakit yang dideritanya.

Pamannya sudah menduda selama itu dan belum memikirkan untuk menikah lagi karena Rossa tak ingin memiliki ibu baru.

Lama menunggu, seorang pembantu membukakan pintu rumah tersebut. Melihat ketiga orang berdiri di depannya, ia langsung tahu jika mereka bertiga adalah kerabat dari majikannya.

"Pak Rian udah bilang tadi pagi, kalau kerabatnya ada yang akan datang," kata pembantu tersebut. Ia kemudian mengajak mereka bertiga menuju ke sebuah ruangan khusus untuk mereka bertiga tempati.

Ruangan yang berada di belakang dekat dengan kamar pembantu.

"Kamar ini sudah dibersihkan, dan kalian tinggal menggunakannya saja," katanya membuka dua pintu kamar satu per satu.

"Carissa mau di kamar ini aja ya Yah!" seru Carissa ia memilih sebuah kamar yang lebih besar dari satunya. Dengan kasur tebal dan juga lemari putih cantik di dalamnya.

Ada sebuah jendela di salah satu sisi kamar, yang jika dibuka maka akan terlihat pemandangan kolam renang rumah tersebut.

Carissa memandang takjub pemandangan itu, jauh sekali dari rumahnya yang kecil yang berada di sebuah gang sempit.

"Kayaknya kamu bakalan betah di sini ya, Ris," kata ayahnya pada Carissa yang sedang melihat ke arah luar jendela.

Carissa diam, dia belum memutuskanya sekarang.

"Ayah dan Ibu akan di kamar sebelah, setelah itu ayah akan pergi sama Ibu ke toko paman kamu ya."

Carissa mengangguk. Dan menatap kepergian ayah dan ibunya menuju kamar yang ada di sampingnya.

Ia kemudian duduk di kasur single itu sendirian. Sambil menatap atap kamarnya yang tinggi. Kamar yang sepertinya akan nyaman untuk ia tempati. Tak akan takut jika hujan lebat turun dan membanjiri kamarnya.

Carissa lalu membaringkan tubuhnya. Rasanya sangat lelah setelah berada di perjalanan selama enam jam di dalam mobil. Ia memutuskan untuk tidur di dalam kamar itu.

Lama ia tertidur, seperti ada tangan yang menggerayangi tubuhnya. Namun Carissa tak bisa membuka matanya karena terlalu berat. Rasanya seperti tindihan-tapi bukan itu.

Ia kemudian membuka matanya dengan napas terengah-engah dan keringat yang mengucur di sekitar wajahnya.

"Cuma mimpi," kata Carissa pelan. Ia melihat jam di dinding dan sudah menunjukkan pukul dua siang. Sudah dua jam dia tidur di dalam kamar itu.

Kemudian ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya, lalu beranjak menuju dapur dan melihat seorang perempuan yang tak lain adalah Rossa. Anak yang seumuran dengannya.

"Udah bangun Ris," sapa Rossa sedang memakan makanannya bersama dengan seorang pria yang tak lain adalah ayahnya.

"Udah bangun?" Pria itu tersenyum pada Carissa, senyum yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Ia sudah lama tak bertemu dengan pamannya Rian sejak sepuluh tahun terakhir. Yang artinya dia sudah tak bertemu dengan pamannya itu ketika ia berumur lima tahun.

"Udah Paman," jawab Carissa.

"Sini makan bareng," ajak Rian pada Carissa. Dan karena Carissa lapar dia langsung berjalan saja ke meja makan yang lengkap dengan makanan yang sangat lengkap empat sehat lima sempurna.

"Udah lama kita gak ketemu, kamu udah gede ya." Pamannya menatap Carissa yang duduk di depannya.

"Ya iyalah Pa, Ocha sama Rissa kan seumuran," sahut anaknya.

"Iya juga ya." Rian tersenyum.

"Makan yang banyak Ris, ayah sama ibu kamu pulang masih nanti malam, jadi kamu jangan khawatir. Kamu bisa main sama Ocha, kalian kan seumuran jadi pasti nyambung."

Carissa hanya mengangguk lalu melahap makanannya.

"Papa mau ke mana abis ini?" tanya Rossa pada Rian.

"Tidur siang, Papa ngantuk."

Dalam hati Carissa sepertinya enak menjadi Rian, pamannya. Pulang dari toko kapan saja dan setiap bulan dia bisa menerima banyak uang dan tak perlu bersusah payah.

"Kalau gitu Ocha mau berangkat les abis ini, Ris ntar sepulang les aja ya kita mainnya. Aku ada les soalnya," kata Rossa.

"Iya santai aja Cha."

Carissa tersenyum kaku, mereka berdua hidup dalam gelimang harta tapi tidak pada keluarganya. Rasa iri itu muncul dari dalam hati Carissa saat ini.

Ia kembali masuk ke dalam kamarnya karena tak tahu harus melakukan apa saat ini.

Dia masih bingung dengan keadaan yang tiba-tiba berubah drastis seperti ini. Menjadi seseorang yang menumpang hidup di rumah orang lain.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

kodav
5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cris Pollalis
5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku