Tentang sebuah perjalanan seorang mafia yang menemukan cintanya,. Zayn seorang pengusaha muda mengganti kan ayah angkatnya, berusia tiga puluh tahun. Waktu dihabiskan untuk bekerja. selain menjadi pengusaha ia juga bergabung dengan anggota mafia dan menjadi bos mafia. Anisa seorang gadis desa, yang dijual pamannya dijadikan wanita malam. Tanpa sengaja bertemu dengan Zayn Zayn berbuat kasar kepada Anisa, sehingga Anisa memilih kabur. Tanpa sadar Zayn ternyata mencintai Anisa, ia mencari Anisa. Namun tidak pernah ditemukan nya, Zayn murka merasa dirinya tersakiti, bersikap dingin terhadap setiap wanita. Hingga ibunya menjodohkan nya dengan seorang wanita, namun Zayn menolak. suatu hari Zayn kehilangan sesuatu yang beharga dalam hidupnya merubah seluruh pandangan hidupnya.
Anisa mengayuhkan sepeda onthelnya menyusuri jalan dibawah paparan terik sinar matahari jelang tengah hari. Sesekali ia menyeka keringat dengan punggung tangannya.
Anisa baru saja pulang dari bekerja, ia menjadi guru di salah satu taman kanak-kanak yang ada di desanya. Anisa dibesarkan oleh paman dan bibinya karena orangtuanya telah meninggal semenjak ia kecil.
"Anisa... kesini kamu!" Seorang lelaki berkulit hitam, gemuk gempal dan kepala botak berdiri tepat di depan pintu rumah, dengan nada membentak memanggil Anisa.
"Ada apa, Paman?" Anisa memarkirkan sepedanya kemudian berjalan mendekati laki laki yang udah berusia setengah abad tersebut.
"Nanti kamu ikut paman ke kota, kamu akan bekerja dikota!" Baskoro berbicara dengan nada sinis, satu tangan nya di letakkan ke pinggang, satunya lagi mengisap rokok dan menghembuskan asap nya pelan pelan wajahnya mendongak ke arah langit asap mengepul menerpa kewajahnya.
"Tapi...paman bagaimana dengan bibi, dia sekarang sedang sakit. Aku tidak bisa meninggalkan ia seorang diri." Anisa menjawab dengan nada lembut, ia sudah terbiasa dengan sikap pamannya tersebut.
"Justru karena bibi kamu sakit, kita perlu uang banyak untuk biaya pengobatan, lagi pula kamu tahu kan paman tidak kuat untuk bekerja,paman sudah tua " Baskoro berkata suaranya melunak, ia selalu begitu apabila ada maunya.
"Gaji aku cukup untuk makan dan pengobatan bibi." Anisa menundukkan kepalanya, kalau sudah begini ia merasa seperti seorang yang tiada berguna.
"Sudah lah,Bang. Jangan kau paksa Anisa untuk bekerja kekota, lagi pula umurku tidak akan lama pecuma jika harus berobat." Sofia, bibinya Anisa berjalan dengan tertatih keluar dari rumah menghampiri Anisa dan suaminya. Anisa melihat bibinya langsung menghampiri dan memegang tubuh bibinya agar tidak tumbang ke tanah.
"Bi.. kenapa keluar? Nanti kecapekan"
"Tidak apa apa, Nis. Kamu tidak usah turuti keinginan pamanmu." Sofia berbicara dengan terbata bata, sesekali ia memegang dadanya yang sakit.
Sofia telah lama mengidap penyakit kelainan jantung dan dia harus segera dioperasi pemasangan cincin dijantungnya, dan biayanya sangat mahal.
"Kamu nggak perlu ikut campur, dasar penyakitan" Baskoro melemparkan puntung rokok ke arah Sofia, Sofia terperanjat kaget melihat sikap Baskoro.
Baskoro terkenal seorang yang ringan tangan, bahkan ia seorang yang pemalas waktu dihabiskan hanya main judi dan mabuk mabukan.
Dahulu sebelum Sofia sakit, dia yang telah bekerja membiayai kehidupan mereka. Selama Sofia sakit, Anisa yang mengambil alih tugas sofia, menjadi buruh cuci agar bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka.
"Anisa...Paman tidak akan memaksa kamu, ingat kesehatan bibimu ada ditangan kamu sekarang. Lagipula aku sudah menyelamatkan hidupmu , sudah sepantasnya kamu membalas Budi aku selama ini." Baskoro belalu meniggalkan mereka bedua, ia masuk ke dalam rumah, bunyi pintu berdentang keras seolah lepas dari engselnya.
"Sudah lah,bi. Aku tidak apa apa jika harus bekerja dikota, aku janji setelah uang terkumpul akan membawa bibi berobat ke kota." Ia menangis seraya memeluk orang yang telah membesarkannya selama ini. Hati Anisa terasa berat meninggalkan rumah yang telah ditempatinya selama lima belas tahun ini.namun, ia bertekad untuk membahagiakan bibinya.
Matahari mulai tergelincir ke arah barat, angin sepoi-sepoi perlahan merambat mengantarkan matahari kembali ke peraduannya.
Anisa menyiapkan pakaian dan dimasukkan kedalam tas jinjing.
"Nis... maafkan bibi ya, kamu terpaksa memikul beban seberat ini , bibi tidak bisa melindungi kamu dan tidak bisa membahagiakanu" Sofia memeluk tubuh mungil Anisa.
"Sudah lah,Bi. Aku ikhlas kok" Anisa membalas pelukan bibinya. Ia tidak sanggup menahan tangis. Namun, sekuat tenaga ia berusaha untuk tidak menjatuhkan air matanya.
"Sudah drama nya?, Ayo nis, kita berangkat!" Baskoro menarik tubuh Anisa dari pelukan Sofi, dan membawanya keluar rumah. Sebuah mobil Honda jazz menunggu di pekarangan rumah. Tampak seorang lelaki dengan tinggi badan 170cm rambut sedikit panjang berkulit sawo matang, datang menghampiri anisa.
"Nis... kamu mau kemana?" Andika bertanya, nafasnya ngos ngosan, seperti ia baru pulang dari kota.
"Aku akan kekota,Dik. Bekerja disana." Anisa menyunggingkan senyuman nya, senyum yang membuat Andika jatuh cinta padanya.
"Nis... sebenarnya aku kesini mau mengatakan sesuatu." Andika berbicara sambil memegang dadanya, nafasnya masih terasa sempit
"Aku mencintaimu,Nis." Andika melanjutkan bicaranya seraya menatap mata Anisa. Seketika suasana senyap, seperti rotasi bumi berhenti berputar.
"Apaan kamu, Dik. Kamu itu Sahabat terbaik aku." Anisa tertawa tertawa renyah.
"Anisa, cepat !" Baskoro menghentikan pembicaraan mereka.
"Aku akan menunggumu,Nis." Andika berteriak dan hendak menggapai tangan Anisa, namun gestur tubuh Anisa seakan melarang. Andika urung melakukan nya.
"Tidak perlu kamu menungguku,Dik" Anisa melambaikan tangannya ketika ia sudah masuk kedalam mobil.
Mobil tersebut lambat laun meninggalkan Andika yang masih termangu memandangi kepergian Anisa.
Mobil terus melaju ke arah kota, Anisa memandang keluar mobil, netra nya melihat sekeliling jalan perpohonan menjulang tinggi.
Sinar matahari telah lama pulang ke peraduannya, kelam malam datang menyapa ketika mobil tersebut berhenti di sebuah gedung dengan lampu hias kerlap kerlip didepannya.
Baskoro mengajak Anisa masuk ke dalam gedung tersebut. Gedung yang sangat luas yang didalamnya terdapat beberapa meja dan di huni beberapa pasangan muda mudi, hingar bingar bunyi musik memnuhi ruangan memecahkan telinga siapa saja mendengar nya.
Anisa memegang tangan pamannya, timbul rasa takut di dalam hati. Baskoro terus berjalan, melewati beberapa orang yang sedang berjoget.
Langkah mereka terhenti tepat disebuah kursi, seorang lelaki duduk santai, disampingnya dua wanita bergelayut manja.
Lelaki tersebut mengisyaratkan kepada wanita tersebut untuk pergi, wanita itu kecewa kemudian berdiri meninggalkan lelaki tersebut seraya memandang Sinis kearah Anisa.
"Baskoro... akhirnya kamu datang juga."lelaki setengah tua meyapa dan mempersilahkan mereka duduk , Anisa memandang wajah lelaki tersebut, tampak cincin batu akik bersemat di seluruh jarinya, dan sebuah rantai kapal tergantung dilehernya.
"Iya bos... gimana bagus kan?" Baskoro berbicara seraya mengeringkan matanya, ia memberi tahu kepada lelaki tersebut.
"Lumayan... kamu dapat dari mana wanita ini?" Lelaki tersebut memanggil anak buah dengan memberi kode kepada dua orang berpakaian preman. Preman tersebut mendekati Dan memberikan sebuah amplop. Lelaki setengah tua tersebut mengambil dan melemparnya ke arah Baskoro. Baskoro tersenyum menerima uang tersebut.
Baiklah,bos. Saya permisi dulu. Nis.kamu kerja yang baik disini ya!" Baskoro memberikan nasihat kepada Anisa.
Anisa yang belum paham dengan situasi tersebut, hanya bergeming. Baskoro melangkah jauh sehingga hilang dari pandangan mata Anisa.
"Bella cepat bawa perempuan ini! dandani dia secantik mungkin. Sebentar lagi tuan Zayn akan datang." Lelaki tersebut memanggil seorang perempuan yang bernama Bella.
"Baik bos.." Bella menarik tubuh Anisa namun Anisa merontak.