Blurb : Amanda berhasil menikahi Fariz, cinta pertamanya. Ia menemukan fakta bila lelaki itu menikahinya karena telah terikat janji dengan sang ayah. Namun, hal tersebut tidak membuat wanita bermata bulat itu goyah, ia akan berusaha untuk merebut hati suaminya dengan cara apa pun. Termasuk mengungkap kebusukan Lyla, istri pertama Fariz. Suatu hari, seorang laki-laki dari masa lalu datang kembali ke kehidupan Amanda. Aditya tidak tahu bila ia bertetanggaan dengan wanita yang dulu hampir menjadi istrinya. Ia merasa bahagia mengetahuinya walupun di satu sisi ia pun tahu bahwa Amanda sudah memiliki suami.
Gaun pengantin adat Sunda dengan bagian bahu yang terbuka melekat indah di tubuh mempelai wanita. Bibirnya merekah sempurna, tersenyum kepada siapa pun yang memandang. Pun kepada Lyla, perempuan yang tengah berdiri di seberang sana. Sang mempelai wanita mendapatinya menunduk sesekali sambil menghapus sesuatu di wajahnya.
Melihat hal tersebut, lantas sang pengantin memeluk erat lengan pasangannya. Ia amat bahagia karena lelaki yang kini resmi menjadi suaminya membalas pelukan itu dengan ciuman di kening.
Perempuan yang menatap sepasang pengantin dari kejauhan itu memukul-mukul dadanya yang sesak. Ia berpikir untuk pergi dari sana. Namun, bila ia melakukan hal itu, artinya ia kalah. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertahan menyaksikan kebahagiaan yang pernah ia rasakan lima tahun silam. Bedanya, dulu dirinyalah yang berada di sana bersama lelaki berparas rupawan itu. Bahkan tidak ada perubahan yang berarti di wajah lelaki itu setelah lima tahun berlalu.
"Kamu masih kuat, La?" tanya wanita dengan riasan yang mampu menutupi kerutan di wajahnya. Bibirnya tertarik ke sisi satunya.
"Mengapa, Bu? Apakah aku tidak boleh menyaksikan pernikahan suamiku yang kedua?" tanya Lyla dengan dada membusung. Perempuan yang mengenakan gaun putih selutut itu tidak kalah cantik dengan Amanda, madunya.
"Ingat, jangan buat kekacauan!" Ibu mertuanya memberikan peringatan.
"Apa yang Ibu lakukan di bawah sini? Seharusnya Ibu ada di pelaminan mendampingi putra kesayanganmu, Bu. Ah, ya, dan satu lagi, mantu kesayangan!" Lyla berkata sembari melipat kedua tangannya di dada.
Wanita tua itu tersenyum sinis. "Baiklah, aku akan ke sana dan berbahagia bersama mereka, keluarga kaya raya. Aku akan melihatmu dari sana, luntang-lantung seperti anak tersesat. Seharusnya kamu bersyukur, kamu pasti kena ciprat dari pernikahan Fariz dengan seorang anak orang kaya."
Lyla dibuat gemas oleh ibu mertuanya. Ia berharap bisa melawan wanita yang kini berpakaian mewah. Rambut yang biasanya diikat asal, kini dihiasi sanggul. Bila sehari-hari wajah itu tidak pernah diolesi apa pun, kini riasan dengan tebal beberapa milimeter itu mampu mengubahnya seperti seorang ratu.
Sang mertua pun pergi meninggalkan anak mantunya sebelum pertengkaran benar-benar terjadi. Ia mengembuskan napas seraya melirik Lyla dengan ujung mata sipitnya.
Kini, wanita cantik berkulit putih dengan rambut berombaknya kembali sendiri. Lyla menoleh ke kiri dan ke kanan. Tidak ada satu pun yang ia kenal di antara para tamu undangan. Bahkan teman semasa SMA tidak ada yang hadir sama sekali. Ia mengembuskan napas beratnya seraya menatap ke arah pasangan yang tengah berbahagia. Bibir tipis yang telah dioles gincu berwarna krim itu dikatupkan rapat-rapat.
"Picik sekali dia," bisiknya sambil mengepalkan tangan.
Beberapa senti meter dari tempatnya berdiri, ada beberapa orang yang tengah membicarakan sesuatu. Pembicaraan mereka membuat bibir Lyla membentuk senyum simpul. Wanita itu lantas menggeser tubuhnya perlahan. Ia mencoba mengorek informasi lebih jauh.
"Tahu tidak, Jeng. Si Manda itu katanya jadi istri kedua, loh!" ucap wanita berambut keriting.
"Wah, pelakor, dong. Padahal kurang apa dia? Punya emak-bapak super tajir bukannya minta cariin laki-laki yang punya bibit, bebet, bobot. Malah milih laki orang, kayak enggak ada laki-laki lain aja," ujar lawan bicaranya.
"Justru itu, Jeng, orang tuanya terlalu sibuk. Jadi, enggak tahu kelakuan anaknya macam apa. Makanya, sesibuk apa pun, anak tetap nomor satu," sahut wanita satunya.
Lyla cukup puas dengan apa yang barusan ia dengar. Ia tidak perlu memberi tahu kepada dunia sebuah kebenaran, karena sekeras apa pun seseorang menyembunyikannya, kebenaran akan selalu mengikuti. Wanita itu tinggal menunggu kapan bom yang dipeluk Amanda meledak dengan sendirinya
Lyla kembali menatap sepasang pengantin yang tengah duduk manis di atas pelaminan yang berhiaskan bunga-bunga berwarna putih, senada dengan dresscode yang telah ditentukan. Ia pun beranjak menuju singgasana sang pengantin.
Amanda segera berdiri ketika melihat kedatangan Lyla. Ia menarik Fariz agar ikut berdiri. Perempuan bermata bulat itu memberikan senyuman termanisnya.
"Selamat untuk kalian. Bagaimana kalau kita berfoto." Lyla berkata diiringi senyum yang tipis. Ia merasa wajah Fariz suaminya kini menegang.
"Setelah berfoto, kamu akan mengunggahnya di media sosial, bukan? Lalu, semua teman semasa SMA akan tahu dan mulai mengutuki diriku." Amanda mengatakannya dengan tenang.
"Sayang, beri tahu istri pertamamu itu agar tidak melakukan hal bodoh," rengek Amanda seraya Menarik-narik lengan Fariz.
Fariz menatap Lyla dengan tajam sembari berkata, "Demi kebaikanmu, jangan lakukan apa pun!"
Lyla tertawa, ia mencoba menutup mulutnya agar tawa itu tidak menggelegar le seluruh ruang resepsi. Kemudian ia menggeleng sambil mengembuskan napas.
"Kalian ketakutan?" Lyla mulai menaikkan suaranya.
Lantas ayahnya Amanda berdiri dan hendak menghampiri ketiga orang itu. Namun, Lyla segera pergi sebelum pria paruh baya itu tiba. Ia berusaha menahan gejolak yang mengentak-entak di dalam dada. Andai saja ia punya keberanian, ia akan menjambak rambut Amanda, hingga tiara yang menghiasi kepalanya jatuh. Perasaan yang sangat wajar bagi wanita yang suaminya telah direbut.
Rasa sesak makin menyelimuti hati dan pikiran Lyla. Ingin sekali ia menjatuhkan beberapa bulir bening untuk menenangkan diri. Ia tidak menyangka bila Fariz benar-benar tidak peduli lagi padanya. Kemudian, ia menepi ke sebuah meja dengan gelas tersusun rapi di atasnya. Sebuah rencana terlintas di benak wanita itu. Ia menggunakan sikutnya, mendorong salah satu gelas hingga terjatuh. Seketika, semua perhatian tertuju padanya.
"Ah, maafkan aku, biar aku bersihkan," ucapnya seraya memasang wajah yang terkejut.
Orang yang ada di dekatnya memekik tatkala melihat Lyla membersihkan pecahan kaca tanpa menggunakan pelindung. Alhasil, tangan seputih porselen itu dialiri cairan berwarna merah. Beberapa tamu undangan juga pekerja EO menghampiri, hendak menolong Lyla. Namun, wanita itu malah mendengkus.
'Seharusnya Fariz yang menolongku, seperti biasanya,' gumamnya.
Ia membiarkan perwakilan dari penyelenggara untuk mengobati luka yang melintang di telapak tangannya. Lyla menatap sendu Fariz dari kejauhan. Lelaki itu benar-benar tidak peduli lagi padanya. Padahal, sebelumnya Fariz selalu jadi yang pertama ada di sisi Lyla ketika ia terluka atau merasa sedih.
Lyla menyesali perbuatannya barusan. Ia merasa menjadi wanita paling bodoh di dunia. Bisa-bisanya ia melukai diri sendiri hanya untuk menarik perhatian sang suami. Kedua mata bak manik-manik itu memanas ketika melihat sepasang pengantin tengah berfoto bersama. Mereka melakukan beberapa pose yang membuat darahnya mendidih.
Luka yang menyayat tangannya tidak sebanding dengan luka yang menggores hati. Ia yakin tidak akan ada yang bisa mengobati batinnya yang telah terkoyak. Musnah sudah harapannya menua bersama sang pujaan hati. Segala perlakuan manis yang pernah Lyla dapatkan dari Fariz, kini terkubur bersama sebuah pengkhianatan.