Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Classy Man Love
5.0
Komentar
50
Penayangan
2
Bab

Damien Allard, pria dari keluarga kaya yang otomatis berkelas namun berpenampilan biasa dan sederhana. Damien meyakini cinta sesungguhnya hanya dapat diperolehnya tanpa menunjukkan kekayaannya pada wanita. Sayangnya, wanita yang dekat dengannya bersifat matre, manja, kekanak-kanakan dan banyak misteri. Damien menjadi tidak percaya lagi dengan cinta yang ditawarkan wanita karena menurutnya penuh kebohongan dan kepalsuan. Semesta mempertemukan Damien dengan Cindy. Wanita yang tidak matre tetapi orangtuanya yang matre. Cindy adalah sosok wanita berpendidikan, cerdas dan mandiri tetapi berasal dari keluarga biasa. Cindy hadir sebagai wanita yang dipaksa orangtuanya harus menikah dengan pria kaya tanpa peduli dengan perasaan cinta. Bagi orangtua Cindy, Damien hanyalah sesosok pria biasa yang tidak memiliki apa-apa, Damien tidak lebih dari sekedar orang kepercayaan, kacung bagi majikannya. Damien dan Cindy sama-sama pengagum cinta yang tidak peduli dengan kekayaan. Bagi Cindy, berjuang bersama adalah hal teromantis dalam cinta, sementara bagi Damien cinta tulus datang dari kesederhanaan. Novel ini pun akan memberi kejutan-kejutan mencengangkan bagi orangtua Cindy yang matre. Akankah Cindy berhasil membawa Damien menjadi menantu yang dapat diterima oleh orangtuanya yang matre sehingga Damien dan Cindy bisa menyatukan pemahaman mereka tentang makna cinta dalam pernikahan?

Bab 1 Damien Allard

Suasana khusyuk bercampur bahagia di Hall Montpellier Business School nampak jelas di wajah setiap mahasiswa yang diwisuda hari ini. Damien Allard menjadi salah satu di antaranya.

Saat announcer menyebut nama Damien lengkap dengan gelarnya sebagai Sarjana Administrasi Bisnis Internasional, Alma dan Paul saling berpandangan dengan senyum haru bercampur bahagia.

Damien lulus dengan baik dan siap membentangkan sayapnya di bisnis nyata sesuai keinginannya. Alma dan Paul sebagai orangtuanya sudah menyatakan siap mendukungnya. Pendanaan tentu tidak menjadi masalah berarti bagi mereka, kekayaan tidak kurang untuk dukungan itu.

"So, bisnis apa yang kamu pilih, Damien?" tanya Paul dengan wajah sumringah ketika mereka makan malam bersama merayakan wisuda Damien.

Bahasa Indonesia Paul tergolong lancar meski ciri khas sengau pelafalan bahasa Perancis-nya sulit hilang saat dia berbicara. Bisa dimaklumi karena Paul seratus persen berdarah Perancis. Aeris juga antusias menunggu jawaban kakak kesayangannya itu.

"Fashion? What do you think about it, Dad?" ujar Damien meminta pendapat ayahnya.

"In Indonesian, please!" tegur Alma dengan tatapan tajam pada Damien sambil tangannya tidak berhenti menyiapkan makanan di piring Paul.

"Ups, maaf, Mam." Damien merangkul pundak ibunya sebagai permintaan maafnya dan Alma tidak bisa berbuat banyak jika diperlakukan seperti itu.

Paul dan Aeris ikut-ikutan tersenyum melihat Damien yang hampir kena sanksi dari Alma. Alma pun hanya mampu tersenyum melihat Damien yang kini bukan lagi kanak-kanak, "Dia bertumbuh lebih cepat dari yang kukira," gumam Alma.

"Pertanyaan Damien, Hun ?" lanjut Alma memberi isyarat pada Paul untuk menjawab Damien.

"Tidak masalah, tentu Mommy akan menurunkan ilmu tentang bisnis butiknya padamu. Bukan begitu, Hun?" sahut Paul sambil memandang Alma dengan penuh cinta. Cinta yang menurut Damien dan Aeris, tidak pernah pudar di antara kedua orangtuanya itu.

Senyum manis Alma membalas tatapan cinta Paul, "Of course, tentu saja. Di kota mana kamu akan memulai bisnis itu, Dam?"

"Indonesia." Damien memberi jawaban dengan keyakinan yang nampak hampir sempurna karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta.

"Indonesia?" seru Alma yang terkejut dengan jawaban Damien.

Damien mengangguk-anggukkan kepalanya dengan raut wajah yang terus tersenyum pada Alma. Pemikiran tentang bisnis di Indonesia bukan tanpa dasar. Tanpa sepengetahuan Alma, enam bulan terakhir ini, rencana proyek bisnis di kampusnya dilakukan Damien dengan menempatkan Indonesia sebagai objek riset bisnisnya.

Tanggapan dan tambahan analisa Profesornya atas riset itu begitu positif dan menjanjikan. Damien tertantang untuk mewujudkan hasil risetnya itu.

"Kamu serius dengan pilihanmu? Mengenalkan Indonesia padamu dan Aeris bukan berarti kalian harus ke Indonesia, Boy."Alma seolah mengklarifikasi apa yang selalu dilakukannya pada Damien dan Aeris sejak mereka kecil. Mengenalkan Indonesia, mulai dari bahasa, keragaman budaya dan tempat-tempat eksotisnya.

"Yes, Mam. Itu hasil riset bisnis milikku yang mendapat respon positif dari profesorku. Mungkin memang ada sedikit pengaruh ceritamu tentang Indonesia, Mam," jawab Damien dengan senyum mengembang.

"Itu bukan masalah besar, Hun. Oh, ayolah Honey. Damien pun memiliki darah Indonesia darimu. So, tidak masalah jika dia memilih Indonesia, right?" Genggaman tangan Paul yang disertai gelengan kepalanya saat mengucapkan itu sangat cukup untuk menenangkan Alma.

"Rupanya Mommy tidak sanggup berjauhan denganmu, Dam," celoteh mulut mungil Aeris yang disambut dengan gelak tawa Paul, Alma, dan Damien.

"Oke, oke. I'm sorry, Damien,"tukas Alma dengan kedua telapak tangan terbuka menghadap Damien dan kepala menggeleng-geleng.

"Thanks, Mam. Aku akan merindukanmu," cetus Damien.

"Owh, so sweet, Boy," lontar Alma dengan bahagia.

Makan malam keluarga yang sebentar lagi salah satu dari mereka akan terpisah benua dan momentum bahagia seperti ini pasti akan sulit untuk sering dilakukan seperti biasanya.

"Wait, beri Mommy waktu mempersiapkan hal-hal di sana dengan bantuan Pak'Dhe Bimo. Mommy akan hubungi dia. Oke, Boy?" tawar Alma dengan wajah memohon. Setidaknya Alma masih ingin memastikan bahwa Damien akan baik-baik saja selama di Indonesia.

Alma terlalu khawatir karena Damien lahir dan besar di Paris. Menurut Alma, pasti banyak hal yang perlu Damien sesuaikan di Indonesia. Alma juga sudah tidak memiliki rumah di Indonesia, khususnya di ibukota karena Damien akan merintis bisnisnya dengan basis daerah itu.

***

[Mas Bimo, Alma minta bantuan,] ungkap Alma ketika sudah terdengar suara Bimo – kakaknya, menyahutnya dari seberang. Di Paris jam masih menunjukkan pukul enam pagi, sementara di rumah Bimo jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, ada perbedaan waktu enam jam.

[Apa yang kamu perlukan, Al?]

[Begini Mas, Damien akan memulai bisnisnya di Indonesia. Bisa Alma minta bantuan Mas Bimo untuk carikan rumah di ibukota dan bodyguard untuk Damien. Saya berharap bodyguard yang dewasa usia maupun pemikiran untuk mendampingi Damien, Mas.]

[Kenapa harus dengan bodyguard, Al. Di sini juga kampung halaman anakmu, dia akan diterima dengan baik di sini,] ujar Bimo sedikit protes karena adik perempuannya itu terdengar sangat khawatir dengan anaknya yang memilih tinggal di Indonesia.

[No, Mas Bim. Bukan seperti itu, dunia bisnis tidak sebaik yang kita kira. Aku hanya ingin memastikan ada yang menjaga Damien di sana,] Alma mencoba membela diri. Tidak bisa dipungkiri jika sejujurnya dia mengkhawatirkan Damien.

[Oke, akhir minggu ini, aku berangkat ke ibukota untuk melihat-lihat dan memberi kabar padamu, Al.] Janji Bimo untuk Alma.

[Terima kasih, Mas Bim, salamku untuk Mbak Anik dan anak-anak. Kunantikan kabar darimu secepatnya, Mas.] Alma pun memutus sambungan teleponnya sambil menarik nafas lega. Setidaknya ada kakaknya yang akan membantu mencarikan rumah dan bodyguard untuk Damien.

Bimo kembali menempati kursi makan yang tadi ditinggalkannya karena harus menerima panggilan dari Alma yang sudah memilih hijrah permanen ke Perancis karena mengikuti Paul.

"Sita, kamu kembali ke ibukota bersama Ayah saja di akhir minggu," titah Bimo pada anak perempuannya yang sedang menempuh kuliah di ibukota.

"Ada apa? Alma dan Paul baik-baik saja, bukan?" tanya Anik yang terdengar sedikit cemas.

"Tidak ada yang mengkhawatirkan, An. Alma hanya minta bantuan kita carikan rumah dan bodyguard untuk Damien. Damien akan memulai bisnisnya di ibukota," jawab Bimo dengan tenang agar kekhawatiran Anik berhenti.

"Wow, Damien akan tinggal di Indonesia?" gumam Sita dengan antusiasme yang disimpannya dalam hati.

Sita berpikir untuk mengenalkan Mieke pada Damien, "Jika Damien bisa dekat dengan Mieke maka aku bisa ikut leluasa menikmati semua fasilitas di rumah Damien. Pasti rumahnya mewah, uang mereka 'kan banyak."

Sita senyum-senyum sendiri membayangkan hari yang akan segera datang itu. Bisa jadi dia bisa menumpang tinggal di rumah Damien itu. Sekalian bisa ikut menikmati kemewahan keluarga Allard.

Mieke harus bisa mengendalikan Damien. Jika itu berhasil maka Sita akan menjadi orang penting bagi Damien maupun Mieke, lalu dia bisa memanfaatkan fasilitas dari mereka untuk bersenang-senang dengan Alex. Itulah yang ada di kepala Sita.

"Di mana-mana pria itu sama saja, takluknya hanya pada kemolekan wanita lalu mereka akan bersedia memberikan apa saja. Damien juga akan takluk pada Mieke, kita lihat saja." Sita bergumam dengan yakinnya.

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku