Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Lalu, maukah engkau, Farrin Asytar, menerima Avan Kiandra sebagai pasanganmu. Menerimanya dalam keadaan sehat maupun sakit, kaya atau miskin, dan suka ataupun duka hingga ajal menjemput kalian?”
“Aku. Tidak. Bersedia.” Ujar mempelai wanita dengan tegas. Gadis yang memiliki darah keturunan ras Kaukasoid dari ayahnya itu menatap nyalang mempelai pria yang ada di hadapannya. Berharap seolah pandangan bisa membunuh, dan ia bisa membunuh pria di hadapannya dalam sekali tatap.
Sungguh! Ia ingin muntah rasanya, begitu melihat wajah memuakkan yang sayangnya sangat mirip dengan orang yang menemaninya selama dua bulan ini. Andai saja di sini tidak banyak orang, ia ingin menyiram wajah arogan itu dengan segelas jus atau seember air bekas pel sekalian.
"Pengantin priaku bukan dia. Dia hanya pengganti saja," Gadis itu menjeda, "mempelai priaku ada di sana," imbuhnya sambil menunjuk di mana ada seorang yang memiliki wajah mirip dengan pria yang ada di hadapannya ini tengah duduk manis. sontak, semua orang yang hadir di sana berguman karena kaget.
Dua bulan sebelumnya ....
Denting jam besar yang berada di tembok ruang keluarga itu terasa begitu nyaring saat beberapa pasang mata di sana enggan mengeluarkan suaranya. Mereka, bahkan untuk bernafas saja terasa begitu menyesakkan saat seorang yang baru saja meninggakan ruang itu kini tak tertampakkan lagi eksistensinya oleh mereka. Tak ada yang bisa mencegahnya, bahkan sang kepala keluarga sendiri yang biasanya memiliki suara paling berhak untuk didengar kini sama sekali tak bisa mengeluarkan tenaganya bahkan untuk menghentikan langkah putrinya.
“Zilla, ku pikir kau akan bermaksud meminang Farrin untuk putra sulungmu,” ujar wanita berambut merah sepanjang panggul itu kepada wanita berambut dark blue yang berada di hadapannya.
“Memang, aku memang bermaksud demikian. Tapi ini adalah ide putra sulungku itu. Putraku yang satu itu yang mengusulkan untuk melakukan hal ini,” jawabnya.
“Tapi yang ku tahu, Farrin itu keras kepalanya melebihi ayahnya ....”
Yang merasa disebut menolehkan kepala yang berhias surai pirangnya dan meliriknya dengan tatapan yang bisa di sebut tajam.
“Maaf, Darius. Tapi itu adalah kenyataannya,” imbuh wanita berambut merah.
Lelaki berambut pirang bernama Darius itu hanya bisa terdiam. Memang benar ucapan wanita berambut merah yang berstatus istrinya itu bahwa ia keras kepala. Namun, apakah hal itu layak untuk dikatakan secara gamblang di keadaan mencekam seperti ini?
“Anu, boleh saya menyusul Farrin? Sepertinya dia tertekan. Jadi saya berusaha untuk menghiburnya. Meski tidak bisa mengembalikannya seperti semula, saya harap dia nanti bisa lebih mengurangi kesedihannya.” Suara dari satu-satunya pemuda di ruang itu membuat tiga pasang mata lainnya menoleh ke arahnya secara bersamaan. Ketegangan yang mereka alami beberapa saat yang lalu seolah membuat mereka melupakan eksistensi satu pemuda itu.
“Silahkan! Aku mengijinkanmu menemuinya di kamarnya,” ucap Darius. Ia mengizinkan pemuda itu bukan tanpa pertimbangan. Melihat istri dan sahabatnya yang seolah memiliki pembahasan lebih lanjut, ia memilih untuk mengiyakan permintaan pemuda yang sudah ia kenal dengan baik. Ia yakin, pemuda itu tak akan melakukan hal di luar batas kepada putri keduanya.
“Tapi Margaret!”
“Nazilla, biarkan saja! Aku yakin Vian bisa menjalankan perannya dengan baik.” Perempuan yang berambut merah panjang yang di panggil Margaret itu memberikan senyum lembutnya pada perempuan berambut dark blue tadi, bermaksud mengatakan jika semua akan baik-baik saja. Meski pada kenyataannya tak akan ada yang baik-baik saja seperti sebelumnya.
“Lalu bagaimana setelah ini? Sejujurnya aku sedikit khawatir akan mereka. Tapi hal ini adalah permintaan Avan sendiri. Ia yang mengajukan ide ini dan berkata bahwa ia ingin melihat kesetiaan Farrin. Jadi aku menyetujuinya saja tanpa berpikir lebih banyak. Kau tahu kan, Garet? Semenjak suamiku meninggal, Avan telah mengambil banyak tanggung jawab dalam perusahaan serta menjadi dewasa lebih cepat dari yang seharusnya. Untuk itulah aku terkadang merasa kasihan padanya. Atas yang ku lihat selama ini, sebagai kakak ia telah menjadi lebih dari yang kuharapkan padanya. Aku juga senang tentang hubungannya dengan putrimu. Tapi, satu hal yang sama sekali belum ku mengerti di sini adalah keputusannya tentang ini,” jelas Nazilla.