Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hijrah Billionaire

Hijrah Billionaire

MegaKembar

5.0
Komentar
486
Penayangan
2
Bab

"Berkencanlah denganku! Akan kuberikan apapun yang kamu inginkan!" kata Dirga dengan seringai terpoles di wajah tampannya. "Kalau begitu, berikan NYAWA-MU sebagai harga KEPERAWANAN-KU!" Syifa menyahut tak kalah angkuh. Sebagai seorang Milyuner, DIRGA FARAZZ YANN sangat percaya diri bahwa ia dapat memiliki apapun yang diinginkan. Namun, kedatangan SYIFA NURINTAN mengubah perspektif itu dengan mudah. Bagaimana bisa gadis beasiswa itu menolaknya?

Bab 1 Ajakan Kencan

"Ayo kencan denganku!"

Terlihat seorang pemuda berdiri berhadapan dengan sosok gadis bergaun biru yang menutupi seluruh bagian tubuhnya dari ujung rambut sampai bawah kaki.

Wajah gadis itu terlihat bersinar seolah-olah cahaya terang benderang memancar sempurna. Kedua bola mata berbinar dengan pipi chubby mulus tanpa cacat.

Tatapan mata yang begitu jernih itu menyorot menatap balik si pemuda berjaket merah tanpa ada ekspresi berarti. Tidak ada raut kemarahan sedikit pun di wajah ayu gadis berhijab blue sapphire itu, meski perkataan tadi terdengar amat melecehkan bagi telinganya sendiri.

Akan tetapi, sang gadis tidak terlihat emosi dengan lemah lembut dia bertanya, "Jadi untuk alasan itu kamu datang menemuiku?"

"Iya," balas si pemuda singkat yang tak lain adalah DIRGA FARAZ YANN. Pandangan pemuda yang merupakan pangeran di kampus itu menatap lengket lawan bicaranya yang tak lain adalah SYIFA NURINTAN.

Seorang gadis yang banyak dibicarakan karena suaranya yang merdu. Sayangnya Syifa memiliki kepribadian intovert. Susah untuk didekati.

"Kau mau mengajakku berkencan?! Menjalin asmara?" ulang Syifa memastikan bahwa pendengarannya masih berfungsi dengan normal.

Bukan apa-apa hanya saja menurut Syifa ini terlihat sangat aneh. Tiba-tiba saja seorang pemuda datang menemuinya di hari yang cerah ini dan tanpa basa-basi langsung mengajak menjalin hubungan asmara.

Bukankah ini terdengar tak masuk akal?

Atau Syifa saja yang berpikir terlalu jauh?

"Iya, begitulah." Lagi, untuk kedua kalinya Dirga menjawab pertanyaan Syifa dengan kalimat seadanya.

Syifa menatap datar penuh kebosanan. "Atas dasar apa kau mengajakku melakukan itu semua?"

Syifa lalu terdiam sejenak memberi jeda dalam kalimatnya seraya menatap Dirga dari atas ke bawah dengan tatapan menyelidik.

"Seingatku ... aku bahkan tidak mengenalmu. Ini adalah interaksi pertama kita bukan?" tanya Syifa kemudian tersenyum miris.

"Atau mungkin kau type pria to the point seperti itu?" tanyanya.

Dirga berdecak. "Aku Dirga. Jika kau tidak sekuper itu, kau pasti tahu siapa aku."

Bukan tanpa alasan Dirga begitu percaya diri. Pasalnya pemuda yang memiliki nama lengkap Dirga Faraz Yann itu merupakan anak donatur terbesar sekampus Harapan Mulia.

Siapa yang tidak kenal dengan perusahaan Yann Group?!

Sebuah perusahaan besar dunia yang bergerak di bidang industri dan menguasai sebagian besar pasar saham. Menurut rumor mengatakan jika keluarga Yann Group hartanya tidak akan habis meski sampai tujuh turunan.

Tentu saja, Dirga termasuk salah satu ahli warisnya.

Benar. Dirga adalah seorang tuan muda!

Pesonanya tentu tak tertahankan. Bukan hanya terlahir dari keluarga milyuner, namun Dirga juga memiliki paras tampan.

Lihat saja pahatan sempurna di wajahnya yang mulus tanpa cacat. Garis wajah tegas, hidung mancung, pipi tirus, rahang yang terpahat kokoh, juga jangan lupakan gaya rambutnya yang ditata ala-ala oppa Negeri Ginseng menambah nilai keren dalam penampilan fisik sang tuan muda.

Akan tetapi, itu tidak berpengaruh pada Syifa yang menatap si tuan muda dengan pandangan biasa. Seakan-akan semua yang ada pada Dirga tidaklah berarti apa-apa untuknya.

"Dan tidak perlu menuduhku macam-macam. Jika pun benar, aku bisa jamin kau tak akan dirugikan sepeserpun."

Dirga menuding Syifa yang hanya merespon dengan mengangkat bahu acuh tak acuh.

Dirga mendengkus. "Lalu bagaimana jawabanmu?"

Mendengar penawaran itu lagi Syifa bersedekap dada menatap Dirga dengan pandangan biasa. "Jika boleh kutahu. Apa untungnya buatku?"

Pertanyaan Syifa mengalun tenang tanpa ada emosi terlibat. Suaranya halus dan merdu hingga bergema membelah langit senja. Bahkan semilir angin yang berembus pun seakan-akan berada dipihak Syifa.

"Apa pun yang kau inginkan akan kuberikan," jawab Dirga angkuh. Syifa terdiam.

"Hm ... sungguhkah kau bisa memberikan apa pun yang aku inginkan?"

Nada suara Syifa terselip keraguan di suaranya yang mana membuat Dirga terpancing emosi. Akan tetapi, si tuan muda berusaha untuk tetap bersabar. Dalam batinnya menyemangati ....

'Tenang ... Tidak perlu mundur. Semuanya akan berjalan sesuai rencana. Taruhan ini pasti akan kumenangkan!'

Sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tak sadar bahwa kini Dirga tengah mengukir seringai kejam. Namun, Syifa yang melihat itu bukannya takut malah menaikan alis dan mengira bahwa Dirga memiliki kelainan jiwa.

Ya jika di pikirkan lagi. Pemuda mana yang dengan percaya dirinya menembak seorang gadis di interaksi pertama mereka. Syifa menggeleng berusaha mengusir pikiran negative di kepalanya dan setia menunggu jawaban dari Dirga yang telah sadar dari lamunan.

"Tentu saja. Kau tak perlu meragukan hal itu. Aku bisa memberikan apapun sesuai keinginanmu," jawab Dirga membusungkan dada pongah.

"Hm ... baiklah!"

Jawaban Syifa membuat Dirga hampir bersorak gembira jika saja gadis berhijab di depannya tak melanjutkan. "... kalau begitu izinkan aku meminta nyawamu!"

"APA?!"

Dirga terkejut bukan main. Pewaris Yann Group itu bahkan tak bisa mengontrol nada suaranya yang meninggi.

"Ck, apa maksudmu meminta nyawaku, Hah?" Dirga berdecak emosi. "Kau ingin membunuhku?"

"Tentu saja, tidak!" tolak Syifa, namun Dirga mendelik tak percaya.

Syifa membalas. "Untuk apa aku melakukannya? Tidak ada untungnya buatku. Aku bahkan tak memiliki dendam padamu."

"Lalu apa maksud perkataanmu tadi?" geram Dirga merasa dipermainkan.

"Kenapa? Apa ada yang salah dengan hal itu?"

Alih-alih menjelaskan maksud dan tujuannya meminta nyawa Dirga, Syifa justru malah balik bertanya membuat si tuan muda murka.

"Tentu saja, bodoh!" umpat Dirga kasar. "Kau meminta nyawaku semudah itu! Kau pikir kau ini siapa?".

"Lah? Memangnya kenapa? Kau bilang jika aku menjadi kekasihmu, aku berhak meminta apapun. Tidak ada salah dengan itu, Sayang!" Syifa tersenyum miring. Dirga berdecih.

Pernyataan Syifa membuat Dirga merasa muak. Ingin membalas, namun lidahnya kelu dan seakan terkunci rapat, tak lagi memiliki kemampuan berdebat. Dirga sungguh dibuat tak menyangka oleh Syifa yang dengan mudah meminta hal selancang itu.

Tidak tahukah Syifa?!

Jika di luar sana ribuan gadis mengantri hanya untuk berkencan semalam dengan Dirga. Bahkan mereka rela memberikan mahkota suci yang hanya dimiliki oleh seorang gadis perawan untuk Dirga dan bukan suami mereka kelak.

Semua itu dilakukan semata-mata hanya untuk mendapat sedikit perhatian dari si tuan muda. Akan tetapi, Dirga tidak suka barang bekas, apalagi barang murahan. Dirga lebih tertantang untuk menaklukkan hati gadis batu seperti Syifa.

Menurut Dirga itu jauh lebih mengasyikan dari bermain luar di ranjang bersama kupu-kupu malam. Diam-diam Dirga kembali menyeringai sambil mengamati Syifa dari atas ke bawah.

'Ini sangat menarik!' batin Dirga senang.

Sudah Dirga duga bahwa bermain bersama gadis macam Syifa akan lebih menghibur dan tidak monoton. Hasil akhirnya bahkan sangat sulit untuk ditebak.

Dirga menghela napas, berpura-pura kecewa sambil menatap Syifa sendu. "Aku minta maaf. Tapi aku tidak bisa menuruti keinginanmu yang itu. Aku tidak bisa memberikan nyawaku!"

Dirga mengungkapkan trik cerdiknya setelah hening melanda selama beberapa detik. Semilir angin senja pun berembus pelan seakan menenangkan ketegangan yang terjadi.

"Begitu?! Lalu aku pun bisa menolak tawaranmu, bukan?!"

Syifa membalas datar. Terlihat sekali bahwa Syifa sedikit pun tidak merasa antusias dengan penawaran dari calon milyuner di depannya.

"Cobalah pikirkan lagi. Aku bisa memberikanmu uang yang banyak," bujuk Dirga mengiming-iming dengan harta.

"Kamu gigih sekali membujukku. Apa kau sebegitu inginnya berkencan denganku? Tapi kenapa?" tanya Syifa mulai tertarik sedikit.

"Apa aku harus menjawabnya?" tanya balik Dirga tersenyum miring. Syifa terdiam tidak mengiyakan maupun menolaknya.

"Bukankah cinta tidak mengenal kata alasan?"

Dirga berjalan mendekat, berniat menyentuh tangan Syifa. Sayangnya kurang gesit dengan Syifa yang langsung mengambil langkah mundur, memperlebar jarak yang tadi sempat menyempit karena ulah Dirga.

Melihatnya Dirga tersenyum kecut. "Jadi bagaimana? Apa aku perlu menjawabnya?"

"Tidak perlu!" tolak Syifa cepat.

"Kenapa?"

"Aku sudah tahu alasannya."

Dirga tersenyum senang. Syifa melanjutkan. "Hanya satu pertanyaan lagi."

"Hm ... Apa itu?" tanya Dirga mengiyakan permintaan Syifa.

"Apa sebenarnya NIAT-mu melakukan ini semua?" tanya Syifa menatap tajam Dirga.

"Niat?" ulang Dirga. Syifa mengangguk.

"Aku tak memiliki alasan seperti itu!" terang Dirga mengedikan bahu tak peduli.

"Aku hanya ingin kamu menjadi milikku. Menghabiskan waktu berdua dengan orang sepertimu. Sepertinya akan menarik." Dirga melempar senyum menggoda.

"Sepertiku?" tanya Syifa menaikan alis, sama sekali tak terpengaruh pesona Dirga. "Sepertiku yang seperti apa?"

"Ya seorang gadis yang menutup seluruh tubuhnya sepertimu. Jarang sekali aku melihatnya. Ya. Aku hanya penasaran saja," balas Dirga membuat tangan Syifa terasa gatal ingin menabok wajah sok tampan itu.

"Jawaban yang bagus. Menarik sekali," sahut Syifa ikut tersenyum. Dan Dirga salah mengartikan senyum itu. Dirga pikir Syifa mulai terbuai akan bujuk rayunya.

Dirga tersenyum penuh kemenangan, "Sepertinya kau mulai tertarik."

"Sangat! Aku jadi penasaran untuk mencobanya. Sepertinya punya cowok tajir asyik juga," jawab Syifa dengan nada antusias hingga membuat senyuman di wajah Dirga kian merekah.

"Ba___"

"___Tapi ...."

Perkataan Dirga langsung terpotong oleh ucapan Syifa yang ternyata belum selesai. Dirga kembali menelan apa yang akan diucapkannya tadi dan menunggu Syifa selesai berbicara.

"Aku tahu bahwa NIAT-mu itu sebenarnya bukan begitu. Benarkan, tuan muda?!" tanya Syifa tersenyum mengejek.

"Hah? Apa maksudmu? Aku tak mengerti!"

Dirga mulai emosi, Syifa benar-benar menguras kesabarannya. Tidak Dirga sangka bahwa pembicaraan ini akan berlarut-larut. Padahal biasanya jika dengan gadis lain hanya perlu waktu semenit saja status mereka sudah berubah menjadi pasangan.

Bukannya menjawab pertanyaan Dirga, Syifa malah menyipitkan mata, mengukir segaris senyum dibalik kain hitamnya.

"Kau tahu, Dirga? Segala sesuatu itu berawal dari niat. Niatan yang baik seharusnya dilakukan dengan cara yang baik bukan? Begitupun sebaliknya," jelas Syifa tersenyum kecil.

Dirga semakin menautkan alis tak mengerti dengan penjelasan Syifa yang terdengar berputar-putar.

"Maksudmu?" tanya Dirga mulai tak sabar.

Ayolah, Dirga hanya menjadikan Syifa kekasih selama beberapa hari saja. Jika sudah bosan, Dirga pasti akan membuangnya sama seperti yang terjadi pada mantan-mantannya yang lain.

Syukur-syukur jika nanti mereka bisa menginap di hotel, berbaring di ranjang, tarik selimut dan ya ... You know lah?

Akan tetapi, sikap Syifa membuat Dirga merasa jauh dari tujuan memiliki gadis berhijab biru itu. Belum apa-apa Syifa sudah mengguruinya.

Mengapa gadis ini malah mempersulit hal yang jelas-jelas sangat mudah?! Dirga sungguh tak mengerti jalan pikiran Syifa.

"Hey, mumpung aku sedang berbaik hati. Mau aku beritahu satu hal?!" tawar Syifa.

"Apa?"

Syifa kembali tersenyum dan menjawab, "aku pernah mendengar hal ini, bahwasanya ....

Dari Amirul Muminin, Abu Hafsh Umar bin Al Khathab Radhiallahu anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:

"Sesungguhnya amal itu hanyalah beserta niat, dan setiap manusia mendapatkan sesuai dengan apa-apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya itu adalah kepada Allah dan RasulNya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang diinginkannya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa-apa yang ia inginkan itu."

(Diriwayatkan oleh Imamul Muhadditsin, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abul Husein Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi)

Selesai Syifa menerangkan salah satu Al-Hadist, keadaan menjadi hening, bahkan suara angin pun seakan segan untuk berembus.

Dirga menatap tepat iris mata Syifa yang juga balik menatapnya.

'Ini akan semakin menarik.'

Bersambung.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh MegaKembar

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku