Gayatri mempercepat langkahnya menuju kediaman Mahesa, sahabatnya. Ia baru saja selesai merevisi tulisannya yang akan ia kirim ke editornya, ketika sebuah pesan masuk dan bunyinya cukup mengkhawatirkan. Sambil setengah berlari, ia meraih ponselnya dan menekan nomor sahabatnya yang ia panggil Mbul itu.
“Angkat dong, Mbul! Nyebelin!” Gayatri kembali menelpon dan malah masuk ke pesan suara. “Yaela!” ia menatap layar ponselnya dengan rasa kecewa. Lagi, ia melanjutkan panggilan ke nomor Mahesa. Ketika akhirnya masih pesan suara yang mewakili sahabatnya tersebut, ia lalu memutuskan meninggalkan pesan. “Mbul, kamu jangan aneh-aneh,ya!”
Semenit kemudian, akhirnya ia berada di depan rumah Mahesa yang berpagar tinggi. Pak satpam yang sudah mengenal baik Gayatri langsung membukakan pintu. “Makasih, Pak.!” Gayatri langsung masuk dan menuju taman di belakang rumah Mahesa, tempat yang selalu ia dan Mahesa gunakan saat sedang galau ataupun sedih.
Gayatri tersenyum lega ketika mendapati Mahesa baik-baik saja. Namun, ia juga jadi kesal karena gara-gara pesan singkat Mahesa, ia jadi harus berlari dari rumahnya ke rumah Mahesa yang beda blok.
“Mbul, mikir dulu kek kalau ngirim pesan!”omel Gayatri. Mahesa menatapnya sekilas lalu kembali asyik dengan pemandangan di depannya. “Apa coba maksud pesan tadi itu? Aya, aku sudah nggak kuat lagi.” Gayatri yang dipanggil Aya oleh Mahesa mengulang bunyi pesan yang dikirimkan sahabatnya itu.
“Aku kira kamu mau bunuh diri pakai racun tikus!” ocehnya, namun Mahesa masih saja diam. Wajahnya diliputi rasa sedih yang teramat dalam. Gayatri jadi trenyuh. Ia lalu duduk di samping Mahesa.
“Ya, udah. Aku senang kamu baik-baik saja. Kamu kenapa?” tanyanya lembut. “Ayo cerita, Mbul!” Gayatri sedikit memaksa.
Mahesa menghela nafas panjang. “Dena jadian sama cowok lain, Ya.” Adu Mahesa. Gayatri terkejut, ia ingin tak mempercayai hal tersebut.
“Serius? Kamu tahu darimana? Jangan nge prank aku ya, Mbul! Aku lagi capek banget, nih.” tanya Gayatri sambil memandangi wajah Mahesa.
“Aku nggak sengaja terbaca chat dia dengan cowok itu. Awalnya Dena nggak mau ngaku, tapi setelah aku desak, dia akhirnya jujur.”tutur Mahesa sedih. “Aku salah apa sih, Aya? Apa aku ini kurang baik sama cewek? Ini sudah yang ke sekian kalinya aku dikhianati. Padahal aku sudah beli cincin tunangan untuknya. Kamu tahu kan cincin yang waktu itu aku bilang harus di pesan dulu?” curhatnya dan Gayatri mengangguk mengiyakan. “Aku bela-belain nabung buat beliin dia cincin yang paling spesial.” tambah Mahesa sambil menahan kesal.
Hening.
Gayatri bingung mau berkata apa, namun ia dapat merasakan kesedihan sahabatnya itu.
“Mbul, kamu tuh baik. Cowok yang paling baik yang pernah aku kenal. Belum jodoh aja sama Dena. Kan, cewek nggak cuma si Dena aja, Mbul.” Hibur Gayatri.
“Sumpah, sakit banget!” Mahesa mengepalkan tangannya menahan sakit akibat diduakan.
“Iya Mbul, aku tahu kok rasanya. “ujar Gayatri. Gayatri lalu memijat mijat kakinya yang pegal karena berlarian menuju rumah Mahesa.
“Kaki kamu kenapa?”tanya Mahesa, mulai teralihkan dari rasa sedihnya.
“Dibilang pegal iya, sakit juga iya.” jawab Gayatri sembari angannya masih aktif memijat.
“Kamu ngapain tadi? Jogging tanpa pemanasan?” tebak Mahesa.
“Jogging apaan siang bolong gini? Aku tadi tuh lari dari rumah kesini, tahu? Aku panik gara-gara kamu ngirim pesan aneh bin ajaib itu.”celoteh Gayatri.
“Aya,” kali ini Mahesa menatap Gayatri dengan tatapan kesal.
“Apa, Mbul?” balas Gayatri sewot.
“Kamu ngapain kesini lari? Kan ada motor. Memangnya motormu lagi di pinjam?” tanya Mahesa heran.
Gayatri terkesiap. Ia lalu menjitak kepalanya sendiri. “Astagfirulohalazim. Iya ya, aku kan punya motor. Kenapa tadi aku lari kesini?” ia balas bertanya kepada Mahesa.
“Ya, mana ku tahu!” balas Mahesa tak kalah sewot, namun kali ini satu sungingan senyum telah terukir di bibirnya.
/0/5445/coverorgin.jpg?v=3b91375ed64683a2f0276b7e82376696&imageMogr2/format/webp)
/0/15844/coverorgin.jpg?v=ede7afdc726eadb99be3f2f42b9a149c&imageMogr2/format/webp)
/0/4193/coverorgin.jpg?v=7015db8782cda68d196a0c4fe63039f5&imageMogr2/format/webp)
/0/15645/coverorgin.jpg?v=35abdd21b43ce3058adadebd8356b102&imageMogr2/format/webp)
/0/3564/coverorgin.jpg?v=91a4d1f077ecb7b4ce88e29b82bcd911&imageMogr2/format/webp)
/0/15003/coverorgin.jpg?v=68e2d087ac0c7c7bf21296162acddd50&imageMogr2/format/webp)
/0/16428/coverorgin.jpg?v=3d8410225546bfa5035f1dc4b89f685f&imageMogr2/format/webp)
/0/10770/coverorgin.jpg?v=143999bee5a72468bd4e014e47a473dc&imageMogr2/format/webp)
/0/22116/coverorgin.jpg?v=c171a2d5a5040b57a66d20cb514b2934&imageMogr2/format/webp)
/0/19038/coverorgin.jpg?v=bc8737a1657af9debfad6717df8020f0&imageMogr2/format/webp)
/0/3490/coverorgin.jpg?v=b5edca869de86ef256eadbf2aab416b7&imageMogr2/format/webp)
/0/24620/coverorgin.jpg?v=725947fa3b097626db0d0373481740c4&imageMogr2/format/webp)
/0/29640/coverorgin.jpg?v=04a85618c17bd8334be9470f43906970&imageMogr2/format/webp)
/0/18368/coverorgin.jpg?v=df47c9fe93d00c55f5aae619ea9a65fc&imageMogr2/format/webp)
/0/10848/coverorgin.jpg?v=98a91639143505f1594234d6b5dca13d&imageMogr2/format/webp)
/0/9219/coverorgin.jpg?v=3df5999817e24e4f39e60775b44a1d05&imageMogr2/format/webp)
/0/13057/coverorgin.jpg?v=8798b677d1ec431ced455192172bd10d&imageMogr2/format/webp)