/0/24661/coverorgin.jpg?v=629f8f88baba399a125ab8ef389ce989&imageMogr2/format/webp)
Isabelle Greystone berlari menuju perbatasan. Ia harus segera sampai di sana. Ia tidak punya pilihan, semua ini salahnya. Ia mengutuk dirinya sendiri karena telah berbohong hari itu. Ia sudah melanggar aturan dan menjadi penyebab perang mematikan antara dua klan vampir yang kejam.
Napasnya memburu saat mencium aroma kakaknya di udara. Ia sudah dekat. Tapi, nyawanya seperti merosot keluar dari tubuhnya ketika ia mencium aroma lain, dia juga ada di sana.
Akhirnya, pria itu akan tahu siapa dirinya. Sial, kenapa dulu dirinya harus berbohong?
Bukan berarti Isabelle menyesalinya. Ia telah menemukan cinta sejatinya, belahan jiwanya. Tapi semua ini seharusnya tidak terjadi. Ia seharusnya tidak jatuh cinta pada musuh. Sekarang, ia harus memilih. Antara keluarganya dan cintanya. Belahan jiwanya. Mate nya.
Isabelle berbelok tajam, hampir kehilangan keseimbangan saat melihat mereka, kekasihnya dan saudaranya. Keduanya saling menggeram dalam wujud vampir mereka.
"Berani sekali kau menyentuh adikku?" geram kakak tirinya, Kevin. "Berani sekali kau berpikir bisa memilikinya? Aku akan mencabik-cabikmu sampai tak bersisa! Kau akan mati! Mati! Aku bersumpah!"
"Apa yang kau bicarakan? Aku lebih baik mati tenggelam dalam kolam Lumora daripada menyentuh wanita murahan dari klanmu," balas River, terkejut sekaligus muak dengan tuduhan itu.
"Jangan pura-pura tidak tahu apa yang ku maksud!" geram Kevin, tetap dalam posisi siap menyerang. "Kali ini kau sudah melampaui batas. Aku tidak akan memaafkanmu. Aku akan mencabikmu hingga tak bersisa. Keluarga adalah batas yang tak boleh kau langgar!"
Kakak-kakak Isabelle yang lain mendukung pernyataan kakak tertua mereka, menggeram marah ke arah kekasihnya.
"Seperti yang sudah kukatakan," River memulai, napasnya berat. Rambut pirangnya yang basah menempel di keningnya yang berkilau.
"Aku sama sekali tidak tahu omong kosong apa yang kau bicarakan. Tapi kalau kau berani menginjakkan kaki di wilayahku, aku sendiri yang akan menghajarmu. Persetan dengan perjanjian."
River menyelipkan tangannya ke dalam jaket kulitnya, menggeram kesal saat berbalik. Ia sudah muak berbicara dengan vampir Dravein yang arogan itu. Kevin hanya mengganggunya, sementara ada hal lain yang lebih penting di pikirannya. Tapi sebelum pergi, ia berhenti sejenak, menatap vampir Dravein itu.
"Oh, dan satu hal lagi, sebenarnya aku sudah punya mate ku sendiri."
Kata-katanya tampaknya tidak berpengaruh sedikit pun pada Kevin. River tahu ia harus memperjelas maksudnya agar bisa menembus kepala batu pemimpin Dravein yang keras kepala dan menjijikkan itu.
"Wanita dari klanmu bahkan tidak selevel dengan River Blackwood," ujarnya dengan seringai licik.
Namun, ekspresi wajah Kevin tetap datar, tak tergoyahkan. River ingin memastikan dirinya keluar sebagai pemenang dalam pertukaran ini, dengan kata-kata terakhir yang menusuk.
Ia melangkah lebih dekat ke lawannya, senyum masih melekat di wajahnya.
"Tapi kalau adikmu masih menginginkan kesenangan, suruh saja dia datang. Aku yakin ada seseorang dari klan ku yang bersedia menunjukkan padanya seperti apa rasanya bersama pria sejati."
Isabelle nyaris menggeram sebagai respons. River memang punya kebiasaan buruk mengeluarkan ejekan pada orang yang salah di waktu yang salah. Kevin menggeram marah dan hampir melancarkan serangan ketika Isabelle berteriak,
"Berhenti!"
Semua mata langsung tertuju padanya. Mata River melebar saat melihatnya berdiri di sana. Wajahnya mencerminkan keterkejutan dan kengerian mendalam karena menemukan Isabelle berada di wilayah musuh.
Isabelle tahu persis apa yang ada di benak mate nya itu. Vampir pria sangat protektif terhadap pasangannya, mereka bisa mencabik siapa pun yang berani menatap pasangan mereka dengan cara yang salah. Berdiri di wilayah musuh berarti hukuman mati seketika di tangan klan rival.
Namun, yang kekasihnya tidak tahu adalah bahwa Isabelle juga bagian dari wilayah ini. Dia tidak tahu bahwa ia adalah adik tiri Kevin Greystone-musuh terbesarnya.
"Isabelle," River mengembuskan napas, suaranya dipenuhi ketakutan. Dia tahu Kevin bisa saja melukai pasangannya kapan saja.
Kevin berbalik menghadapnya, matanya merah menyala karena amarah.
"Isabelle! Bukankah sudah kubilang untuk tetap di rumah? Apa yang kau lakukan di sini?"
/0/23510/coverorgin.jpg?v=5edef706926659f99d3ed836d274efb0&imageMogr2/format/webp)
/0/6257/coverorgin.jpg?v=3b7b407dbda72bf48056115c9971ec78&imageMogr2/format/webp)
/0/3483/coverorgin.jpg?v=a4145294651a9b58b82e784f8996b1b1&imageMogr2/format/webp)
/0/3272/coverorgin.jpg?v=08468a21c0b5f1dd7299039659a6d360&imageMogr2/format/webp)
/0/23723/coverorgin.jpg?v=464023131ef63f7e4423296e448da571&imageMogr2/format/webp)
/0/28803/coverorgin.jpg?v=cab87dccf8c2ff24e3c01ccd2cd8fe1c&imageMogr2/format/webp)
/0/19941/coverorgin.jpg?v=66dd937413c31dce02d326289546be7f&imageMogr2/format/webp)
/0/21574/coverorgin.jpg?v=260e08441a1198d9cd3c993822272973&imageMogr2/format/webp)
/0/4194/coverorgin.jpg?v=e441912389ddbcbe208d5e9cd85c93f6&imageMogr2/format/webp)
/0/8081/coverorgin.jpg?v=65a4e1417a8c0bbadf2c2c66896ae835&imageMogr2/format/webp)
/0/6550/coverorgin.jpg?v=5b41ac97be06e1881ac068e4fdb1cdc7&imageMogr2/format/webp)
/0/15642/coverorgin.jpg?v=bae564930038a01bde1690b66bd7477b&imageMogr2/format/webp)
/0/15602/coverorgin.jpg?v=303f28642fd8a2b1177aa9e018a287ac&imageMogr2/format/webp)
/0/29791/coverorgin.jpg?v=c8f87fc91d6ffdd05b2ae06e30edaecd&imageMogr2/format/webp)
/0/18477/coverorgin.jpg?v=3e707290841695476a905ce42d581a9a&imageMogr2/format/webp)
/0/6406/coverorgin.jpg?v=b75ff7c4e9196973128307b99b1bcee4&imageMogr2/format/webp)
/0/21434/coverorgin.jpg?v=28d31df4bc3e5e1d841f634ef2a20bdb&imageMogr2/format/webp)
/0/6522/coverorgin.jpg?v=9f9b37ee7803233a9b20afcf7c897e59&imageMogr2/format/webp)