Namira hancur saat mengetahui suaminya yang seorang kapten ternyata sudah memiliki istri sah. Dia tidak menyangka pernikahan yang masih seumur jagung itu menjadi malapetaka bagi kehidupannya. Alena, istri sah Jacob tidak terima dengan kehadiran Namira. Bagaimanakah kisah rumah tangga Namira setelah ini?
Dor! Dor! Dor!
Suara tembakan bergema. Di perbatasan A telah terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh orang-orang yang ingin merusak stabilitas keamanan negara. Jacob bersama para prajurit yang lainnya berjuang untuk mempertahankan milik negara.
Dor!
Satu tembakan mengenai lengannya.
"Sial!" umpat Jacob sembari terus menembaki para perusuh.
"Bagaimana ini Pak?" Tanya seorang prajurit padanya.
"Tetap waspada dan fokus!'' tegas Jacob.
Dor! Dor! Barrr!!!!
"Aaaaa!''
Suara teriakan dari para prajurit yang terkena ranjau yang di pasang oleh musuh. Banyak para prajurit yang telah gugur di pertempuran. Jacob juga tidak bisa menahan rasa sakitnya hingga ia terus berlari untuk menyelamatkan diri. Dia dan beberapa para prajurit yang masih tersisa pun terpisah.
Jacob terus berlari menelusuri pepohonan, hutan di kegelapan malam. Setelah jauh berlari, dia melihat ada rumah di tepian sungai. Sekuat tenaga Jacob tetap berusaha agar bisa meminta tolong pada penghuni rumah itu.
Rumah yang sederhana, dan berjarak beberapa meter dari pemukiman ramai. Di tepian sungai yang indah dan suasana yang sejuk hanya terdapat beberapa rumah saja.
Tok! Tok! Tok!
Jacob menggedor-gedor pintu untuk meminta bantuan. Seorang gadis dan neneknya yang tinggal di rumah sederhana itu yang tertidur lelap tidak mendengar gedoran pintu yang begitu keras.
Waktu menunjukkan hampir pukul 5 subuh. Jacob merasa kedinginan, tubuhnya terasa lemas dan tidak berdaya. Pria yang terluka bersimbah darah itu pun tak kuasa menahan sakit. Kepalanya mulai pusing, sepasang matanya berkunang-kunang melihat dunia ini seperti berputar-putar .
Bruk!
Jacob pun terjatuh di depan rumah sederhana itu dan tidak sadarkan diri.
Suara adzan subuh terdengar berkumandang merdu. Namira bangun dari tidurnya untuk memasak dan membangunkan neneknya untuk sholat subuh. Mereka terbiasa mengambil air jernih dari pegunungan yang mengalir sampai ke depan rumah mereka dan di tampung dengan ember berukuran sedang di sana.
"Nek, tadi malam lupa memasukkan ember. Airnya pasti sudah penuh," ucap Namira pada neneknya.
"Iya, nenek sholat dulu. Pasti airnya sudah penuh itu."
Neneknya Namira pun memberikan satu ember kosong lagi untuk diisi.
"Kamu angkat ya dan ini Kamu isi lagi," timpal nenek Namira.
Namira keluar dengan membawa ember kosong di tangannya. Dia membuka engsel pintu yang di kunci dari dalam.
Tiba-tiba saja Namira terkejut melihat sosok pria yang terkulai lemah di depan gubuknya.
"Aaaa!''
Namira berteriak, kaget. Bola matanya ynag indah membelalak sempurna.
Neneknya yang sudah bersiap-siap untuk sholat bergegas menghampiri cucunya.
"Ada apa Namira? Kok kamu teriak?''
Sepasang mata indah berwarna hazel Namira terbelalak menatap pria asing yang tertidur di depan rumahnya. Neneknya Namira juga ikut terkejut melihat pria asing yang berpakaian seragam kemiliteran itu.
Wanita tua bergegas menghampiri pria yang tidak mereka kenali itu. Dia berusaha untuk membangunkan Jacob dari pingsannya.
"Nak...Nak...bangun."
Neneknya Namira menepuk-nepuk lengannya Jacob tapi tetap saja ia tidak sadarkan diri.
"Sepertinya dia terluka Nduk...ayo kita bawa masuk saja,''ujar Bu Sinta, neneknya Namira.
Mereka berdua pun membopong Jacob dengan berjalan menuju ranjang yang jarang di pakai karena tempatnya berada di kamar tamu. Meskipun rumah itu sederhana tapi memiliki 2 kamar. Namira tidak mau tidur sendiri di kamarnya lebih memilih tidur bersama neneknya. Sehingga kamar yang satunya kosong.
Agak berat sih membawa pria dengan tubuh kekar sementara mereka hanya 2 wanita. Namun, Jacob berhasil di baringkan di ranjang itu.
Bu Sinta mengambil air lalu memercik-mercikkan ke wajah Jacob agar pria itu sadarkan diri. Namun, usahanya itu tidak berhasil.
"Sepertinya dia terluka parah," ucap Bu Sinta.
"Iya Nek, ini tangannya terluka dan darahnya masih mengalir terus keluar."
"Nenek sholat dulu, baru nenek obati dia. Kamu ambilkan ramuan obat yang biasa nenek pakai," utas Bu Sinta pada Namira cucu kesayangannya.
Namira pun mengangguk sembari beranjak dari duduknya untuk mengambil obat ramuan herbal yang biasa neneknya itu gunakan. Dulu neneknya seorang tabib yang mampu mengobati orang-orang yang terluka dengan obat herbal dan tanpa efek samping.
"Kasihan sekali dia..." Lirih Namira di dalam hati. Dia pun bergegas mengambilkan ramuan herbal yang neneknya maksud.
Selesai sholat, Bu Sinta langsung melakukan tugasnya yaitu mengobati pria yang sedang terluka itu. Bajunya juga tampak kotor bercampur lumpur, dedaunan dan juga lainnya.
Bu Sinta menyuruh Namira untuk membuka pakaian atas yang menempel di tubuh Jacob.
"Nggak ah Nek...memangnya nggak bisa yah kalau nggak dibuka bajunya?''
"Ya nggak bisalah Nduk...inikan mau diobati," ucap Bu Sinta. Namira pun akhirnya terpaksa secara perlahan membuka pakaian yang dikenakan oleh prajurit negara itu. Bu Sinta pun mulai mengobati Jacob serta mengeluarkan peluru yang bersarang di lengannya dengan peralatan seadanya.
****
Beberapa jam kemudian, Bu Sinta sudah selesai mengobati luka Jacob. Mereka membiarkan pemuda tampan itu untuk beristirahat sampai ia terbangun sendiri dari tidurnya.
Namira membantu neneknya memasak di dapur, dia juga memasak sup ayam hari ini.
"Sshhhttthhh! Au! Sakit! Shiit!" Mengerang kesakitan.
Jacob sudah terbangun dari pingsannya. Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Sepasang matanya liar menatap ke sekeliling rumah yang lebih mirip gubuk itu. Atap rumah nya terbuat dari jerami. Rumah itu terlihat seperti rumah di pedalaman atau rumah jaman dulu.
"Kamu bawakan sup hangat ini untuk pria itu.''
Neneknya Namira menyuruh cucunya itu untuk mengantarkannya pada Jacob.
"Ini, berikan sup hangat ini agar daya tubuhnya mulai membaik."
"Nek, kita kan nggak kenal sama pria itu, kenapa kita harus merawatnya?''
"Hush! Tidak boleh begitu Nak. Nenek lihat dia pasti dalam kesulitan , dia juga banyak mengalami luka. Sesama manusia kita harus menolong orang yang sedang kesusahan."
Namira pun hanya menurut saja. Dia pun membawa semangkuk SOP ayam untuk diberikan pada pria itu . Saat memasuki pintu kamar, Namira terkejut melihat pasien daruratnya telah bangun dari tidurnya. Begitu juga dengan Jacob.
Keduanya saling bertatapan hingga mata saling beradu dalam keheningan.
"Mas, sudah bangun? Ini ada sup ayam hangat, di makan yah." Meski dalam keadaan takut, gelisah saat mendekat pada pria tak dikenal itu. Hal itu ternyata Jacob perhatikan.
"Terima kasih karena sudah membantuku, maaf sudah merepotkan kalian. Tidak usah takut, aku nggak akan melukaimu..." Lirih Jacob. Suaranya terdengar serak menahan sakit jiwa dan raganya.
Di saat bersamaan Bu Sinta pun datang. Dia melihat pria yang baru saja di tolongnya itu sedang berbicara pada cucunya.
"Siapa kamu Nak...kok bisa terdampar di rumah kami?'' tanya Bu Sinta.
Jacob pun menceritakan kepada mereka kronologi kejadiannya kenapa dia bisa berada di rumah mereka sekarang ini. Bu Sinta pun mengijinkannya untuk tinggal sementara waktu. Lukanya dirawat dan sembuh dulu baru boleh pulang ke rumahnya.
Detik detik pun berlalu, menit pun berlalu, hari berganti hari mereka lalui di ddalam gubuk itu. Namira merawat Jacob dengan sangat baik. Dia juga rutin mengoleskan ramuan herbal pada luka Jacob agar cepat pulih.
"Mas, tahan sedikit yah...aku mau oleskan obat ini ke lukamu agar cepat kering."
Jacob hanya tersenyum.
Namira pun mulai mengoleskan ramuan herbal yang sudah di haluskan itu pada luka bekas tembak dan juga luka lainnya.
Buku lain oleh Rezky kita
Selebihnya