Zara, seorang pewaris muda yang dikenal hanya dari bayang-bayang kekayaan keluarganya, memutuskan menyamar sebagai karyawan biasa di perusahaannya untuk mengetahui kehidupan sehari-hari para karyawannya. Dalam penyamarannya, ia bertemu Arman, seorang manajer ambisius yang memiliki potensi dan sikap dingin. Namun, seiring waktu, Zara mendapati dirinya terjebak di antara dua pilihan: menyelamatkan perusahaan dari ancaman yang muncul dari dalam atau mempertahankan identitas samar yang melindunginya. Apakah Zara mampu menghadapi rahasia yang terungkap di balik layar bisnis ini, atau justru akan menjadi korban dari identitas yang ia sembunyikan?
Zara duduk di meja kecil yang terletak di sudut ruangan kantornya yang baru. Suasana di sekitar penuh dengan kebisingan ketukan keyboard, suara telepon berdering, dan percakapan ringan antar karyawan. Namun, di balik semua itu, pikirannya jauh melayang. Ia mengenakan pakaian yang sederhana, berbeda jauh dengan gaya hidupnya yang biasa. Blus putih, celana panjang hitam, dan sepatu flat yang nyaman-semuanya berusaha menciptakan kesan bahwa ia hanyalah seorang karyawan biasa, bukan seorang pewaris kaya yang memiliki segalanya.
Sejak lama, Zara merasa terkekang oleh bayang-bayang nama besar keluarganya. Semua orang mengenalnya sebagai anak pemilik perusahaan besar, namun sedikit yang mengetahui siapa dirinya sebenarnya-termasuk para karyawan yang bekerja di bawahnya. Ini adalah masalah besar, yang menurutnya sudah waktunya untuk diselesaikan. Ia ingin melihat bagaimana para pekerja di perusahaannya berjuang dan bertahan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Maka, untuk pertama kalinya, Zara memutuskan untuk menyamar.
"Zara, kamu pasti nggak mau datang ke acara makan siang kan?" Tanya Tina, rekan kerja yang baru saja dikenalnya sejak ia mulai bekerja di sana. Suaranya ceria, dan senyumnya tak pernah lepas dari wajahnya.
Zara tersenyum tipis. "Nggak, Tina. Terima kasih, aku lebih suka makan di sini saja," jawabnya pelan.
Tina mengangguk dan pergi dengan langkah cepat, mungkin tidak menyadari bahwa Zara memilih untuk tidak ikut serta karena ia ingin tetap fokus pada identitas barunya. Di satu sisi, ia merasa nyaman dengan kehidupan barunya ini-hidup tanpa sorotan, hidup tanpa perlakuan istimewa yang selalu datang karena statusnya.
Namun, ada ketegangan yang menggelayuti hatinya. Ia tahu, ia harus berhati-hati. Sebagai pewaris, jika identitasnya terungkap, semuanya akan berubah. Perhatian dari para karyawan, manajer, bahkan CEO sementara-Pak Budi-akan langsung tertuju padanya, dan ia tak tahu apakah ia siap untuk itu.
Seperti yang sudah ia duga, tidak lama setelah Tina pergi, Arman muncul. Pria itu tidak menyapa, hanya melirik sekilas pada Zara dengan tatapan dingin yang tajam. Arman Wijaya, manajer yang sudah terkenal dengan ambisinya di perusahaan. Zara tahu betul siapa dia-mungkin lebih dari yang Arman sendiri sadari. Tapi di sini, di tempat yang jauh dari dunia luar, mereka berdua hanyalah dua orang biasa yang terjebak dalam rutinitas kantor.
"Zara, kan? Baru mulai kerja di sini?" Suara Arman tiba-tiba memecah keheningan, membuat Zara mengalihkan pandangannya.
"Ya, saya baru saja bergabung," jawab Zara sambil menyembunyikan ketegangan di dalam hatinya. Ia mencoba untuk terlihat tidak cemas, tetapi ada sesuatu dalam diri Arman yang membuatnya merasa waspada.
Arman melangkah lebih dekat, memandang layar laptop di hadapannya. "Kamu baru di sini, jadi kamu belum tahu banyak tentang bagaimana cara kerja kita di sini. Tapi aku rasa kamu akan cepat beradaptasi," ujarnya dengan nada suara yang lebih rendah, namun tetap terdengar penuh wibawa.
Zara mengangguk dengan ragu, berusaha untuk tidak terlihat terlalu canggung. "Terima kasih, saya berharap begitu."
"Kalau ada yang perlu ditanyakan, jangan ragu untuk menghubungi saya." Arman berkata tanpa menoleh, seperti sudah biasa mengeluarkan kalimat itu kepada setiap orang yang baru bergabung.
Zara hanya tersenyum kecil. Kalimat itu mungkin biasa, tapi Zara tahu bahwa Arman lebih tajam dari yang ia tunjukkan. Sesuatu dalam cara pria itu menatapnya membuatnya merasa tidak nyaman. Seperti ada yang ia perhatikan-sesuatu yang Zara coba sembunyikan.
Setelah Arman pergi, Zara kembali terjebak dalam pikirannya sendiri. Ia tahu bahwa Arman tidak bodoh. Jika ia terus bertahan dalam penyamarannya, ia harus benar-benar berhati-hati. Ada banyak hal yang ia masih harus pelajari tentang perusahaan ini, termasuk hubungan antara karyawan dan manajer yang lebih tinggi. Arman, dengan ambisi besarnya, bisa jadi merupakan ancaman besar bagi dirinya.
Hari-hari berikutnya berlalu begitu saja. Zara berusaha untuk beradaptasi dengan pekerjaan barunya, mengerjakan tugas-tugas ringan yang diberikan kepadanya. Ia bekerja dengan tekun, berusaha menutupi identitas aslinya, namun setiap hari ia semakin merasa terperangkap. Arman semakin sering mengawasi gerak-geriknya. Sesekali, ia menangkap pandangan tajam Arman yang tampaknya menilai dirinya dari berbagai sisi.
Tina, sahabat baru Zara, terus menawarkan dukungannya. Namun, meskipun Zara tahu Tina baik, ia tidak bisa membiarkan siapapun mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Mungkin, hanya Arman yang mulai merasakan ada yang tidak beres.
Pagi itu, Zara sedang duduk di meja kerjanya, mengetik laporan yang diberikan kepadanya oleh Arman. Suasana kantor tidak berbeda jauh dengan biasanya, namun di dalam hati Zara, ada perasaan cemas yang menggelora. Laporan ini, yang seharusnya sederhana, kini terasa sangat berat. Ia tidak tahu mengapa, tetapi semua ini terasa semakin menegangkan.
Tanpa diduga, Arman muncul di belakangnya, berdiri tanpa suara, seolah sudah terbiasa dengan ruang di sekitar Zara. "Zara," panggilnya datar.
Zara langsung menoleh, mencoba menyembunyikan ketegangan yang mulai menguasai dirinya. "Ya, Arman?"
Arman memandangnya dengan seksama, seperti sedang menilai. "Ada yang aneh dengan laporan ini. Apa kamu yakin ini benar-benar data yang akurat?"
Zara merasa tubuhnya sedikit tegang. Ia tahu, Arman sedang memeriksa setiap detail dengan ketelitian luar biasa. "Saya sudah pastikan semuanya, Arman. Itu data yang benar," jawab Zara, mencoba menjaga ketenangannya.
Arman masih diam sejenak, kemudian berjalan ke arah mejanya, tidak berkata apapun lebih lanjut. Namun, Zara tahu bahwa sesuatu sedang berubah di antara mereka. Arman tidak puas, dan ia merasakan bahwa Arman mulai curiga. Ini lebih dari sekadar pekerjaan. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi di perusahaan ini, dan Zara mulai merasa semakin terperangkap dalam permainan yang tidak bisa ia kendalikan.
Di sisi lain, Rahmat, karyawan senior yang cukup lama bekerja di perusahaan, mulai memperhatikannya juga. Ia bukan orang yang mudah dibohongi. Dengan pengalaman yang panjang, ia sering melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan mudah oleh orang-orang baru di perusahaan, termasuk Zara.
Satu malam, setelah jam kerja selesai, Zara sedang duduk di ruang istirahat, mencoba menenangkan pikirannya. Rahmat tiba-tiba masuk, duduk di sebelahnya dengan santai, namun tatapan matanya penuh dengan curiga.
"Zara," kata Rahmat pelan, "kamu benar-benar baru di sini, kan?"
Zara menatap Rahmat dengan cermat, mencoba membaca niatnya. "Ya, benar. Kenapa?"
Rahmat tersenyum tipis. "Jangan terlalu percaya sama yang tampak di luar, Zara. Semua orang punya rahasia."
Zara mengerutkan kening. "Maksudmu?"
Rahmat mengangkat bahu, tetap tersenyum dengan misterius. "Hati-hati saja. Ada permainan besar di dalam perusahaan ini, dan tidak semua orang yang kamu lihat di sini bisa dipercaya."
Zara terdiam. Kata-kata Rahmat menyisakan banyak tanda tanya di kepalanya. Siapa yang bisa ia percayai di sini? Bagaimana jika semuanya memang lebih rumit daripada yang ia duga?
Seketika, suara pintu terbuka dan Pak Budi masuk dengan senyuman yang sangat ramah. Namun, dalam hatinya, Zara merasa ada sesuatu yang tidak beres. Pak Budi selalu terlihat sangat baik, tetapi ada aura ambisi yang tak terlihat di balik senyumannya.
Pak Budi mendekat. "Zara, sudah lama kamu di sini? Sepertinya kamu mulai nyaman, ya?"
Zara tersenyum kecil. "Ya, Pak. Terima kasih sudah memberi kesempatan."
Namun, di dalam hati Zara, ada perasaan yang semakin kuat bahwa ia harus segera mengambil langkah lebih hati-hati. Tidak hanya untuk menyamar, tetapi juga untuk mengungkap rahasia-rahasia yang tersembunyi di balik layar bisnis ini.
Dan saat Pak Budi berbalik pergi, Zara merasa bahwa hari itu, keputusan besar sedang menunggu di hadapannya. Namun ia tidak tahu, apakah ia siap untuk menghadapi semuanya-termasuk kebenaran yang mungkin akan menghancurkan dirinya.
Bab 1 Penyamarannya Dimulai
11/12/2024
Bab 2 Arman dan Keputusan yang Diperjuangkan
11/12/2024
Bab 3 Rahmat Menyadari Ada yang Tidak Beres
11/12/2024
Bab 4 Pak Budi Meningkatkan Tekanan
11/12/2024
Bab 5 Arman Menjadi Curiga
11/12/2024
Bab 6 Kebenaran Tentang Pak Budi Terungkap
12/12/2024
Bab 7 Tina Membantu Mengungkapkan Fakta
12/12/2024
Bab 8 Arman Mencurigai Zara
12/12/2024
Bab 9 Perang Internal di Perusahaan
12/12/2024
Bab 10 Puncak Konflik dan Pilihan Akhir Zara
12/12/2024
Bab 11 Keterbukaan yang Menyakitkan
12/12/2024
Bab 12 Pak Budi Memperlihatkan Wajah Aslinya
13/12/2024
Bab 13 Arman Mengambil Keputusan
13/12/2024
Bab 14 Tina, Sahabat yang Tersakiti
13/12/2024
Bab 15 Menghadapi Konfrontasi Besar
13/12/2024
Bab 16 Krisis Internal
13/12/2024
Bab 17 Aliansi Tak Terduga
13/12/2024
Bab 18 Pengkhianatan dalam Organisasi
13/12/2024
Bab 19 Konfrontasi Terakhir
13/12/2024
Bab 20 Pilihan Zara dan Masa Depan Perusahaan
13/12/2024
Bab 21 Perubahan
14/12/2024
Bab 22 Penentangan dari Dalam
15/12/2024
Bab 23 Munculnya Ancaman Eksternal
15/12/2024
Bab 24 Krisis Karyawan dan Perselisihan
15/12/2024
Bab 25 Rahasia Baru Terungkap
15/12/2024
Bab 26 Penculikan dan Ancaman Nyawa
15/12/2024
Bab 27 Pengorbanan Besar
15/12/2024
Bab 28 Duel Terakhir
15/12/2024
Bab 29 Jalan Baru
15/12/2024
Bab 30 Menghadapi Masa Depan
15/12/2024
Buku lain oleh Moon Sunrise
Selebihnya