Mafia Koplak: Kekacauan Cinta Antara Don Arkhan dan Si Bebeb Gila

Mafia Koplak: Kekacauan Cinta Antara Don Arkhan dan Si Bebeb Gila

Moon Sunrise

5.0
Komentar
1.3K
Penayangan
20
Bab

Don Arkhan. Nama yang ditakuti di dunia bawah tanah. Ia dingin, tegas, dan tak pernah membiarkan emosinya menguasai keputusan. Tapi semuanya berubah sejak pernikahannya dengan Yara, seorang gadis koplak yang membuatnya sering memijat kening karena tingkah konyolnya. Yara adalah paket lengkap kekacauan: manja, kocak, naif, dan selalu punya cara aneh untuk menyelesaikan masalah. Meskipun terlihat polos dan ceria, ia menyimpan luka mendalam dari masa lalunya yang kelam. Trauma itu membuatnya sering kabur saat Don Arkhan mencoba mendekatinya secara lebih intim. Bagaimana Don Arkhan, yang terkenal dengan aura mengintimidasi, bisa meluluhkan hati Yara dan membantu menyembuhkan lukanya? Di tengah konflik dengan rival Mafia dan drama internal organisasi, cinta mereka tumbuh dengan cara yang absurd tapi menghangatkan hati. Siap-siap tertawa, menangis, dan dibuat baper oleh kisah ini!

Bab 1 Pertemuan Tak Masuk Akal

Suasana malam itu di sebuah ballroom mewah di Jakarta dipenuhi dengan kerlap-kerlip lampu kristal dan suara gelas saling berdenting. Acara amal yang diadakan oleh para sosialita ibu kota sedang berlangsung meriah. Para tamu berdandan megah dengan gaun mahal dan jas elegan, saling melempar senyum palsu sambil bertukar basa-basi. Namun di tengah kemewahan itu, seorang wanita muda bergaun merah terang dengan motif polkadot besar tampak sibuk mondar-mandir, wajahnya mencerminkan kebingungan.

Yara Avanindra, sang "bebeb koplak", jelas terlihat tak cocok dengan suasana formal ini. Dengan poni rambut yang sedikit mencuat karena salah pakai hairspray, ia tampak seperti anak ayam tersesat di kandang elang.

"Mana sih itu amplop donasi?! Kok tiba-tiba hilang gitu aja!" gumam Yara sambil menggigit kukunya. Ia baru saja ditugaskan oleh panitia untuk mengawasi amplop donasi berisi uang puluhan juta, tapi entah bagaimana, amplop itu menghilang dari meja tempat ia meletakkannya tadi.

Yara menatap sekeliling dengan gelisah. Ballroom yang luas itu penuh dengan tamu, dan semuanya tampak sibuk berbincang atau berdansa. Tidak ada yang mencurigakan. Namun, matanya tiba-tiba terpaku pada seorang pria di sudut ruangan. Pria itu mengenakan jas hitam sempurna yang membungkus tubuh atletisnya, wajahnya tajam dengan rahang tegas, dan sorot matanya dingin seperti es. Ia sedang berdiri sendirian dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, terlihat seperti tidak terlalu menikmati acara ini.

"Ah! Jangan-jangan dia malingnya!" pikir Yara. Logika sederhana ala Yara langsung menghubungkan ekspresi pria itu yang tampak "mencurigakan" dengan hilangnya amplop donasi.

Tanpa berpikir panjang, Yara meraih tas kecilnya dan berjalan dengan penuh keyakinan ke arah pria itu. Langkahnya cepat dan penuh semangat, meskipun sebenarnya hatinya berdebar-debar. Ia tidak tahu siapa pria itu, tapi yang jelas, ia harus mendapatkan amplop itu kembali.

♡ ♡ ♡

Don Arkhan, pemimpin mafia paling ditakuti di Indonesia, berdiri di sudut ruangan sambil menatap bosan ke arah keramaian. Ia sebenarnya tidak ingin hadir di acara ini, tapi Rendra, tangan kanannya, bersikeras bahwa kehadiran mereka penting untuk menjaga citra organisasi. Lagipula, acara seperti ini adalah tempat yang sempurna untuk membangun koneksi dengan para "penguasa" di permukaan.

Namun, malamnya yang tenang mendadak terganggu oleh sosok wanita yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Wanita itu berdiri dengan tangan berkacak pinggang, wajah penuh percaya diri, meskipun ada sedikit gugup di matanya.

"Hei, Mas Maling!" seru Yara dengan suara yang sedikit gemetar, tapi nada menuduhnya jelas.

Don Arkhan mengangkat alisnya, sedikit bingung. Ia tidak percaya ada seseorang yang cukup nekat untuk memanggilnya "maling" di depan umum.

"Maaf?" jawab Arkhan singkat, suaranya rendah dan penuh wibawa. Sorot matanya yang dingin membuat Yara sedikit mundur, tapi ia mencoba menguatkan diri.

"Jangan pura-pura nggak tahu, ya! Saya tahu kamu nyuri amplop donasi! Cepat balikin, deh, sebelum saya lapor ke panitia!" Yara menunjuk wajah Arkhan dengan jari telunjuknya. Gaya bicaranya penuh semangat, meskipun tubuhnya sedikit gemetar.

Arkhan menatap wanita di depannya dengan ekspresi datar. Ia mencoba mencerna situasi ini. Siapa wanita ini? Dan kenapa ia berani menuduhnya mencuri?

"Amplop donasi?" tanya Arkhan dengan nada datar, suaranya nyaris seperti bisikan. Ekspresinya tetap tenang, tapi ada sedikit kerutan di dahinya.

"Iya! Amplop donasi! Jangan pura-pura bego, Mas! Saya lihat kamu berdiri di dekat meja waktu amplop itu hilang!" balas Yara, nadanya semakin tinggi. Ia merasa bahwa pria di depannya ini terlalu santai, bahkan setelah ia menuduhnya.

Dalam hati, Arkhan merasa terhibur. Sudah lama sejak ada seseorang yang berani berbicara kepadanya dengan nada seperti ini. Biasanya, orang-orang langsung gemetar di hadapannya. Tapi wanita ini? Ia seperti tidak takut mati.

"Saya rasa kamu salah orang, Nona," jawab Arkhan akhirnya, suaranya tetap tenang. Ia melirih sedikit, seolah mencoba menahan tawa. "Saya tidak mencuri apa pun."

"Tapi... tapi muka kamu tuh kayak... ya, kayak maling!" Yara tergagap, tapi tetap mencoba mempertahankan posisinya. Dalam hati, ia mulai ragu. Pria ini memang terlihat mencurigakan, tapi ia tidak punya bukti apa-apa.

Rendra, yang sejak tadi berdiri tidak jauh dari Arkhan, akhirnya melangkah mendekat. Ia tidak bisa menahan senyum melihat situasi ini. "Bos, kayaknya kita baru ketemu orang paling berani di acara ini," gumamnya sambil melirik Yara.

Arkhan hanya menghela napas. "Sudah cukup. Aku tidak punya waktu untuk omong kosong ini."

Yara menggigit bibirnya, merasa malu tapi juga tidak ingin menyerah begitu saja. "Oke, kalau kamu nggak mau ngaku, saya panggil panitia, ya! Biar mereka yang urus!"

Arkhan menatapnya tajam. "Coba saja. Tapi aku jamin, kamu akan menyesal."

Nada suaranya yang rendah dan dingin membuat Yara merinding. Tapi sebelum ia bisa membalas, seorang petugas keamanan tiba-tiba mendekat.

"Maaf, Nona Yara. Amplop donasinya sudah ditemukan. Ternyata jatuh di bawah meja," kata petugas itu sambil menyerahkan amplop tersebut.

Wajah Yara langsung memerah. Ia menoleh ke arah Arkhan dengan canggung. "Oh... jadi nggak hilang?"

Arkhan hanya menatapnya tanpa ekspresi, tapi ada sedikit senyum di sudut bibirnya.

♡ ♡ ♡

Setelah kejadian itu, Yara mencoba menghindari Arkhan selama sisa acara. Ia merasa malu luar biasa atas tuduhannya tadi. Tapi, entah kenapa, pria itu selalu muncul di mana pun ia berada. Ketika ia pergi ke meja makanan, Arkhan ada di sana. Ketika ia berdiri di dekat panggung, Arkhan berdiri tidak jauh darinya.

"Apa dia ngikutin aku?" gumam Yara pelan sambil melirik ke arah Arkhan, yang tampak berbicara dengan beberapa tamu.

Namun, pikirannya segera teralihkan ketika panitia menghampirinya untuk memberikan tugas baru. Ia diminta untuk membagikan kupon hadiah kepada para tamu. Tugas ini cukup sederhana, tapi bagi Yara, apa pun bisa menjadi rumit.

Sambil membawa setumpuk kupon, Yara mulai membagikannya kepada para tamu. Namun, karena terlalu fokus, ia tidak melihat ke arah kakinya dan akhirnya tersandung kabel yang melintang di lantai. Tubuhnya terhuyung ke depan, dan sebelum ia menyadarinya, ia sudah menabrak seseorang.

Braak!

Kupon-kupon di tangannya beterbangan ke udara, dan tubuhnya jatuh tepat ke dada seseorang. Ketika ia mendongak, ia melihat wajah Arkhan yang dingin menatapnya.

"Masya Allah, Mas! Kenapa sih selalu ada di mana-mana?! Kamu ngikutin aku, ya?!" seru Yara dengan nada panik.

Arkhan mendesah pelan. "Kamu yang nabrak aku, Nona. Lagi pula, aku tidak punya waktu untuk mengikuti orang sepertimu."

Yara mengerutkan dahi. "Orang sepertiku? Maksud kamu apa? Jangan-jangan kamu masih dendam karena aku tuduh maling tadi, ya? Dengar ya, aku udah minta maaf dalam hati, kok!"

Rendra, yang berdiri tidak jauh, tertawa kecil mendengar percakapan mereka. "Bos, kayaknya kamu baru nemu lawan yang cocok," gumamnya pelan.

Arkhan hanya menggelengkan kepala. Ia tidak tahu apa yang membuatnya tetap sabar menghadapi wanita ini, tapi ada sesuatu tentang Yara yang membuatnya sulit untuk mengabaikannya begitu saja.

♡ ♡ ♡

Malam itu, setelah acara selesai, Yara merasa lega bisa keluar dari ballroom tanpa harus bertemu Arkhan lagi. Namun, ketika ia sedang berjalan menuju parkiran, sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Kaca jendela mobil itu turun, dan wajah Arkhan muncul dari baliknya.

"Masuk," kata Arkhan singkat.

Yara tertegun. "Hah? Masuk ke mana? Aku nggak pesan taksi online, deh."

Arkhan menatapnya tajam. "Aku tidak suka mengulangi perintah dua kali. Masuk sekarang, atau aku yang menarikmu masuk."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Moon Sunrise

Selebihnya

Buku serupa

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku