Wanita Dambaan Sang Bilionaire

Wanita Dambaan Sang Bilionaire

Strrose

5.0
Komentar
Penayangan
43
Bab

Caid Walton, seorang pria berusia 26 tahun itu sering dijuluki sebagai Lady-Killer. Parasnya sangat sempurna dan dia memiliki segalanya, wajah yang sangat tampan, kekayaan bahkan kekuasaan namun sayang, Tuhan menghilangkan satu hal yaitu sifatnya. Ada banyak rumor tentangnya yang merupakan seorang pemain. Katanya menjadi wanita Caid Walton hanya bisa terjadi paling lama hanya 3 bulan. Katanya tidak pernah ada wanita yang mampu bertahan dari pesona Caid dan katanya lagi Relova Luvena adalah satu-satunya wanita yang bisa membantah semua rumor itu.... Bagaimana bisa? Karena setelah 3 bulan, bukan Caid yang membuang Lova melainkan Lova yang membuang sebagian dari kewarasan Caid.

Bab 1 Relova Luvena

Deep House Bar and Cassino Club, Chicago, US, 01.10 AM

Bunyi dentuman musik terdengar dengan nyaring disertai seruan orang-orang yang berada di lantai dansa. Seorang wanita cantik dengan cocktail dress pendek berwarna merah berkilau itu melangkah dengan percaya diri. Membuat orang-orang yang berada di depannya otomatis menyingkir, membuka jalan bagi sosok wanita yang menjadi primadona para pria di tempat itu.

Relova Luvena, wanita cantik yang menjadi perhatian semua pria ditempat itu kini berjalan menuju seorang wanita lain dengan mini dress berwarna hitam yang duduk di depan sebuah meja bar. Tangan wanita itu memutar gelas bening berisi cairan berwarna merah keunguan.

"Kamu terlambat" Ucap Emily, wanita yang mengenakan mini dress hitam dan duduk di depan meja bar itu adalah Emily Yonsen, sahabat seorang Relova Luvena.

"Bukannya bintang memang selalu muncul belakangan" Seru Lova membuat Emily mendengus keras, dia meneguk minuman beralkohol itu sambil menatap Lova dengan tatapan menilai

"Ngomong-ngomong, kenapa merah? Kau sengaja ingin membuat para lelaki di sini bertekuk lutut di depanmu yaa?" Seru Emily seraya meletakan gelas koktailnya

Lova tertawa renyah. Suara tawa itu membuatnya terlihat semakin menawan. Dibawah gemerlap lampu yang kelap-kelip Lova terlihat sangat bersinar terlebih dress yang gadis itu kenakan memang tersusun dari beberapa manik permata hingga menyebabkan kilauan pada tubuhnya.

Lova mendudukkan diri di kursi samping Emily. "Kamu pintar menebak Emi" ucap Lova membenarkan, Lova sengaja menggunakan dress merah untuk menarik perhatian para pria di tempat ini.

Hal yang perlu dicatat adalah bahwa Lova tidak sembarangan menggoda pria. Ada kriteria khusus untuknya. Selain kaya tentu wajahnya harus tampan dan sesuai dengan standarnya.

"Halo Ben" Sapa Lova pada sang bartender yang meletakan gelas kaca di depannya.

"Hai, Angelic, seperti biasa?" Tanya Ben dengan senyuman, berapa kalipun Ben melihat Lova, pria gondrong itu selalu merasa terpesona. Lova selalu menarik di mata siapapun, wanita itu memiliki magnet yang sangat susah di tangkis.

"Yes, Please.." Seru Lova pelan nyaris mendesis

"Sialan, mulutmu itu bahaya sekali Angelic" Ucap Ben yang dibuat terbuat oleh ucapan Lova

Lova tertawa lalu memperhatikan Ben yang menuangkan minuman dengan kadar alkohol rendah pada gelas Lova.

"Silahkan"

"Thanks"

Lova menyesap minuman itu dengan mata hazelnya yang melirik Emily "What's wrong?" Tanya Lova

Emily menggeleng singkat "Aku baru sadar jika dress kita dari brand yang sama" Ucap Emily sambil tersenyum tipis. Emily menatap Lova lalu beralih pada dirinya sendiri.

"From sugar?" tanya Emily

"Nope, aku membelinya sendiri" Sanggah Lova

"Hah.. kita benar-benar terlihat seperti bitches sekarang" Emily tersenyum geli "Eh salah, kita bukan bitches biasa. We're queen bitches" Seru Emily lagi, membuat Lova tertawa. Inilah yang dia sukai dari Emily, wanita itu berbicara blak-blakan dan apa adanya. Tidak seperti orang-orang yang selalu berusaha menyanjungnya dan melontarkan pujian mulia untuknya.

Sebuah sentuhan di pundak Lova yang terbuka membuat wanita bersurai coklat itu tersadar, dia menoleh pada sang pemilik tangan yang menyentuh pundaknya.

"Angelic?" Ucap pria itu. Lova menatapnya sebentar lalu tersenyum lebar.

"Who are you, pretty boy?" Ucap Lova menggoda hingga membuat wajah pria itu memerah di buatnya, ternyata benar kata temannya, Angelic adalah orang yang sangat ramah.

"Aku Enid Malkin, bisa kau menemaniku malam ini?" tanya pria bernama Enid itu

"Umm maaf boy" Sesal Lova dengan berpura-pura. Enid tertawa kecil

"It's oke. Bagaimana jika besok? Dinner?" tanyanya

"Emm.." Lova bergumam membuat Enid menahan gemas. Bagaimana bisa Lova terlihat lugu padahal saat ini mereka sedang berada di sebuah club malam. Sebuah tempat bagi orang yang telah dicap sebagai 'orang-orang tidak benar'

"Aku akan bayar sesuai dengan keinginanmu" Ujar Enid lagi kekeh, pria itu tidak mungkin melepaskan kesempatan emas untuk bersama wanita primadona disana.

Lova terlihat berpikir lalu semenit kemudian senyum manis terukir di bibirnya disertai dengan anggukan pelan, demi tuhan Enid sangat menahan diri untuk tidak menyerang wanita itu sekarang.

"Kau yakin? Aku tidak mau membuatmu jatuh miskin" Gumam Lova lirih. Percayalah jika saat ini Emily sedang menahan mual melihat tingkah sahabatnya itu

Enid tertawa lalu mengelus rambut Lova, bahkan rambut wanita itu saja terasa sangat lembut ditangan Enid membuat pria itu memikirkan bagaimana dengan bagian lainnya. Apakah akan sama lembutnya?

"Enid kau keberatan?" Ucap Lova menyadarkan Enid dari lamunannya, pria itu memberikan senyuman tipis sebelum menjawab pertanyaan Lova

"Tenang saja, berapapun yang kau inginkan aku dapat memberikannya"

Lova mengangguk cepat, Enid menyodorkan sebuah ponsel ke arah Lova. Ponsel keluaran terbaru yang Lova perkirakan hampir menyentuh 30 juta itu diserahkan Enid ke genggaman Lova.

"Di ponsel itu hanya ada nomorku, aku tau kau tidak suka di jemput jadi aku akan mengirimkan alamat dinner kita ke ponsel itu"

"Oke" Lova berdiri dan mendekat ke arah Enid, wanita itu mengelus rahangnya membuat Enid meremang, mata pria itu menutup menikmati sentuhan Lova. Melihat itu Lova bersmirk dan mendekat, bibirnya nyaris menyentuh telinga pria itu sebelum berbisik "Thanks, Darling"

Lova menjauhkan tubuhnya dan melepaskan tangannya dari rahang Enid. Mata hijau pria itu terbuka dan bibirnya tersenyum lebar membuat tatapannya terlihat sayu.

"Aku menunggumu" Enid mengecup pipi Lova lalu kembali ke arah teman-temannya yang berada di meja lain. Mereka terlihat menyoraki Enid yang kembali dengan senyum lebar.

"EKHEM!" Lova menatap Emily yang berdehem keras, ia kembali mendudukan diri di tempat semula sambil tersenyum tipis

"Aku tidak mau membuatmu jatuh miskin..." Cicit Emily mengulang hal yang tadi Lova katakan. "Bahkan mengulangi ucapanmu saja sudah membuatku mual, Lova"

"Pelan-pelan saat menyebut namaku" Peringat Lova. Ditempat ini dirinya dikenal sebagai Angelic bukan Relova Luvena. Namun pengecualian untuk Emily yang memang mengenal Lova

"Oke.. oke" Cicit Emily

"Menurutmu bagaimana?" Lova bertanya sambil memutar ponsel pemberian Enid

"Maksudmu? Kau tidak mengenal Enid Malkin?" Tanya Emily tak percaya setelah menyadari maksud pertanyaan Lova.

"Kenal, tadi aku baru berkenalan dengannya" Seru Lova, wanita itu menyesap cocktailnya.

"Oh My Lova, kau tidak tau keluarga Malkin?" Lova menggeleng, Emily menghela nafas

"Dia itu putra kedua keluarga Malkin, sayangnya rumor bilang dia itu amat sangat playboy. By the way, Aku pernah melihatnya masuk ke dalam hotel dengan tiga wanita sekaligus"

"Wow, sampah masyarakat" Gumam Lova

"Hei, jika kau menyebutnya seperti itu lalu sebutan apa yang cocok untuk dirimu?"

"Bukankah aku sudah punya julukan, Angelic namanya jika kau lupa"

"Lalu... apakah Angelic kita ini akan kembali melancarkan aksinya pada Tuan muda Malkin?" Goda Emily

Lova tersenyum lebar, matanya tertutup membentuk bulan sabit. Emily menangkup wajah wanita itu dengan gemas membuat para kaum adam iri dengan Emily yang bisa menyentuh Lova seenaknya "Kenapa sih wajahmu ini terlihat bisa terlihat polos dan sangat cantik padahal otakmu penuh dengan rencana licik?!" Seru nya tak terima

"Mungkin karena itulah aku diciptakan Em, untuk membuktikan bahwa tidak semua yang terlihat polos dan cantik itu baik" Ucap Lova lugas, Emily menatap Lova dengan pandangan menerawang. Bahkan selama ini Emily sendiri tidak bisa mengerti jalan pikiran Lova.

"Aku benar-benar tidak bisa memahami mu Lova"

"Setidaknya aku bisa memahamimu Emily" Lova tersenyum sedangkan Emily mendengus.

Lova menatap ke arah meja tempat Enid berada bersamaan dengan itu juga pandangan Enid tertuju padanya. Lova tersenyum manis "Welcome, darling" gumam Lova.

Darling. Satu kata panggilan dari Lova yang menandakan bahwa permainannya akan dimulai bisa dipastikan setelah semuanya berakhir akan ada perasaan yang hancur ditangan cantiknya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Strrose

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku