Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Rahasia Hati Sang Pewaris

Rahasia Hati Sang Pewaris

aisyi melove

5.0
Komentar
49
Penayangan
18
Bab

Sebuah novel tentang pertemuan yang tak terduga antara Siti, seorang wanita muda pekerja keras dari desa, dengan Reza, pewaris hotel mewah yang menyembunyikan identitas aslinya. Ketika perbedaan latar belakang dan status sosial memicu konflik, keduanya terlibat dalam pusaran rahasia kelam yang mengancam keselamatan mereka. Akankah cinta mampu menerobos tirai kemewahan dan menguak segala kebohongan yang selama ini tersembunyi?

Bab 1 Pertemuan Kedua

Gadis itu berlari-lari kecil ketika menyeberangi jalan menuju hotel Tree Bayana di ujung persimpangan Caya Street. Kesibukan pejalan kaki yang berlalu lalang di malam hari itu tampak seirama dengan aktifitas malam para pedagang di sepanjang pertokoan menuju tempat kerja barunya.

Mutasi kerja yang dibencinya perlahan menyatu dengan ingatan wajah orang tuanya. Mau tak mau ia harus bersedia menerima perubahan yang sangat tiba-tiba. Sebulan yang lalu, manager hotel cabang memberikannya sepucuk surat perintah kepindahan tugas ke kantor pusat. Ia merasa berat karena harus berpisah sekali lagi dengan orang tuanya, setelah dulunya berpisah saat masa kuliah.

Tak dipungkiri, hati kecil gadis berusia dua puluhan itu merasa tidak nyaman harus bekerja di ibukota, yang tentu saja atmosfernya berbeda dari pedesaan tempat ia dibesarkan. Sebagai anak satu-satunya, berbakti dari jauh juga tidak semenyenangkan berbakti dalam jarak dekat.

Kakinya tepat melangkah masuk pintu lift yang hampir tertutup. Ia terengah-engah berdiri di depan pintu bahagian nomor lift. Tangannya menyeka keringat di dahi, satunya lagi menopang tubuh pada pegangan lift. Ia meringis menahan ludah.

Jarak kosannya dengan hotel tidaklah jauh. Tetapi, informasi yang telat membuatnya harus bekerjaran dengan waktu. Kabar tentang presiden perusahaan yang akan berkunjung besok pagi-pagi membuatnya kewalahan. Seharusnya malam ini ia bisa beristirahat sejenak, karena dua malam sebelumnya berturut-turut harus menggantikan staf yang libur mendadak.

Ia tidak habis pikir, hotel sebesar itu kekurangan staf. Tugasnya di ruang sekretaris perhotelan harusnya sama dengan dua rekan sejawatnya, tetapi ia selalu harus menggantikan kekosongan shift malam. Namun begitu, ia merasa lebih diandalkan karena di setiap acara penting pejabat ia lebih sering menemani manager dibanding rekan lainnya.

Sebagai bagian staf kesekretariatan di hotel megah di ibukota, ia merasa bangga meski mutasi ke tempat kerja itu bukanlah impiannya. Impiannya hanyalah hidup sederhana di sisi orang tuanya di desanya yang damai.

Ia lupa menekan tombol lantai yang hendak dituju ketika pintu lift terbuka dan menunjukkan lantai lima-puluh-dua. Ah! Harusnya ia turun di lantai dua! Terpaksa ia menunggu keluar dua tamu dari lift, menunggu pintu tertutup lalu menekan tombol dua.

Pria berpakaian kaos long-sleeved abu-abu keluaran Dolce Gabbana yang baru saja keluar dari lift itu berdiri menghadap pintu. Pria lain di belakangnya berdiri dengan siaga. Pria itu sedikit mendongak, merapatkan kedua lengan ke dalam saku celana jeans custom Escada. Ia menunggu beberapa detik. Angka berada di nominal dua! Ia tersenyum, lantas beranjak pergi diikuti ajudannya.

Ia melangkah ke kamar yang telah dipesan sekretaris atas nama kenalannya. Segera ia meraih Galaxy ZFold dari sakunya dan menerima pesan masuk. Ia kembali tersenyum, lalu menutup smartphonenya. Ia memberi kode pada ajudannya dan dibalas dengan anggukan hormat sebelum beranjak keluar.

Ia menuju sisi jendela yang menampilkan view malam kota Kuala Lumpur. Dua menara di hadapan sana menjadi teman senyumnya malam itu. Ia masih belum merasa mengantuk setelah seharian perjalanan dari Jakarta dan KLIA. Titik terbang yang ditujunya kali ini sepertinya menghilangkan rasa penatnya dalam beberapa bulan ini.

Bergelut dengan setumpuk masalah anak cabang perusahaan membuatnya harus terbang ke sana dan kemari. Ia tiba di perusahaan terakhir, yang menjadi rute perjalanan bisnisnya setelah menerima dekrit sebagai pewaris utama perusahaan papa angkatnya itu, diam-diam. Hanya ingin melepas penat lebih lama dari biasanya tanpa ditemani manusia-manusia berwajah dusta.

Ia sendiri sama sekali tidak menyangka kepercayaan Alex, papa angkatnya, padanya sangat besar. Sekaligus mengundang keirihatian Theo, anak kandung papa angkatnya. Fasilitas yang diberikan Teguh sama seperti yang didapat Theo. Pendidikan di London juga di tempat paling mahal.

Ia merebahkan tubuhnya ke atas bean bag, merentangkan seluruh anggota tubuh dengan lega, menatap langit kamar suite. Dengan atmosfer ketenangan, ia menarik nafas dalam dan pelan hingga saraf mata lelahnya yang tegang mulai mengendur. Matanya perlahan menutup.

Terlintas segurat wajah dalam diamnya. Wajah gadis yang berlarian bercanda di taman SnowWorld di Genting Highlands bersama teman-temannya. Masa reuni sebelum ia ke London melanjutkan studi magister. Ia belum pernah melihat wajah cantik bahagia seorang perempuan bukan-penampilan-glamor dan tidak-populer tanpa riasan kemunafikan.

Wajah manis putih gadis itu beralih menjadi wajah gadis di lift. Hanya menatap punggungnya yang sedang menormalkan pernapasan dan membetulkan sandaran berdiri karena kelelahan, ia sangat yakin kedua gadis dalam bayangannya adalah orang yang sama. Gadis bernama Siti, junior di kampusnya saat menempuh studi sarjana di Kuala Lumpur.

Dalam tidur rileksnya yang sekejap itu, ia lagi-lagi tersenyum. Tiba-tiba, Galaxy ZFold mengalunkan irama panggilan masuk. Ia membaca sekilas nama yang tertera, dan meletakkannya ke atas meja kecil di sisi kirinya tanpa berniat menjawab panggilan itu. Ia kembali menidurkan tubuh yang meronta-ronta dilepaskan hormon kortisol sedari tadi.

Panggilan masuk kembali mengalun. Namun, panggilan berulang dari perempuan yang disebut tunangan Theo itu tidak bisa masuk ke alam mimpinya walau bagaimanapun. Tunangan Theo selalu mengusik pria itu dan mengejarnya tanpa sepengetahuan Theo. Meski selalu menghindar, ada saja cara untuk mengganggu pria tampan berusia tiga puluhan itu.

Siti, berwajah asia dengan rambut mulletnya, berdiri di depan pintu kamar suite menunggu dibuka. Cukup lama ia menunggu. Tapi ia memutuskan untuk tetap berdiri di sana. Sudah tiga kali ia menekan bel, tetapi pemilik kamar belum membuka pintu. Sejenak ia ragu, apa benar pria berseragam hitam tadi memintanya ke kamar ini. Apa mungkin salah kamar.

Ia menarik napas pelan, sebelum menekan bel sekali lagi dan memutuskan pergi. Beberapa detik kemudian, pintu suite terbuka. Pemilik kamar berdiri sembari memijit matanya perlahan dan berdiri di depan pintu tanpa melihat Siti.

Siti terperangah dengan mulut terbuka. Matanya berkedip-kedip menatap pria tampan di hadapannya. Belum pernah ia bertemu dengan wajah anggun seorang pria seperti sekarang ini.

Tangan pria itu merentang seperti meminta sesuatu. Siti tersadar, segera menyodorkan bungkusan plastik di tangannya. Tetapi, pria itu tidak menerima bungkusan plastik dan malah membuka pintu kamar lebar. Siti berdiri bingung. Terdengar suara dari dalam.

Ia beranjak masuk ke kamar mandi, menyiapkan air di bath tub lalu meneteskan aroma esensial ke dalam air dengan rempahan bunga. Lalu ia menyemprotkan spray aroma esensial lain ke ruangan tempat tidur. Lalu beranjak keluar kamar.

Pria itu memperhatikan Siti dengan seksama. Tak beda jauh dengan pertemuan masa reuni kuliah, cantiknya masih sama. Ia lagi-lagi tersenyum.

Siti turun ke lobi dan menemui manager yang sedari tadi nampak gusar. Berkacak pinggang selama dua jam ini. Sesekali mengusap-usap rambut ke belakang bergantian mengusap wajah dan dagu, tetapi tangan tetap berkacak pinggang. Bolak-balik sepanjang sofa lobi.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh aisyi melove

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku