Rahasia Hati Sang Pewaris
impangan Caya Street. Kesibukan pejalan kaki yang berlalu lalang di malam hari itu tampak sei
han yang sangat tiba-tiba. Sebulan yang lalu, manager hotel cabang memberikannya sepucuk surat perintah kepindahan tugas ke ka
di ibukota, yang tentu saja atmosfernya berbeda dari pedesaan tempat ia dibesarkan. Sebagai
ah berdiri di depan pintu bahagian nomor lift. Tangannya menyeka keringat di d
abar tentang presiden perusahaan yang akan berkunjung besok pagi-pagi membuatnya kewalahan. Seharusnya malam ini ia
engan dua rekan sejawatnya, tetapi ia selalu harus menggantikan kekosongan shift malam. Namun begitu, ia merasa
sa bangga meski mutasi ke tempat kerja itu bukanlah impiannya. Impiann
unjukkan lantai lima-puluh-dua. Ah! Harusnya ia turun di lantai dua! Terpaksa ia m
Pria lain di belakangnya berdiri dengan siaga. Pria itu sedikit mendongak, merapatkan kedua lengan ke dalam saku celana jeans
axy ZFold dari sakunya dan menerima pesan masuk. Ia kembali tersenyum, lalu menutup smartphone
eman senyumnya malam itu. Ia masih belum merasa mengantuk setelah seharian perjalanan dari Jakarta dan KLI
aan terakhir, yang menjadi rute perjalanan bisnisnya setelah menerima dekrit sebagai pewaris utama perusahaan papa angk
r. Sekaligus mengundang keirihatian Theo, anak kandung papa angkatnya. Fasilitas yang diberi
a, menatap langit kamar suite. Dengan atmosfer ketenangan, ia menarik nafas dalam dan
ands bersama teman-temannya. Masa reuni sebelum ia ke London melanjutkan studi magister. Ia belum pernah melih
lkan pernapasan dan membetulkan sandaran berdiri karena kelelahan, ia sangat yakin kedua gadis dalam bayangann
an masuk. Ia membaca sekilas nama yang tertera, dan meletakkannya ke atas meja kecil di sisi kirinya tanpa berni
bisa masuk ke alam mimpinya walau bagaimanapun. Tunangan Theo selalu mengusik pria itu dan mengejarnya tanpa sep
nggu. Tapi ia memutuskan untuk tetap berdiri di sana. Sudah tiga kali ia menekan bel, tetapi pemilik kamar belum me
i. Beberapa detik kemudian, pintu suite terbuka. Pemilik kamar berdiri semb
dip menatap pria tampan di hadapannya. Belum pernah ia ber
bungkusan plastik di tangannya. Tetapi, pria itu tidak menerima bungkusan plastik d
aroma esensial ke dalam air dengan rempahan bunga. Lalu ia menyemprotkan sp
k beda jauh dengan pertemuan masa reuni kuliah
ng selama dua jam ini. Sesekali mengusap-usap rambut ke belakang bergantian mengusap