Raina adalah gadis yang terpilih menjadi pengantin vampir. Para pemburu vampir kemudian melindungi dia, tetapi sebenarnya mereka bermaksud menggunakan dia untuk menjebak para vampire yang mengincar dirinya.
"Lepaskan. Kumohon lepaskan aku!" pinta gadis berseragam sekolah menengah itu. Air mata berurai di wajahnya. Ia terus meminta dan memohon, tetapi semua itu tidak digubris oleh sosok di hadapannya. Sosok tampan dengan wajah sedikit pucat itu justru mendekat dan meraih dagunya.
"Untuk apa aku melepasmu? Kau adalah milikku. Hanya milikku."
Ucapan pria itu menimbulkan air mata yang semakin deras mengalir di wajah sang gadis. Ia meronta tetapi tidak bisa melepaskan diri. Ikatan tangan dan kakinya begitu kuat mengekang.
Pria di hadapannya tersebut sama sekali tidak menampakkan belas kasihan. Ia menunduk dan menampakkan sepasang gigi yang runcing seperti taring. Sebuah gigitan mendarat di leher gadis itu. Gudang kosong tersebut menjadi saksi jerit pilu kesakitan gadis berparas manis tersebut.
***
Raina terbangun dari tidurnya sambil menyentuh lehernya. Luka akibat gigitan tersebut memang telah lenyap, tetapi kenangan akan kejadian buruk masih saja membekas dalam ingatan.
Waktu itu, ia masih duduk di sekolah menengah atas. Ayah dan ibunya selalu mengingatkan dia untuk tidak keluar malam. Ada monster di luar sana, kata mereka. Akan tetapi, Raina tidak mengindahkan. Mana mungkin gadis modern dan terpelajar sepertinya mempercayai kisah dongeng yang menurut dia hanya dibuat-buat itu?
Akan tetapi, peristiwa naas itu kemudian menimpa dia. Monster yang disebut vampir menculik dan menyekap dirinya. Darahnya juga telah dihisap oleh monster itu. Meninggalkan dia dalam keadaan tidak berdaya.
Saat mulai pulih, ikatannya di tangan dan kakinya telah terlepas. Ia kemudian bergegas pulang ke rumah. Keluarga dan kerabat telah berkumpul bersama petugas polisi melaporkan dirinya yang belum juga pulang seusai sekolah. Saat melihat dirinya, sang ibu langsung memeluk erat. Sang ayah yang biasa tegar tampak berderai air mata. Mereka bertanya ke mana dia. Raina segera menceritakan semua. Meski begitu, para petugas polisi meragukan ceritanya. Mereka menganggap dia hanya berbohong atau berhalusinasi. Raina tahu sia-sia menyakinkan mereka.
"Tidak ada yang akan percaya," ucap ayahnya kala itu.
"Mereka tidak pernah mengalami kejadian buruk seperti yang kita alami. Meski ada yang menghilang, mereka hanya menganggap itu kasus orang hilang biasa."
Raina juga mengingat keluarga mereka pernah diserang vampir. Waktu itu Raina masih kecil. Bibinya yang masih belia menghilang dan tidak pernah kembali.
Seharusnya semua orang senang dirinya kembali dengan selamat, tetapi beberapa kerabat justru meragukan gadis itu. Selama ini mereka terus menyelidiki dan mencari tahu, tetapi tidak ada yang selamat dari serangan vampir. Jasad-jasad kering yang ditemukan dengan darah terisap habis sebagai buktinya. Lalu kenapa Raina bisa kembali dengan selamat?
Berbagai kecurigaan membuat keluarga mereka saling bertengkar. Raina tidak ingin mendengar keributan itu. Ia kemudian pindah ke kota ini. Mencoba meredakan ketegangan antara ayah ibunya dengan para kerabat. Juga melupakan peristiwa buruk yang menimpa dirinya. Akan tetapi, mimpi buruk tersebut tetap saja menghantui.
***
Suasana kantin siang itu tidak terlalu. Raina duduk bertopang dagu. Tangan kanannya menyeduh es jeruk kesukaannya tanpa semangat. Beberapa mahasiswa tampak duduk sembari mengobrol dengan teman mereka masing-masing.
"Hei, melamun saja siang bolong, Neng," sapa seorang gadis. Dia adalah Diana, sahabat Raina. Bisa dibilang satu-satunya orang terdekat Raina di kota tersebut.
"Kenapa? Apa mata kuliah dari Pak Edwar begitu berat? Memang sih, aku juga merasakan hal yang sama," ucap gadis itu lagi. Ia kemudian duduk dan segera menyantap nasi goreng kegemarannya. Diana memang selalu memesan nasi goreng setiap mereka berkunjung ke kantin yang berada di dalam kampus tersebut.
"Aku hanya bermimpi buruk dan tidak bisa tidur nyenyak semalam," jawab Raina pelan.
"Tentang apa lagi? Soal vampir itu?"
Raina menghela napas panjang. Ia berusaha menahan kesal. Awalnya Diana yang mendesak dia saat dirinya tengah melamun saat mereka baru mulai berteman dekat. Akan tetapi, gadis itu tidak pernah mempercayainya. Sekarang Diana seperti hendak menganggap dia gila.
"Sudahlah kalau kau tidak pernah mau percaya padaku, aku pergi saja," ujarnya sambil bangkit berdiri.
Diana membuka mulutnya hendak menjawab, tetapi terhenti saat mendengar suara siaran televisi yang tampaknya sengaja dikeraskan.
'Mayat bertubuh sangat pucat dan tidak memiliki darah kembali ditemukan. Pembunuh 'vampir' kini berkeliaran. Harap para pemirsa meningkatkan kewaspadaan dan tidak berkeliaran di malam hari hingga pembunuh tersebut tertangkap ....'
Suasana kantin berubah riuh. Ada yang berpendapat pembunuh itu memang adalah vampir, ada pula yang berkata bahwa mungkin itu adalah orang gila yang terobsesi kisah vampir. Wajah mereka ada pula yang tampak pasi karena ketakutan.
Raina masih terpaku di tengah kericuhan. Diana datang mendekat dan menepuk pundak gadis itu.
"Kamu tidak percaya vampir yang melakukan itu, 'kan?" tegurnya hati-hati.
"Tentu saja itu mereka. Tidak ada monster keji lain yang suka menjadikan manusia sebagai mangsa selain mereka!"
***
Raina melangkah cepat tanpa memedulikan Diana yang menyusul di belakang sambil memanggil namanya dan meminta untuk menunggu. Ia merasa kesal setelah begitu banyak kejadian yang seharusnya bisa membuka mata Diana, nyatanya gadis itu masih saja menolak untuk percaya.
"Raina, tunggu aku dong, kamu begitu marah hingga tidak mau lagi bicara padaku!" seru Diana dengan suara cukup keras. Seorang pemuda mendadak datang menghampiri keduanya.
"Ada apa ini? Kalian bertengkar?" tanyanya.
"Tanyakan saja pada kekasihmu ini!" sahut Raina gemas sambil menuding Diana. Ia merasa semakin kesal. Daniel, kekasih Diana itu pastilah ingin ikut campur saja dan membantu pacarnya.
Daniel tertawa salah tingkah. Urusan dua orang gadis memang sebaiknya dia tidak ikut campur. Salah-salah justru dia yang kena semprot.
Diana akhirnya menghampiri kekasihnya itu dan berhenti mengejar Raina.
"Ada apa lagi dengan kalian? Katanya bersahabat tapi sering sekali bertengkar."
Diana tidak menjawab dan hanya menatap sosok Raina yang makin menjauh.
"Apa ini soal vampir lagi?" tanya Daniel hati-hati. Ia tidak ingin membuat kekasihnya itu juga merasa kesal padanya.
Diana mengangguk. Daniel juga tahu tentang masalah itu karena ia juga berteman dengan Raina. Di kota itu, bisa dibilang mereka berdua adalah orang terdekat Raina.
Daniel menghela napas panjang. Sudah lama ia ingin memberitahu sesuatu pada kekasihnya itu, tetapi ia masih ragu. Mungkin kali ini hal tersebut tidak bisa ditunda lagi.
"Apa kau ingin membantu Raina lepas dari mimpi buruknya?" tanya Daniel.
"Tentu saja. Lebih cepat lebih baik. Raina berhak menjalani kehidupan normal."
"Kalau begitu, bujuk dia untuk ikut ke suatu tempat."
Diana tampak bingung. Akan tetapi gadis berambut ikal panjang tersebut kemudian menggeleng.
"Jika tempat itu adalah rumah sakit jiwa, aku tidak setuju. Raina adalah sahabatku dan dia tidak gila!"
"Aku tidak mengatakan dia gila. Aku bahkan percaya dengan ceritanya dan aku yakin tempat ini bisa membantunya."
Buku lain oleh meimei
Selebihnya