Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
True Lord
5.0
Komentar
32.7K
Penayangan
63
Bab

Putri Erina mewariskan tahta kerajaan Zelbert dari sang ayah, Raja Fasco de Cloris. Seharusnya tahta itu diserahkan kepada pangeran Ergo de Cloris, namun pangeran Ergo menghilang saat pergi untuk berperang. Putri Erina harus menghadapi banyak kendala terutama penghianatan dari pamannya sendiri, Duke Hamburgh. Putri Erina tersingkirkan setelah ia mendapatkan gelar Ratu dan menikah dengan Iraqis, anak dari Duke Hamburgh. Putri Erina melarikan diri dari istana, ia mencari bantuan sesuai petunjuk mendiang Raja Fasco untuk menyelamatkan kerajaannya. Bagaimana Putri Erina menyelamatkan kerajaannya? Apakah Ia berhasil merebut kembali apa yang seharusnya jadi miliknya dari pamannya yang penuh dengan tipu muslihat?

Bab 1 Sengaja dan tidak

Tahun 155, kalender kerajaan.

Gadis berumur lima belas tahun, dengan rambut panjang berwarna kuning bambu mengkilap tergerai indah begitu saja. Anak rambutnya yang terbang tersapu angin menghalangi pandangannya. angin menggoyangkan gaun berwarna kuning muda terbalut mewah di tubuh sang gadis, begitu serasi dengan kulit putihnya.

Gadis itu turun dari kereta kuda dengan sangat anggun, wajahnya yang cantik menunjukkan rasa enggan untuk menghadiri acara rutin untuk kalangan bangsawan. Di depan pintu kediaman Duke Vries, ia menghela nafas berat sebelum memasuki rumah megah itu. Jika bukan karena Aurora Vries, sahabatnya yang mengirimkan undangan, tentu saja dia tidak akan hadir.

Dengan penuh rasa hormat dan senyuman ramah, pelayan Aurora membawanya menuju taman, di mana acara pesta minum teh diadakan. Mereka melewati bagian dalam kediaman Duke Vries, bangunan kokoh dan megah berwarna putih dengan beberapa pilar besar menjulang ke atas langit-langit rumahnya. Sederet lukisan kepala keluarga Vries berjajar rapi dari generasi ke generasi, beberapa relief lambang keluarga Vries terpahat indah diantara lukisan itu.

Mereka sampai di pintu kaca yang besar dengan bertepi kayu berwarna emas, memperlihatkan pemandangan taman dengan rumput hijau segar serta beberapa jenis bunga menghiasi hamparan rumput yang sunyi.

Semua lady mengalihkan pandangannya ke arah pintu, ketika pelayan membuka pintu untuk seorang gadis terhormat yang baru saja tiba.

"Putri Erina. Anda sudah datang." Aurora bangkit dari kursi kayu yang penuh dengan ukiran, tersenyum senang melihat sahabatnya datang memenuhi undangan.

Bibir Putri Erina melengkung, mendengar ucapan Aurora dan raut wajah bahagia Aurora terlihat jelas. Putri Erina berjalan dengan anggun menghampiri Aurora.

"Kebetulan saya sedang tidak ada agenda, jadi saya bisa datang memenuhi undangan anda, Lady Aurora." Putri Erina memeluk Aurora dengan akrab.

"Jadi anda selama ini sangat sibuk, sehingga tidak bisa datang ke acara sebelumnya?" kata Belinda dengan tatapan dan senyum mencibir.

"Bagaimana mungkin sang Putri mau menginjakkan kakinya di rumah kami yang tidak mewah seperti rumah Lady Aurora." Evelyn menimpali ucapan Belinda.

Raut wajah Putri Erina berubah masam mendengar dua lady berusaha untuk menyudutkan dirinya.

"Bukankah anda mengirimkan undangan sehari sebelum acara digelar? Jika anda mengirimkan undangan tiga hari sebelum acara, pasti saya akan hadir." Putri Erina tidak mau kalah, ia mengatakan kebenaran di hadapan semua orang yang hadir.

"Sudah, kita semua tahu Putri Erina sangat sibuk tidak seperti kita, jadi tidak perlu mempermasalahkan hal kecil seperti itu." Aurora berusaha untuk menengahi keributan itu.

"Silakan duduk di samping saya, Putri," lanjut Aurora dengan menarik kursi kosong untuk Putri Erina.

Para nona muda bangsawan mulai bercerita tentang apa saja yang ingin mereka bicarakan, mulai dari gaun, perhiasan, kisah cinta, bahkan nama sederet ksatria tampan dan kelas pendidikan, tidak lupa untuk mereka bahas. Seperti memakan buah apel tanpa dikupas, mereka melahapnya sampai habis dan tak tersisa.

Putri Erina hanya duduk sambil mendengarkan, ia hanya sesekali ikut tertawa atau tersenyum, mengikuti suasana yang mereka buat. Putri Erina tidak tertarik dengan semua topik pembicaraan, terlalu membosankan. Terlebih lagi pembahasan tentang kelas pendidikan, diplomasi dan politik, itu semua membuat sang Putri seperti mendengarkan dongeng sebelum tidur.

"Maafkan kami, Putri. Sepertinya anda bosan mendengarkan perbincangan kami. Saya ingin menanyakan sesuau hal kepada Putri Erina." Belinda menyunggingkan senyumannya.

"Saya hanya sedang membiasakan diri dengan semua yang kalian bicarakan, terlalu banyak informasi baru untuk saya. Tentu, apa yang ingin anda tanyakan?" Putri Erina menjawab dengan senyum ramah yang dibuat-buat.

Aurora meremas gaunnya, ia khawatir jika Belinda akan mengatakan sesuatu hal di luar batas etika sopan santun. Ia mengeratkan giginya karena tegang, apa yang akan terjadi jika Putri Erina tersinggung karena acara hari ini. Akan menjadi kesalahan sang tuan rumah apa bila salah satu tamunya merasa tersudutkan dan tidak nyaman, terlebih dia adalah seorang Putri dari kerajaan tempatnya bernaung.

"Apakah anda sudah selesai menghafal semua mantra sihir? Saya dengar Pangeran Ergo bisa menghafal semua di umur delapan tahun. Pasti anda juga sudah hafal di luar kepala." Belinda menyunggingkan senyumannya, ia ingin melihat wajah malu dari sang Putri.

Putri Erina tahu ke mana arah pembicaran gadis berambut ikal itu. Putri Erina tersenyum dan menyesap teh sebelum menjawab pertanyaan.

"Memang Pangeran Ergo sangat cerdas dan dia sudah dipersiapkan dari kecil untuk menjadi seorang Raja dari kerajaan Zelbert. Pendidikannya jauh lebih ketat, sedangkan saya hanya seorang putri yang mendukung Pangeran Ergo, sehingga pendidikan ilmu sihir bukan yang utama. Karena kelas pangeran dan putri sangat berbeda, meskipun pelajaran sihir ada untuk putri kerajaan, tapi itu semua hanya berada di tingkat dasar." Putri Erina menjawab dengan sangat tenang.

Belinda sangat geram mendengar jawaban yang tidak ia inginkan, dengan wajah tenang tanpa merasa tersudutkan. Belinda mengeratkan giginya, tatapannya penuh dengan rasa benci kepada Putri Erina.

Para lady bangsawan menahan tawa kecuali Aurora, menutup bibirnya dengan telapak tangan dan kipas yang mereka bawa. Mereka menertawakan Putri Erina karena berkelit untuk mengakui kekurangannya.

Putri Erina sudah tahu akan terjadi hal seperti ini, memang dia bukanlah seorang Putri yang cerdas dalam urusan akademis. Tapi ia percaya bahwa ada sesuatu hal yang bisa ia lakukan selain belajar bersama setumpukan buku seperti kakaknya, Pangeran Ergo.

Sudah bisa dibayangkan, datang ke acara seperti ini tidak akan merubah pandangan nona muda bangsawan tentang Putri Erina. Justu memberikan kesempatan mereka untuk membuat lelucon diantara perkumpulan mereka.

Aurora duduk dengan gusar, ia justru merasa bersalah sudah mengundang Putri Erina untuk datang. Aurora terus merutuki dirinya sendiri karena tidak memikirkan kemungkinan seperti ini akan terjadi.

Putri Erina mengerti betapa susahnya berada di posisi Aurora yang polos, tekanan dari para nona bangsawan untuk menghadirkan dirinya di sini, atau dia akan dikucilkan seperti beberapa lady sebelumnya.

Tangan Putri Erina menggenggam tangan Aurora yang gemetar, ia mencoba untuk menenangkan sahabatnya bahwa Putri Erina tidak memikirkan hal buruk tentang Aurora.

Situasi canggung terasa begitu jelas, Belinda yang masih diam mencoba mencari cara agar bisa membalas ucapan Putri Erina.

Tanpa diduga, Evelyn membuka suara. "Bisakah anda menunjukkan kepada kami sihir sederhana?"

Semua orang yang hadir menatap Evelyn dengan tatapan terkejut. Evelyn sangat berani meminta keluarga kerajaan menunjukkan sihir hanya untuk pertunjukan.

Aurora tidak bisa diam untuk permintaan Evelyn yang sudah melewati batas. "Lady Evelyn, apa permintaan anda tidak terlalu sembrono?"

Evelyn tersenyum puas. "Kita semua teman, jadi apa permintaan seperti ini terlalu berlebihan? Bagaimana menurut anda, Putri Erina?" Tatapan Evelyn berpindah dari Aurora menuju Putri Erina.

"Tentu saja saya akan memperlihatkan satu sihir, karena sesuai dengan etika bahwa sihir tidak untuk pertunjukan." Putri Erina duduk dengan tegap, bersiap untuk membacakan mantra sihir.

Semua orang melihat Putri Erina dengan sangat antusias, bahkan nyaris tidak berkedip. Mereka menahan nafas karena penasaran.

"Da cam fa gan," ucap Putri Erina, tangannya mengeluarkan guratan cahaya berwana jingga. Seperti petir yang siap meledak di langit.

Tiba-tiba angin bertiup kencang, cahaya jingga di tangan Putri Erina seketika berubah menjadi gumpalan asap. Putri Erina terkejut, ia bertanya-tanya dalam hati, apa yang telah terjadi.

Seketika suara teriakan terdengar, Belinda dan Evelyn berdiri dari kursinya dengan panik. Ujung bawah gaunnya terbakar, mereka mengibaskan gaunnya untuk memadamkan api dan berteriak kebingungan.

"Tolong ambilkan air!" ucap Belinda dengan suara keras dan ketakutan.

"Selamatkan aku!" Evelyn yang juga ketakutan berlari ke sana sini tanpa henti.

Mungkin langit mendengarkan ucapan mereka, seketika hujan turun dari langit yang cerah. Putri Erina menatap langit dengan senyuman sinis. Acara pagi ini berakhir dengan kekacauan dan juga menambah kebencian dari Belinda, Evelyn dan juga lady bangsawan lainnya yang hadir.

Tanpa berpamitan, mereka pergi dari kediaman Duke Vries dengn menatap tajam Putri Erina. Putri Erina bahkan mengabaikan kepergian para nona muda dengn tetap duduk di tempatnya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Wind Magus

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku