Devan baru saja menerima kenyataan bahwa ia tengah diselingkuhi oleh tunangannya. Dengan perasaan yang kacau, Devan pergi ke sebuah club malam. Devan menabrak seorang wanita cantik dan seksi, Devan yang sedang mabuk langsung mencium bibir wanita itu dengan ganas. Namun, hal yang tak pernah Devan duga, wanita itu berusaha menjauhkan diri, kemudian menampar Devan. Devan yang diperlakukan seperti itu, mulai mencari semua tentang wanita itu. Devan sangat tertarik karena ini pertama kalinya ada wanita yang menolak sentuhannya.
Devan masuk ke sebuah club malam dalam keadaan mabuk, hatinya sangat hancur begitu mengetahui bahwa tunangannya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Beruntung ada sekretarisnya yang mengawasi.
Ketika masuk, Devan menabrak seorang wanita. Devan terdiam sejenak melihat wanita cantik dan seksi di depannya. Pada pandangan pertama, Devan sudah tertarik pada wanita itu. karena dalam keadaan mabuk, Devan langsung mencium bibir wanita itu dengan ganas. Wanita itu berusaha untuk melepaskan diri, tapi apa daya tenaganya tidak bisa melawan Devan. Devan begitu merasakan sensasi ciuman yang penuh gairah. Sampai saat Devan lengah, wanita itu langsung melepaskan diri, beberapa detik langsung menampar Devan.
"Jangan kurang ajar, ya, Om! Anda pikir Saha wanita seperti apa?!" tegas Naya.
Devan yang masih dalam keadaan mabuk, menjawab tanpa merasa marah sama sekali.
"Memang wanita seperti apa yang masuk ke club malam dengan pakaian seksi seperti ini?"
Naya semakin kesal dengan Devan. "Memang apa urusannya sama pakaianku, Om."
"Om katamu? Aku setampan dan semalam ini tidak pantas menjadi ommu, pantasnya jadi suami."
"Cih, mimpi!"
Bayu, sekretaris Devan terkejut mendengar jawaban wanita itu. Dengan angkuh wanita itu pergi meninggalkan Devan.
"Ikuti wanita itu, kumpulkan semua data tentangnya," titah Devan. Senyum tercetak jelas di wajahnya, membayangkan wajah wanita itu membuat gairahnya bergejolak.
***
"Namanya Naya, Tuan. Keluarganya baru saja bangkrut, sehingga ia bekerja di sebuah club malam untuk membiayai keluarganya."
"Kapan dia mulai bekerja?"
"Malam kemarin adalah yang pertama kali, Tuan."
Devan mengangguk, ia sangat yakin jika wanita itu bukanlah wanita murahan seperti yang ia kenal sebelumnya.
"Tetap awasi wanita itu, jangan biarkan ada laki-laki lain yang menyentuhnya. Dia milikku," tukas Devan.
Bayu mengangguk dan segera melaksanakan perintah bosnya.
***
Devan tidak bisa menghilangkan bayangan wajah Naya dari pikirannya. Tatapan tajamnya, sikapnya yang berani, dan terutama caranya melawan membuat Devan merasa tertantang. Ia sudah terlalu lama dikelilingi oleh wanita-wanita yang menurut dan tunduk padanya, sehingga Naya menjadi sebuah anomali yang tidak biasa.
Sementara itu, di apartemennya yang sederhana, Naya melepaskan sepatu hak tingginya dengan kasar. Ia masih kesal dengan kejadian di klub malam tadi.
"Dasar pria tua kurang ajar!" gerutunya sambil menjatuhkan tubuh ke sofa kecil di ruang tamu.
Ia tidak pernah menyangka malam pertamanya bekerja di klub malam untuk mendapatkan uang tambahan malah membawa petaka. Seharusnya ia tidak menanggapi pria seperti itu, tetapi arogansi pria bernama Devan itu benar-benar membuat darahnya mendidih.
"Aku hanya perlu bertahan beberapa bulan lagi, lalu keluar dari pekerjaan ini," gumam Naya untuk menenangkan diri.
Namun, ia tidak tahu bahwa malam itu menjadi awal dari serangkaian kejadian yang akan mengubah hidupnya.
***
Pagi harinya, Devan sudah duduk di kantornya dengan map laporan tentang Naya di tangannya. Ia membaca setiap detail dengan teliti. Bayu telah melampirkan informasi lengkap, termasuk latar belakang keluarga Naya dan situasi keuangannya yang sulit.
"Jadi dia bekerja di klub malam hanya untuk membantu keluarganya, huh?" gumam Devan sambil menyandarkan punggung di kursi kulit mahalnya.
Bayu yang berdiri di depan meja kerja Devan hanya mengangguk. "Sepertinya begitu, Tuan. Keluarganya memiliki banyak hutang setelah perusahaan ayahnya bangkrut tahun lalu."
Devan tersenyum tipis. "Dia menarik. Dia bukan tipe wanita yang hanya mengandalkan penampilan. Aku suka itu."
Bayu mengerutkan kening, ragu-ragu sebelum akhirnya berbicara. "Tuan, saya tahu ini bukan urusan saya, tapi-"
"Bayu," potong Devan sambil menatapnya tajam. "Jangan lupa siapa yang membayarmu. Aku tidak butuh saran."
Bayu langsung terdiam. Ia tahu tidak ada gunanya mencoba menghentikan bosnya jika sudah membuat keputusan.
"Pastikan dia tidak mengalami kesulitan lagi. Jika keluarganya butuh sesuatu, selesaikan." Devan menutup map itu dengan bunyi keras, lalu berdiri.
"Dan awasi dia. Aku ingin tahu semua gerak-geriknya," tambahnya sebelum melangkah keluar dari ruang kerjanya.
***
Naya baru saja selesai dengan pekerjaan utamanya sebagai resepsionis hotel ketika seorang pria berpakaian rapi mendatanginya.
"Permisi, Anda Nona Naya?" tanyanya sopan.
"Iya, benar. Ada yang bisa saya bantu?" balas Naya dengan bingung.
"Saya diminta untuk menyampaikan ini kepada Anda," pria itu menyerahkan sebuah amplop cokelat.
Naya menerimanya dengan ragu. "Dari siapa?"
"Bos saya, Nona. Itu saja yang bisa saya katakan," jawab pria itu sebelum pergi meninggalkannya.
Dengan penasaran, Naya membuka amplop itu dan menemukan surat yang berisi pemberitahuan bahwa hutang keluarganya telah lunas. Matanya membelalak tidak percaya, dan tangannya gemetar saat membaca detail transfer dana yang jumlahnya sangat besar.
"Apa-apaan ini?" desisnya.
Ia tahu siapa yang ada di balik ini. Tidak mungkin ini kebetulan.
Tanpa membuang waktu, Naya meraih ponselnya dan mencari nomor pria yang bertanggung jawab atas semua ini.
"Devan!" serunya ketika telepon diangkat.
"Ah, Naya. Aku sudah menunggu panggilan darimu," jawab Devan dengan nada puas.
"Apa maksudmu melunasi hutang keluargaku?!" Naya hampir berteriak di telepon.
"Itu sederhana. Aku ingin membantumu," jawab Devan santai.
"Aku tidak butuh bantuanmu! Aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri," balas Naya, suaranya dipenuhi kemarahan.
Devan tertawa kecil di ujung telepon. "Oh, aku yakin kamu bisa, Naya. Tapi aku tidak suka menunggu. Aku ingin melihatmu bebas dari beban itu sekarang."
"Jangan main-main dengan hidupku, Om!"
"Percayalah, aku tidak bermain-main, Naya. Aku hanya ingin membuat hidupmu lebih mudah."
"Dan dengan ini, kau pikir aku akan berterima kasih? Menjadi tunduk padamu?" tantang Naya.
"Tidak, aku tidak butuh rasa terima kasihmu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku ada di sini, dan aku tidak akan pergi sampai kamu mengakui perasaanku," jawab Devan, nadanya berubah serius.
Naya memutuskan panggilan itu dengan geram. Hatinya berdebar-debar, bukan hanya karena marah, tetapi juga karena rasa takut akan apa yang akan dilakukan pria itu selanjutnya.