/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
Raisa berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke taman rumah besar keluarga Hartanto. Angin sore berhembus pelan, membawa aroma bunga yang masih segar. Meskipun keindahan di luar rumah ini menenangkan, hati Raisa tidak bisa merasakan kedamaian itu. Perasaan yang sudah lama terpendam dalam dirinya semakin menggigit, dan hari ini, lebih dari sebelumnya, rasa itu begitu sulit untuk ditahan. Ia memutar cincin kawin di jarinya dengan tangan yang gemetar. Rasanya, sudah terlalu lama ia terjebak dalam pernikahan yang hanya didasarkan pada sebuah perjanjian.
Dua tahun sudah berlalu sejak ia terikat janji pernikahan dengan Rangga Hartanto, pria yang tak pernah ia pilih untuk menjadi suaminya. Semua ini bermula ketika adiknya, Sari, didiagnosis menderita penyakit langka yang membutuhkan biaya pengobatan yang sangat mahal. Keluarga Hartanto, sebagai satu-satunya pihak yang mampu menanggung biaya tersebut, mengajukan satu syarat kepada Raisa: menikah dengan Rangga yang saat itu sedang koma akibat kecelakaan. Keluarga Hartanto berjanji akan menanggung biaya pengobatan adiknya, dan Raisa tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran itu.
Namun, dua tahun berlalu, dan kini keadaan telah berubah. Raisa tidak lagi merasa seperti seorang istri yang berperan sebagai pelaksana kewajiban. Ia sudah mencintai Rangga, tulus, tanpa mengharapkan apa-apa selain kebahagiaan suaminya. Dia merawat Rangga dengan sepenuh hati, memberikan semua perhatian dan kasih sayangnya, berharap suatu hari Rangga akan bangun dan melihatnya lebih dari sekedar istri yang "dibayar" oleh keluarga mereka.
Tetapi kenyataannya berbeda. Rangga akhirnya siuman setelah dua tahun, dan meski fisiknya pulih, hatinya tetap jauh. Dia tidak pernah memberi cinta yang Raisa harapkan. Bahkan setelah ia sembuh, Rangga selalu mengunjungi Aulia, mantan kekasihnya, yang meskipun sudah tidak bersama Rangga, tetap diberi tempat khusus dalam hati pria itu. Aulia, dengan senyuman yang selalu menenangkan, adalah wanita yang Rangga anggap sebagai sosok yang benar-benar mendampinginya, bahkan ketika ia dalam keadaan koma.
Raisa merasa seperti seorang bayangan di kehidupan suaminya, berusaha menjadi yang terbaik bagi Rangga, namun tetap tidak pernah bisa mencapai tempat yang Aulia tinggalkan. Cinta yang ia berikan seolah hanya diterima sebagai kewajiban, bukan perasaan yang tulus. Setiap malam, Raisa menunggu, berharap ada kata-kata manis yang keluar dari mulut Rangga, berharap suaminya melihatnya dengan cara yang berbeda. Namun harapan itu tak kunjung datang.
Saat itu, di ruang tamu yang luas dan sunyi, Raisa berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya yang tampak lebih tua daripada usianya. Matanya lelah, wajahnya pucat, dan bibirnya nyaris tidak tersenyum. Ia sudah terlalu lama berjuang dalam hubungan yang terasa seperti hanya satu pihak yang memberi. Keputusannya sudah bulat, meski hatinya merasakan sakit yang dalam. Ia tidak bisa lagi bertahan dalam hubungan yang hanya memberikan luka.
Pintu ruang tamu terbuka, dan Rangga masuk dengan langkah pelan. Ia tampak lelah, matanya sedikit cekung, dan rambutnya sedikit berantakan. Seperti biasa, ia datang dengan ekspresi yang datar, tak pernah menunjukkan kegembiraan atau kebahagiaan ketika melihat Raisa.
"Raisa," Rangga memanggil nama istrinya dengan suara rendah, "kamu baik-baik saja?"
Raisa hanya menoleh, memberikan senyum tipis yang bahkan ia sendiri rasakan tak tulus. "Aku baik-baik saja," jawabnya, meskipun hatinya hampir pecah saat mendengar suara Rangga yang terdengar begitu kosong.
"Ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya Rangga, memasuki ruang tamu dan duduk di sofa, memandangi istrinya dengan tatapan yang sedikit kosong. Dia tidak tahu, atau mungkin tidak peduli, bahwa perasaan istrinya sudah berada di ujung jurang.
Raisa menarik napas dalam-dalam. Matanya menatap Rangga dengan tatapan yang penuh rasa sakit, yang sudah terpendam begitu lama. "Aku ingin cerai darimu."
/0/22330/coverorgin.jpg?v=c20df7411e743e7bed365eccac399b3f&imageMogr2/format/webp)
/0/29790/coverorgin.jpg?v=4eeac7b6ed4cfd6b59c5b454fbfb63e3&imageMogr2/format/webp)
/0/29393/coverorgin.jpg?v=a38d767cb176bae84918e6f8c470ddee&imageMogr2/format/webp)
/0/23514/coverorgin.jpg?v=a9b1bb7c6b3467e7f12291528ae7be07&imageMogr2/format/webp)
/0/18241/coverorgin.jpg?v=fabebce372d53ebb6b4c4959ace2bf1d&imageMogr2/format/webp)
/0/6574/coverorgin.jpg?v=16ead24f442344223849048a249f7499&imageMogr2/format/webp)
/0/4224/coverorgin.jpg?v=baf7d841ae35f45935e153dd8eb82713&imageMogr2/format/webp)
/0/6109/coverorgin.jpg?v=cf942bb99b8fc29cfd071d9f0d1e127f&imageMogr2/format/webp)
/0/4014/coverorgin.jpg?v=5eae4c692cdd71bfa98ea10ee1deea05&imageMogr2/format/webp)
/0/3467/coverorgin.jpg?v=526864a4342f26f6a9b70352d999bf13&imageMogr2/format/webp)
/0/29976/coverorgin.jpg?v=d1d4433cdd5df3d4b63172c66fabef97&imageMogr2/format/webp)
/0/14354/coverorgin.jpg?v=bff2bf96cc9c08daa5e17bcd72d5043e&imageMogr2/format/webp)
/0/20082/coverorgin.jpg?v=5d2809df48ebf1920c3bf5ca6292bba0&imageMogr2/format/webp)
/0/3498/coverorgin.jpg?v=ee870da5b914a97dfdf146daac9c0e56&imageMogr2/format/webp)
/0/13573/coverorgin.jpg?v=58029ab3ba218675a6b1add08bcca191&imageMogr2/format/webp)
/0/12948/coverorgin.jpg?v=fcae58ca8136c96ba30fe96b5e0d2843&imageMogr2/format/webp)
/0/26864/coverorgin.jpg?v=20251106164718&imageMogr2/format/webp)
/0/2414/coverorgin.jpg?v=5344f268fdb2c83b9d105d9a760ddd04&imageMogr2/format/webp)