Lian terjebak perjodohan yang diatur oleh ibu panti dimana ia tinggal dulu. sikapnya yang kebapakan menyebabkan bu Nurma tertarik untuk menjodohkannya dengan putrinya. Lian yang awalnya menolak langsung tertarik melihat Tania yang sangat cantik ketika diperkenalkan padanya. Sampai-sampai ia memutuskan Yasmin seorang mahasiswa yang sudah dua tahun dipacarinya.. sayang harapan Lian akan hidup bahagia bersama Tania seakan jauh dari kenyataan karena Tania bersikap dingin yang disebabkan karena masih belum bisa melupakan suaminya yang hilang dalam kecelakaan kapal. Tania bahkan tak megizinkan suaminya menyentuhnya. Lalu ketika hujan badai dan Tania tidak berani tidur sendiri memanggil suaminya untuk menemaninya tidur. Tak disangka, malam itu menjadi malam pertama penyatuan mereka. Apakah setelah penyatuan itu mereka akan hidup normal seperti pasangan lain atau malah rumah tangga mereka makin oleng karena Brian yang ternyata selamat muncul dalam kehidupan mereka.
"Ibu tidak mau mendengar penolakan darimu Lian. Pokoknya kamu harus mau menikah dengan putri Bu Nurma." Permintaan Bunda Naila terdengar sangat tak masuk akal. Tentu saja aku menolaknya mentah mentah.
" Tapi bunda, aku belum kenal bahkan belum pernah bertemu dengan putri Bu Nurma. Bagaimana bunda bisa memaksaku untuk menikah dengan putrinya?"
" Kamu pasti tak akan kecewa ketika nanti berkenalan dengannya. Tania, putri Bu Nurma seorang yang cantik, mirip cewek Korea, seorang dokter spesialis anak dan berasal dari keluarga terpandang. Masa depanmu pasti cerah."
Bunda Naila malah semakin gencar mempromosikan putri Bu Nurma.
Bu Nurma setahuku seorang donatur tetap di panti asuhan 'Kasih Bunda' dimana aku dulu dirawat dari kelas 1 sekolah dasar hingga semester kedua universitas.
Aku beberapa kali bertemu dengannya ketika mendongeng bersama adik-adik panti atau mengajar mereka bermain peran. Tak ku ragukan, Bu Nurma sangat ramah dan baik padaku.
Tapi Sayangnya beliau tak pernah membawa putrinya yang katanya cantik ikut berkunjung ke panti.
"Tapi Bu, aku kan sudah punya pacar, Yasmin. Aku masih sangat mencintainya Bu. Dia amat baik padaku. Alasan apa yang harus kukatakan untuk memutuskan hubungan dengannya?" Pikiranku kacau sekali. Bagaimana mungkin Bunda Naila memutuskan secara sepihak?. Apa mentang -mentang karena aku hidup dari panti asuhannya maka ia merasa berhak mengatur- atur hidupku.
Baru saja aku hendak berbicara, respon bunda membuatku tercekat " bunda tak melihat masa depan cerah jika kau meneruskan hubunganmu dengan Yasmin. Lihat kalian sudah menjalin hubungan selama dua tahun. Tapi tak ada tanda tanda kalian naik ke pelaminan karena dia baru berusia dua puluh tahun dan masih kuliah. Sedangkan kamu sekarang sudah 29 tahun. Nyaris kepala tiga sudah umurmu. Sudah saatnya kau serius mencari istri yang dewasa. Dimana nanti pola pikir kalian akan seimbang." Lagi kata kata bunda Naila membuatku harus berpikir ulang mengenai hubunganku dengan Yasmin
Selama dua tahun ini aku dan Yasmin memang belum pernah membicarakan soal pernikahan karena kuanggap ia masih muda dan harus mengejar pendidikan dahulu. Tapi apakah aku harus menunggu hingga ia lulus kurang lebih dua tahun lagi?. Tak menjamin dengan lamanya suatu hubungan akan memastikan aku atau dia akan setia sampai akhir.
Dalam diam, aku merenungkan kembali tawaran bunda Naila untuk berkenalan dengan putri Bu Nurma.
"Besok jam 4 sore Bu Nurma akan berkunjung ke panti asuhan ini. Bunda harap sebelum kamu datang, kamu sudah mandi dan berpakaian rapi. Jangan malu-maluin di depan calon mertua."
"Tapi Bun...."
"Tapi apa...?. Kalau kamu menolak menikah dengan putri Bu Nurma,.maka Bunda nggak mau urunan membiayai pernikahanmu." Ancaman bunda panti sontak membuatku mengkeret. Statusku yang masih sebagai guru honorer ini tentu saja sudah jika harus menanggung sendiri semua biaya pernikahanku.
Karena lidahku Kelu untuk menjawab, aku menganggukkan kepalaku sebagai tanda setuju atas permintaan lebih tepatnya pemaksaan pernikahan ini
Bunda Naila tersenyum,.ia tak mengerti betapa berat mentalku menghadapi situasi dilema ini. Aku harus menikah dengan seseorang karena balas budi yang akibatnya mau tidak mau harus memutuskan hubungan dengan kekasihku.
Aku berdiri untuk kemudian pamit pulang ke rumah kontrakan yang ku sewa bersama rekan -rekan guru bahasa Indonesia yang masih bujang.
Malam semakin larut, sebenarnya aku biasa menghabiskan malam dengan aneka kegiatan positif. Mencari teknik mengajar yang sesuai untuk murid-muridku, membuat media pembelajaran, membuat naskah drama atau menulis puisi dan novel.
Ada yang berbeda malam ini, segelas coolin coffee menemaniku hingga larut malam di Balkon lantai dua kontrakan.
"Yan..Lian. Nih hasil dokumentasi pementasan drama kemarin malam."
Terdengar suara Edi memanggilku dari lantai 1 dimana kamar kami berada.
Aku segera turun sambil membawa minumanku yang habis separuh.
'Oy mas. Jarang -jarang dirimu menghabiskan waktu begadang di balkon. Kusut lagi kayak baju belum disetrika tuh muka" celetuk nya tanpa rem. "
Aku lagi suntuk Ed. Aku di jodohkan sama ibu pantiku dengan putrinya donatur tetap panti hanya karena balas Budi.
Buku lain oleh REE PRAS
Selebihnya