Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Hari yang dinanti oleh Nishaa akhirnya tiba. Dengan tubuh gemetar karena kesenangan, ia kemudian menghampiri Austin di meja kerjanya.
“Tin!” panggil Nishaa dengan nyaring, membuat Austin terkejut.
“Pelan-pelan kalau manggil. Aku enggak tuli, Shaa.” Tegur Austin dengan memutar bola matanya. Nishaa hanya tertawa.
Nishaa lalu membuka kertas yang terlipat sebelumnya, lalu memamerkannya pada Austin. Austin membacanya dengan perlahan, lalu menatap sahabatnya.
“Yes! Akhirnya permintaanku di acc! Dadah Austin! Pasti kamu bakal kesepian enggak ada aku. Hm… jangan kangen aku, ya!”
Austin memutar bola matanya, malas.
“Pokoknya Austin kalau kangen telepon aja. Tapi maaf kalau nanti aku slow respon, aku ‘kan sibuk di kantor baru.” Kata Nishaa sambil melipat kembali kertasnya lalu duduk di samping Austin.
“Kalau ternyata kamu kangen, ya sudah enggak apa-apa. Tapi maaf kalau aku sibuk terus. pasti bakal banyak kerjaan di sana. Aku megang posisi yang sama, soalnya. Nanti pas gajian, kutraktir, deh. Gimana?”
Austin menatap Nishaa dengan tatapan menyelidik.
“Benar, ya? Awas kalau nanti alasan mulu!”
Nishaa membuka matanya yang sipit dengan pura-pura takut.
“Austin mau ditinggal jadi galak begini, sih? Sudah, jangan galak gitu. Nanti pokoknya kalau aku enggak sibuk aku main.”
Austin lagi-lagi memutar bola matanya, lalu satu ide bagus terlintas di kepalanya.
“Daripada nanti-nanti, kenapa enggak sekarang saja kamu traktir aku? Hitung-hitung perpisahan. Gimana? Oke, enggak? Okelah, ya. Sip. Sana balik ke ruanganmu. Nanti jam istirahat aku hampiri, kita makan di kedai soto Bu Agung. Sip. Dah sana.”
Dengan senyum kemenangan, Austin melanjutkan pekerjaannya, berbanding terbalik dengan Nishaa yang berjalan meninggalkan ruangan Austin dengan cemberut.
***
Nishaa memasuki kantor barunya dengan senyum yang cerah. Ia selalu menyapa orang yang berlalu lalang di sana, bersikap ramah sebaik mungkin. Ia juga sesekali membungkuk jika bertemu dengan orang yang terlihat lebih tua dari Nishaa.
Nishaa melewati lorong sepi menuju ruangan atasannya, pak Doni. Saat selesai perkenalan dengan pak Doni, pak Doni membawa Nishaa ke ruangannya yang bersatu dengan divisi lainnya.
“Selamat pagi semua! Perkenalkan nama saya Ganishaa R. Pevetha, cukup panggil saya Nishaa. Mohon bantuannya!” dengan semangat dan penuh percaya diri Nishaa memerkenalkan diri di hadapan rekan-rekan kerjanya yang baru. Namun matanya tidak sengaja menangkap satu laki-laki yang tidak asing untuknya.
“Nah, Nishaa ini baru pindah hari ini dari kantor pusat untuk membantu kantor kita. Saya minta kalian bisa bekerja sama dengan baik dengan Nishaa, ya! Nah, Nishaa, kita di sini bahasanya enggak formal banget, jadi saya harap kamu bisa lebih santai di sini. Mejamu ada di sana. Kamu boleh segera ke sana. Helen, tolong ajari Nishaa dulu, ya.”
“Baik, pak!” ucap perempuan yang tampak berusia akhir dua puluhan.
“Kalau gitu, saya pamit dulu. Nishaa, jika kamu tidak mengerti, kamu bisa tanyakan pada Helen, ya.”
Dengan cepat Nishaa mengangguk, lalu tersenyum pada Helen.
Sepeninggal pak Doni, Nishaa segera menghampiri mejanya. Saat berjalan, ia tidak sengaja melihat nama Darel tertulis di meja laki-laki itu. Nishaa pun berusaha tidak memedulikannya.
Dengan semangat ia dibantu Helen untuk mempelajari pekerjaannya di sini. Helen pun dengan senang mengajari Nishaa, karena Nishaa cepat mengerti apa yang Helen ajarkan. Saat ini Helen bahkan sudah kembali ke mejanya, membiarkan Nishaa mengerjakan pekerjaannya sendiri.
Sesekali Nishaa curi-curi pandang pada laki-laki yang bernama Darel itu. Namun seketika tubuhnya menegang.
Itu adalah Darel Alexander Kaindra, kakak kelasnya saat SMP yang sempat ia tembak dulu. Nishaa pun menutup wajahnya. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan masa lalunya di sini.
Tolonglah, berdiri di depan Darel tadi membuat Nishaa ingin menghilang saja setelah dulu ia sudah memutuskan urat malunya untuk menyatakan cintanya pada Darel.