Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Melaju di Lautan Mimpi

Melaju di Lautan Mimpi

Alana_Ramdhani

5.0
Komentar
81
Penayangan
5
Bab

Artha terlahir dari keluarga yang sederhana di pinggiran pantai, namun berkat kegigihan dan kerja kerasnya, dia bisa menempuh pendidikan serta menyelesaikannya dengan predikat cumlaude di salah satu universitas terbaik di daerahnya. Hingga suatu ketika Artha menyukai seorang wanita, tetapi dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, orang tua sang wanita tidak menyetujui hubungan mereka, dan menjodohkan anaknya dengan laki-laki lain. Dia menghela napas panjang, dan Artha harus menghormati keputusan kedua orang tua kekasihnya, meskipun hatinya hancur, dia akan terus berusaha untuk menjadi lebih baik dan siap menerima apapun yang terjadi. Dengan ilmu yang dia peroleh di bangku pendidikan, Jurusan Teknik Perkapalan, Artha menjadi harapan terbesar kedua orang tuanya. Mereka sangat mendukung dan bangga dengan kesuksesan Artha di bidang teknik perkapalan. Artha akan terus berjuang untuk membuat mereka bahagia. Artha bekerja dengan penuh dedikasi dan kecerdasan. Dan Akan menyelesaikan tugas dengan sempurna dan tanpa kompromi. Artha memberikan kontribusi yang besar bagi ekonomi keluarganya. Artha akan bekerja keras untuk menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya. Artha tidak pernah menyerah untuk merubah nasib keluarganya menjadi lebih baik.

Bab 1 Laut yang tenang dan Bersahabat

Deru ombak membangunkan Artha dari tidurnya. Artha segera menutup mulutnya, dengan tangan kirinya, hembusan udara mengalir di sela-sela jarinya. Artha bangkit dari tempat tidurnya, yang berbahan dari papan kayu, namun, itu sudah membuatnya sangat nyenyak.

Artha berjalan menuju pintu yang terbuat dari papan kayu, dengan sebuah pengunci yang terbuat dari potongan kayu berbentuk segi empat yang dipasak dengan paku.

Artha berjalan menuju ke tepi pantai, sentuhan angin laut, terasa sangat menyegarkan, dia menyilangkan kedua tangannya ke depan dada, lalu menarik nafas dalam-dalam dan merasakan udara segar masuk ke paru-parunya. Artha menatap langit, sungguh langit yang indah dengan birunya laut dan awan putih yang terpampang nyata di hadapannya.

Namanya Artha, dia mempunyai satu saudara perempuan bernama Ashiylla dan satu saudara laki-laki bernama Ardhi. Dia tinggal di sebuah gubuk kecil di pinggiran pantai. Ibunya harus berjualan sayur mayur di pasar untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, sementara bapaknya adalah seorang nelayan, bapak harus mencari ikan setiap harinya di laut.

Artha masuk kembali ke dalam rumah, dia mengambil jala di bawah anyaman bambu yang biasa ibunya gunakan untuk menempatkan barang-barang dan bumbu-bumbu dapur. Bersama kedua saudaranya, dia berjalan menuju perahu yang biasa digunakan oleh bapaknya untuk melaut.

Ashiylla naik ke atas perahu, sementara Artha dan Ardhi, membantu bapak mendorong perahu dari pesisir menuju laut. Hari ini laut terasa sangat bersahabat, matahari juga bersinar dengan sangat terik, serta angin yang berhembus dengan tenang.

"Aku berharap, semoga bapak bisa mendapat rezeki yang melimpah hari ini," gumam Artha perlahan dia meloncat menaiki perahu yang bergerak menuju ke perairan, lalu duduk berjongkok di bagian belakang perahu dengan adiknya-Ashiylla berada di tengah.

Artha secepatnya menyalakan mesin perahu yang berada di bagian belakang, dan siap berlayar menuju lokasi di mana bapak akan melepas jala ikannya. Adiknya-Ardhi segera membuka layar atau bidak perahu yang berada di bagian depan untuk mempercepat lajunya.

"Kak hari ini mataharinya panas banget ya," kata Shiylla, mengibaskan tangannya.

"Ya namanya di laut dek, pasti panaslah, coba tadi Shiylla diem di rumah pasti nggak panas," timpal Ardhi yang sedang duduk di dekat bidak dia sedang menyiapkan jala untuk di sebar ke laut.

Ashiylla mengelap keringat yang mengucur dan membasahi alisnya, dengan handuk kecil yang dia taruh di lehernya. Dia melihat ke arah tangannya, kulitnya tampak memerah karena terbakar sinar matahari.

Arta menghela napas Panjang.

"Ma-ka-nya, besok lebih baik Shiylla diam aja di rumah, atau nggak ikut ibu ke pasar buat jualan sayur," timpalnya yang sedang melihat kedua adiknya sedang bercengkrama.

"Aa...duuh a-dik ku, kulitnya terbakar. Bisa-bisa nanti kulit kamu jadi hi-tam le-gam Dek huhuhu!" seru Artha menggoda sang adik.

"Masa sih Kak? Aku kan sudah pakai krim tabir surya, jangan kawatir deh. Aku kan sudah pintar dan tahu cara menjaga kulitku kok," ucap Ashiylla dengan wajah cemberut.

"Kalau kulit kamu terbakar matahari terus jadi hitam, jangan salahin kakak ya," sahut Artha lagi menggodanyanya.

"Tenang aja Kak, aku kan sudah tau cara menghindari kulit jadi hitam. Jangan khawatir deh, adikmu yang cantik ini aman kok," sahut Ashiylla lagi dengan wajah cemberut dan menyeringai.

"Ya sudah iya, Ashiylla boleh ikut," timpal Artha pada adiknya dengan wajah diiringi senyum tipis, dia memang sangat senang menggodanya.

"Waah, bo-leeh Kak, hihi! Aku kan manis dan pasti bisa bantu cari ikan di laut. Siap-siap ya, kita bakal dapat banyak ikan nanti," sahutnya mengangguk-anggukan kepala sambil senyum ceriwis kuda.

"Oke let's go!" ujar Artha dengan penuh semangat.

"Ayooo, kita berangkat sekarang! Siap-siap dapet banyak ikan nih, yuk beraksi!", seru Ashiylla yang sangat bersemangat.

Bapak mengeluarkan beberapa bungkusan nasi yang sudah dibawanya dari rumah, kemudian membagikannya kepada mereka satu-persatu. Artha mulai membuka bungkusan nasi yang diberikan bapak untuknya.

Ikan goreng, dan daun singkong dengan sambal pelecing, terasa sangat nikmat untuk mengisi perut mereka pagi ini. Perlahan Artha menghabiskan makanannya hanya dengan beberapa kali suapan. Artha mengambil satu botol air minum dari dalam tas bapaknya, kemudian meminumnya hingga habis.

Sesampainya di lokasi, Artha melihat ke arah laut di mana banyak ikan yang berlalu-lalang. Sedangkan Ardhi membantu bapak untuk menyebar jala ikan di laut, Artha memegang pemberat di tepi jala kemudian melemparnya ke tengah laut. Di sisi lain Ashiylla memperhatikan pekerjaan mereka dengan seksama.

Pada sepersekian menit berikutnya, kemudian bapak menarik jala yang sudah di sebar ke tengah laut. Tampak begitu banyak ikan yang terjaring di jala ikan. Artha dan Ardhi segera membantu bapak untuk mempercepat pekerjaan. Setelah mengangkat jalan ke dalam perahu, Ashiylla segera melepaskan ikan dari jaring-jaring, dan memasukannya ke dalam bak yang sudah disiapkan bapak di dalam perahu.

Mereka berpindah lokasi ke tempat lain, untuk kembali menyebar jala, dan melakukan hal yang sama setiap kali ikan terperangkap di dalam jala ikan. Tidak terasa hari mulai beranjak petang, Artha melihat ke arah matahari yang mulai tergelincir, tampak sudah menunjukan waktu asar. Mereka mulai memutar arah layar atau bidak dan memutar perahu untuk kembali ke rumah.

Sesampainya di pesisir, bapak segera menarik perahunya ke pinggir pantai dan mengikatnya di sebuah batang pohon besar di pinggiran pantai. Setelah mengikat perahunya, Artha dan kedua saudaranya segera turun dari perahu.

Ashiylla mengambil dan membawa bak berisi ikan dari dalam perahu untuk di jual oleh ibunya. Sebelum dijual ke pasar, ibu lebih dulu menawarkan ikannya kepada para pengunjung di pantai.

Malam mulai menjelang, dari jam sepuluh lewat bapak sudah melaut mencari ikan untuk dijual ibu ke pasar esok pagi.

Artha baru saja membuka bukunya untuk mengerjakan tugas sekolahnya.

"Tahun depan aku akan masuk perguruan tinggi, aku harus banyak belajar. Aku berencana akan meneruskan pendidikan di bangku SMK yaitu jurusan Teknik Perkapalan," gumam Artha di depan meja belajar dengan sebuah lampu belajar sebagai penerang. Keinginan yang kuat untuk menjadi designer perkapalan membuat Artha ingin menimba ilmu tentang perkapalan.

Tok! Tok! Tok!

Paman Cakra baru saja pulang mengambil sayur dari desa Widuri. Dia mengambil sayur dari seorang pengepul ssayur untuk dijual setiap harinya oleh ibu. Paman membawa satu bandrol sayur bayam, kacang panjang, kacang tanah, dan beberapa jenis lauk-pauk.

Di dapur, adiknya-Ashiylla membantu ibu mengikat sayur. Ibu membeli sayuran kepada petani sayur di mana satu ikat sayur ibu menjualnya seharga dua ribu rupiah, dan akan dijual ibu seharga tiga ribu rupiah, begitu juga dengan sayuran yang lainnya. Ibu membelinya dengan harga pasar dan akan dijual ibu dengan harga kompetitif, menaikkan harga jual dari harga beli yang ibu bayarkan kepada pengepul sayur.

Ashiylla melihat jarum jam di dinding rumah sudah menunjukkan tepat pukul dua belas malam. Sedangkan Artha masih duduk di luar di tepi pantai bersama Ardhi dan teman-temannya. Ashiylla segera masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka, kemudian mengempaskan badannya di tempat tidur.

Artha dan Ardhi masuk ke dalam kamar, dan membaringkan badannya, karena besok pagi mereka akan bersekolah. Sekitar jam 3 pagi, Artha terbangun karena ayah baru saja kembali dari melaut. Dia berjalan melihat tangkapan ikan bapak yang ada di dalam bak, tampaknya bapak mendapat banyak tangkapan ikan malam ini. Ikan inilah yang akan di jual ibu ke pasar besok pagi.

Artha kembali ke dalam kamar untuk melanjutkan tidurnya, setelah sepersekian menit tertidur lelap suara azan subuh terdengar dari speaker masjid. Artha bangkit dari tempat tidur kemudian melaksanakan sholat subuh. Selesai sholat subuh, Artha mengambil handuk kemudian mandi untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah, dia segera memasukan semua buku pelajaran hari ini, kemudian berangkat ke sekolah bersama kedua adiknya.

Sebelum berangkat ke sekolahnya, Artha lebih dulu mengantar Ashiylla ke sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolahnya dan Ardhi. Mereka ke sekolah menggunakan satu buah sepeda motor. Terkadang Ardhi harus menunggu Artha mengantar Ashiylla ke sekolah, setelah itu mereka akan berangkat sekolah bersama. Namun jika kepepet, mereka harus bonceng tiga, untuk bisa sampai sekolah tepat waktu.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Alana_Ramdhani

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku