Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Saya Pembunuh

Saya Pembunuh

author adiba

5.0
Komentar
278
Penayangan
45
Bab

Sebelumnya... maaf, mohon pengertiannya jika di cerita ada sesuatu yang dianggap mengerikan .🙏🙏 Sinta Amelia bersahabat dengan Lembayung Rindu yang sama-sama mencintai Aditya Bagaskara pemuda tampan dan kaya namun Aditya Bagaskara mencintai Dewi Utari gadis lugu dan sederhana yang berhasil merombak gaya hidup Aditya Bagaskara anak dari profesor dokter Wijayanto seorang direktur rumah sakit di Jakarta.. Sinta Amelia yang awalnya menganggap lembayung rindu sebagai sahabat dan saudara terbaik tapi akhirnya Sinta Amelia sakit hati dan membencinya dengan amat sangat.yang menimbulkan dendam pada Lembayung rindu. Kemarahan, kebencian, sakit hati, , amarah Sinta Amelia benar -benar tak terbendungkan dan tak seorang pun yang bisa menghentikan balas dendam Sinta Amelia. Hanya dokter Hanum Permatasari yang bisa meredam segalanya di diri Sinta Amelia. Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka semua dan kenapa Sinta Amelia bisa dengan mudahnya mengikuti kemauan dokter Hanum Permatasari ?

Bab 1 Saya Pembunuh

Bab. 1

Setiap hari Hanum Permatasari gadis berusia 13 tahun itu ke rumah sakit untuk menunggu ayahnya yang sedang opname. Hanum yang baru saja pulang sekolah langsung mengayuh sepeda mininya ke rumah sakit. Terik matahari tak dihiraukan , yang di pikirannya hanyalah ingin cepat menjumpai ayahnya. Sesampainya di depan rumah sakit, Hanum turun dari sepedanya, sambil mengusap keringat di dahinya. Gadis kecil itu menuntun sepedanya masuk ke halaman rumah sakit. Pak Narto tukang parkir di rumah sakit memanggilnya..

" Hanum.. cepat taruh sini sepedamu !".

Gadis kecil itu menuntun sepedanya sambil merogoh saku rok seragam sekolahnya. Dikeluarkan 2 uang logam lalu disodorkan ke hadapan pak Narto.

" Ini uang parkir sepedaku , pak Narto".

Pak Narto tersenyum sambil mengelus-elus kepala Hanum.

" Simpan saja uangmu, sepedamu gratis parkir sini . Cepat temui ayahmu, Hanum ".

Gadis kecil itu tersenyum.

"Terima kasih, pak Narto ".

Setelah menyandarkan sepedanya di dekat pagar tempat parkir, Hanum berlari di lorong rumah sakit. Masih dengan nafas terengah-engah ,Hanum langsung berhenti di depan kamar pasien. Perlahan-lahan gadis kecil itu masuk kamar pasien , melihat ayahnya yang terbaring. Mata gadis kecil itu berbinar-binar melihat senyuman di bibir ayahnya. Hanum mencium tangan kanan ayahnya.

" Assalam Mualaikuum, ayah. Hanum pulang sekolah langsung kemari ".

Ayahnya menunjuk jam dinding , sembari berkata..

"Waalaikum salam, Hanum. Ayah selalu lihat jam dinding , menunggumu datang ".

Gadis kecil ini menyeret kursi di dekat tempat tidur ayahnya laku bercerita tentang semua aktifitas di sekolahnya, celoteh Hanum merupakan semangat bagi ayahnya untuk sembuh. Akhirnya Hanum tertidur juga di kursi, kepalanya tertelungkup di dekat bantal ayahnya. Tak terasa sudah jam setengah empat sore, suara ketukan di pintu membangunkan Hanum , langsung Hanum bangkit dari kursinya dan berjalan keluar kamar melihat tanaman di halaman depan kamar pasien. Seorang suster bersama profesor dokter Wijayanto masuk memeriksa ayahnya Hanum.

" Bagaimana kondisi saya ?. Apa saya bisa sembuh ?".

Prof. Dr. Wijayanto menghela nafasnya.

" Maaf, saya sudah berusaha untuk menolong menyembuhkan anda tapi kanker darah sudah stadium akhir ".

Ayahnya hanum mengalihkan pandangannya melihat Hanum dari jendela.

" prof. Dr.. Wijayanto , istri saya sudah meninggal dan saya hidup bersama Hanum . Kalau saya meninggal pasti dia sebatang kara ".

Prof. Wijayanto dan suster terkejut mendengar ucapan pasiennya yang satu ini. Ayahnya hanum melanjutkan bicaranya..

" Saya tidak mau Hanum masuk panti asuhan meskipun nanti dia menjadi anak yatim piatu."

Prof. Wijayanto melihat suster yang berdiri di sebelahnya yang sedang mengganti botol infus. Prof . Wijayanto duduk di kursi sebelah tempat tidur pasien , sembari berkata..

" insya Alloh, besok saya mengajak istri saya menemui anda".

"Iya, prof. Wijayanto".

____

Keesokan harinya , prof. Dr. Wijayanto bersama istrinya menemui ayahnya Hanum yang masih terbaring.

" Ayahnya hanum, kenalkan ini istri saya. Kemarin kami sudah bicara tentang anda dan Hanum putri anda ".

Ayahnya Hanum tersenyum sambil mengangguk. Istri prof. Dr Wijayanto langsung berbicara..

" Alhamdulillah, Alloh menjawab doa saya. Setahun setelah saya melahirkan bayi laki kembar dua, saya tidak bisa hamil karena rahim saya diangkat".

Ayahnya Hanum langsung menatap prof. Dr. Wijayanto yang duduk berdiri di sebelah istrinya yang melanjutkan bicaranya.

" Maksud saya dan suami saya ingin mengadopsi anak anda. Kami berjanji pasti menganggap anak anda layaknya anak kandung bukan anak adopsi".

Mata ayahnya hanum berkaca- kaca. Di satu sisi ,dia lega karena ada sepasang suami istri baik dan terpelajar yang mau mengadopsi anak perempuannya semata wayang tapi di satu sisi dia merasa sedih karena hidupnya tak lama lagi dan harus berpisah dengan Hanum untuk selamanya. Dengan menahan tangis, ayahnya Hanum menjawab ..

" Saya berterima kasih pada anda berdua, prof. Wijayanto yang berkenan mau merawat Hanum anak kesayangan saya.".

Ayahnya Hanum menarik nafas dalam-dalam kemudian melanjutkan bicaranya lagi..

" Saya punya rumah meskipun hanya rumah sederhana, tolong juallah untuk kebutuhan Hanum ".

Prof. Dr. Wijayanto dan istrinya tersenyum sambil menggeleng. Dengan sopan istri prof. Hanum menjawab..

" Tidak, kami tidak mau menjual rumah anda, biarlah rumah itu menjadi kenang- kenangan bagi Hanum sampai kelak tumbuh dewasa. ".

Prof. Dr. Wijayanto pun menimpali..

" Kami yang membiayai dan merawat Hanum sampai kelak dia dewasa ".

Menetes air mata di pipi ayahnya Hanum. Sambil mengusap kedua matanya, beliau berkata ..

" Tolong jangan beritahu Hanum tentang penyakit kanker darah yang saya indap ini dan jangan beritahu kalau hidup saya tidak lama lagi.".

Prof. Dr. Wijayanto dan istrinya mengangguk , hati suami istri ini terenyuh mendengar ucapan ayahnya Hanum. Tak lama kemudian Hanum muncul, setelah ayahnya mengenalkan Hanum pada istri prof. Dr. Wijayanto langsung Hanum duduk di lantai dan mengeluarkan buku pelajaran sekolah dan kotak pensil dari dalam tas sskolahnya. Prof. Dr. Wijayanto dan istrinya memperhatikan apa yang dilakukan gadis kecil yang fokus mengerjakan tugas sekolah.

" Ayah, tolong periksa hasil perkalian silang ini".

Hanum memberikan buku tulis matematika dan pensil pada ayahnya yang terbaring. Ayahnya melihat prof. Dr. Wijayanto dan istrinya..

"Saya membiasakan Hanum sepulang sekolah harus mengerjakan tugas dari sekolah, makan, tidur siang, mengaji lalu belajar buat pelajaran besok ".

Prof.Dr . Wijayanto mengacungkan kedua ibu jarinya..

" Anda ayah yang hebat menanamkan disiplin pada Hanum ".

Ayahnya hanum tertawa kecil..

" Iya, prof. Wijayanto. Saya sangat menyayangi Hanum dan mengajari Hanum membagi waktunya untuk kegiatannya sehari- hari " .

Prof. Dr. Wijayanto dan istrinya mulai tertarik pada Hanum gadis kecil yang sopan, manis dan pintar. Suami istri ini yakin Hanum di didik dengan baik oleh ayahnya dan itu tampak jelas sekali di diri gadis kecil yang berdiri di hadapan mereka.

___

Seminggu kemudian

Kondisi ayahnya harum makin memburuk akhirnya ayahnya meninggal. Gadis kecil itu menangis histeris memeluk tubuh ayahnya . Prof Dr Wijayanto dan istrinya membantu memulangkan jenazah ayahnya Hanum ke rumah duka. Para tetangga berdatangan, jenazah ayahnya Hanum diturunkan dari ambulans dan dimasukkan ke dalam rumah. Hanum masih memeluk jenazah ayahnya mulut Hanum tidak berhenti mengatakan..

" Ayah, jangan tinggalkan Hanum sendirian, yah ".

Prof Dr. Wijayanto bersama para tetangga menyucikan jenazah ayahnya Hanum. Istri prof Dr. Wijayanto memeluk Hanum yang masih menangis meratapi kepergian ayahnya. Bergetar jiwa keibuan istri prof Dr Wijayanto, makin bertambah besar keinginannya ingin memiliki gadis kecil sebagai anaknya. Dengan lembut berbisik.

" Ayahmu sudah di panggil Alloh. Ikhlaskan kepergiannya, Hanum".

Gadis kecil bersimbah air mata itu memeluk erat istri prof. Dr. Wijayanto. Bibir mungilnya berkata..

" Ayah meninggalkan Hanum sendirian padahal ayah janji mau selalu bersama Hanum".

"Kalau Alloh berkehendak , kita tidak boleh melawan kehendak Alloh, Hanum".

Jenazah ayahnya di makamkan . Selesai pemakaman , mereka semua kembali ke rumah duka. Prof. Dr. Wijayanto dan istrinya berbincang-bincang dengan ketua RT setempat untuk mengambil Hanum sambil menunjukkan surat wasiat dari almarhum ayahnya Hanum yang menyatakan Jika Hanum anak perempuannya ditinggal ayahnya meninggal maka Hanum di adopsi prof. Dr Wijayanto sekeluarga.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh author adiba

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku