"Sialan, wanita tidak tahu terimakasih!" ujar Maximus. "Kau yang sialan, mengambil kesempatan pada perempuan yang sedang tidak sadar!" balas Seina Magnolia. Mereka bertengkar sesaat terbangun di pagi hari. Dua sifat dipertemukan tanpa sengaja dengan sebuah tragedi. Bagaimana kisahnya?
"Dasar perempuan sialan!" sungut seorang pria berahang tegas dengan tubuh polos tanpa sehelai kainpun pagi itu.
"Kau yang sialan mengambil kesempatan di saat perempuan tidak sadar!" balas wanita dengan keadaan yang sama.
Wanita itu menatap tajam bak elang pria yang saat ini berada di samping ranjangnya. Ralat bukan ranjangnya, tetapi ranjang milik pria itu. Sang pria terbangun lantaran kaki wanita itu menendang dirinya dengan keras. Untung saja ia tidak terpental.
"Apa perlu aku perlihatkan sikap murahanmu malam tadi? Kamu menggodaku, aku hanya sial saja tergoda oleh wanita buruk seperti kamu!" balas pria dengan wajah setengah kaukasoid dan hidung mediterania khas benua Amerika.
"Brengsek, kamu bilang apa? Aku wanita buruk? Bahkan milikmu tidak ada apa-apanya dibandingakan pria yang pernah berkencan denganku." ejek wanita itu tanpa ragu.
Wanita dengan bibir tipis itu meremehkan pria itu begitu banyak. Wanita cantik walaupun kini wajahnya polos, hanya sisa make up menempel samar juga bibirnya yang tidak berona. Seina Magnolia namanya, wanita berusia tiga puluh tahun.
Dia sampai membawa si joni kebanggaan pria itu. Sehingga membuat empunya geram.
"Ah benarkah? Bahkan kamu semalam berteriak nikmat ketika aku memberikanmu milikku yang perkasa," kata pria itu percaya diri. "Apakah kamu butuh diingatkan lagi bagaimana rasanya semalam, ah benar, kamu harus diingatkan lagi!" ujar pria itu kemudian meraih pinggang Seina.
Setelahnya pria itu menangkap tubuh polos sang wanita. Mereka bersatu lagi. Dan Seina menikmatinya.
"Ah," satu desahan keluar dari bibir wanita itu.
Pria dengan alis tebal itu tersenyum bangga. Bola mata hitam legam ya bersinar cerah bagai sinar matahari. Maximus Welly namanya, pria berusia empat tahun lebih tua dari Seina.
"Dasar munafik!" ujar Max.
"Ahh... Bergeraklah yang benar!" ujar Seina saat Max menghentikan hujamannya.
Mata tajam pria itu melihat wajah Seina yang begitu inginkan percintaan lagi.
"Memohonlah!" titah pria itu.
Max memasukkan dan menarik kejantannya secara pelan. Hal itu membuat Seina kesal. Pria itu terus mempermainkannya.
"Awm... Ashhh..." desah Seina dengan kesal saat miliknya sangat menginginkan hujaman yang lebih cepat dari ini.
"Max, cepatlah...," racau Seina.
"Katakan kau menginginkan milikku!" pinta Max.
"Kau curang. Ahhhh... Max... Aku inginkan milikmu..." ucap Seina pada akhirnya.
Max tersenyum menang kemudian menghujam milik wanita itu yang sempit dan begitu menggigit miliknya. Pinggul pria itu maju mundur memberikan sensasi nikmat pada Seina.
"Yeah.... Ahhhh .... Iya begitu Max, enak... Ahhh terus..." racau Seina tanpa sadar.
Mereka terus bergerak saling memberi. Mereguk manisnya hubungan berdasarkan naluri.
"Milikmu keras sekali Max. Enak, lebih keras lagi." pinta Seina denga duduk dan memajukan dada telanjangnya.
Max tak menyia-nyiakan kesempatan. Bibirnya menghisap puting kemerahan milik Seina yang indah. Daging kenyal tak bertulang yang indah menawan. Max menghisap kuat dada Seina hingga Seina menggelinjang kehilangan akal. Max juga memilin puncak yang lain dengan tangannya.
Srup srup
Cecapan demi cecapan terus terdengar dari sesapan bibir Max yang seperti kehausan itu. Seina saat ini ikut menggerakkan pinggulnya. Kejantanan milik Max menusuk-nusuk liang kenikmatannya begitu dalam.
"Ohhh... Yeahhh... Ah... Ashhhh..." desah Seina tanpa malu.
Sensasi miliknya yang terus dihujam milik Max yang besar dan keras itu, dipadu sesapan mulut rakusnya membuat Seina semakin gila. Miliknya sudah basah dan terasa sangat tegang memijat Junio Max yang terus menggempur liang inti surgawi.
"Agh..." geram Max. "Aku akan keluar Beib," bisik Max dengan suara parau.
Bukannya berhenti Seina justru menggoyangkan pinggulnya lebih keras lagi. Max terasa tak bisa menahan konaknya. Ia menyemburkan cairan kenikmatan ke dalam Seina. Seina pun sama ia mengejang dan cairan hangat bercampur sangat terasa di sana. Mereka berciuman setelahnya sebagai penutup pergumulan ini.
Tak lama berselang pintu diketuk dari luar.
Tok tok tok.
"Sayang, apa kamu belum bangun?" teriak dari luar kamar.
Sesaat mereka berhenti dari kegiatan panas itu. Max segera menarik miliknya dari dalam Seina, cairan keluar dari milik Seina tanda ia mendapatkan klimaksnya. Sedang Pria itu melompat mencari celananya.
"Siapa itu?" tanya Seina.
Max sambil menggunakan bokser melebarkan matanya. Ia segera berbalik badan.
"Bersembunyi lah! Aku bisa jadi dendeng kalau Sonya menemukanmu!" ujar Max.
Seina seperti mengingat sesuatu usai mendengar nama itu disebut. Dia segera menarik selimut dan berjalan cepat ke kamar mandi.
"Jangan keluar sebelum aku menyuruh kamu, paham!" titah Max.
Seina mengangguk. Ia lantas beralih ke bathtub. Wanita itu masuk ke sana. Tanpa membuka air, ia seperti berendam. Dia merebahkan tubuh polosnya yang terbalut selimut di sana.
Kepalanya bersandar dan menatap langit-langit di kamar mandi pria yang baru semalam ia temui. Rasanya seperti mimpi ia di rumah asing dan kini masuk ke kamar mandinya
"Gila, kenapa aku menjadi wanita jalang seperti ini?" ucap wanita dengan tahi lalat di hidungnya itu.
Mundur sehari sebelumnya.
Seina usai pulang dari kantornya, rasa penatnya membuat ia ingin mencari hiburan. Ia memutuskan ke sebuah club malam yang masih terjangkau dari rumahnya.
Ia masih menggunakan baju setelan formal bekerja. Dengan atasan kemeja press body dan bawahan rok bodycon, ia tak peduli menjadi pusat perhatian sebab sebagian besar pengunjung menggunakan baju pesta.
"Cocktail," katanya saat di meja. Ia memesan pada barista yang sudah mengenalnya.
"Hai, one glass never enough girl," kata Pria yang akrab dipanggil Alex oleh Seina.
"Sure, but i wannabe beauty Princess tonight, please a cup cocktail now Alex." ucap Seina memohon.
"As you wishes Dear," kata Alex segera meracik minuman kesukaan wanita di depannya ini.
Mata sayu Seina beredar di kumpulan lautan manusia di dance floor. Musik yang berubah menghentak-hentak membuat penikmat hiburan meliukkan tubuhnya menari di sana. Diantara sekian manusia yang ada, mata Seina berhenti di sebuah kursi tak jauh darinya. Seorang pria sedang berciuman dengan wanita begitu mesra. Sialnya dia adalah mantan kekasihnya, Nickola.
Rasa sakit membelah dada Seina saat melihat pemandangan itu. Kenangan-kenangan manis dan pahit seakan kembali membanjiri pikirannya. Ia memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan diri dan memfokuskan perhatiannya pada minuman di hadapannya.
Alex yang peka terhadap perubahan suasana hati Seina menghampiri meja mereka dengan senyuman yang penuh empati. "Apakah semuanya baik-baik saja, Seina?" tanyanya dengan lembut.
Seina menghela napas, lalu bergumam, "It's just... melihat Nickola dengan wanita lain, itu seperti menusuk hatiku. Aku mencoba untuk melupakan masa lalu, tapi rasanya begitu sulit."
Alex mendekat dan duduk di sebelah Seina, menyentuh tangannya dengan lembut. "Kamu kuat, Seina. Dan aku tahu betapa sulitnya melupakan seseorang yang pernah menempati hatimu. Tapi ingatlah, kamu harus melihat ke depan."
Seina mengangguk perlahan, mencoba menguatkan dirinya. "Saya tahu, Alex. Tapi terkadang, rasa sakit itu masih begitu kuat. Saya hanya ingin bisa menari dan melupakan semuanya, seperti orang-orang di sana."
Alex tersenyum simpatik dan berbisik, "Dalam sepi hatimu, ada kekuatan yang tak pernah kamu sadari. Kamu bisa memperoleh kebahagiaan dan ketenangan batinmu dengan caramu." Ia menoleh ke arah bar dan kembali meracik minuman untuk Seina.
Saat Alex menghidangkan minuman kedua untuknya, Seina mengamatinya dengan tatapan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Alex. Kamu selalu ada untukku, mengapa kamu begitu perhatian?"
Alex tersenyum hangat, "Kamu adalah teman berharga bagiku, Seina. Aku ingin melihatmu bahagia dan bersinar seperti seorang putri."
Seina merasa hangat di dada. Teman-teman seperti Alex adalah keberuntungan yang tak ternilai harganya. Ia memutuskan untuk menyingkirkan kepedihan masa lalunya dan menikmati malam ini sepenuh hati.
Mereka berbicara dan tertawa bersama, seakan luka hati Seina semakin terobati oleh kehadiran Alex. Wajahnya yang semula muram bertransformasi menjadi cerah dan bersemangat. Ia memegang minumannya dengan percaya diri seperti seorang putri yang benar-benar menikmati tanggung jawabnya.
Sementara itu, di kursi tak jauh dari mereka, Nickola memperhatikan Seina dengan rasa sesal dan penyesalan yang mendalam. Ia merasakan kehilangan yang dalam saat melihat mantan kekasihnya bahagia dengan temannya yang lain.
"Seina, maafkan aku. Aku tahu aku telah menyakiti hatimu dan aku sungguh menyesal." ucap Nickola di dalam hati.
Seina menoleh ke arah Nickola dengan ekspresi campuran antara kejutan dan keraguan. Ia menatap mantan kekasihnya dengan penuh tanya. Namun ia kembali berdansa gurau dengan Alex.
Nickola melanjutkan, "Aku memahami bahwa aku telah kehilanganmu. Tapi aku hanya ingin kamu tahu bahwa kamu adalah seorang wanita yang berharga bagiku. Biarkan aku memperbaiki kesalahanku dan membuktikan padamu bahwa aku dapat menjadi yang lebih baik."
Beberapa detik Seina menoleh lagi pada Nick menggantikan suara musik yang menghentak di sekitarnya. Seina melambai tangan untuk memberikan sapaan pada mantan kekasihnya itu.
Sayang, Nick sudah digandeng oleh wanita lain. Pria itu turun ke lantai dansa untuk berjoget bersama wanitanya. Ada hal yang tersisa di hati Seina. Tentu, hubungan bertahun-tahun tak mudah melepaskannya.
"Aku kerja dulu, Sein." ucap Alex.
Pria itu membantu temannya sebab club semakin ramai.
"Oke," jawab Seina dengan mengangkat jempolnya.
Wanita itu kemudian menghabiskan minuman ke tiganya, dengan total ia sudah meminum tiga sloki. Seina setelahnya tak sadarkan diri. Max duduk di sampingi wanita yang tidak sadar itu. Sesaat Alex yang mengenal Max menghampirinya.
"Namanya Seina Bro. Dia tinggal satu cluster denganmu," kata Alex.
"Kenapa dia tidak pulang?" tanya Max melihat club' berangsur sepi.
"Entahlah, coba bangunkan dia. Aku balik closing dulu, Bro," kata Alex.
Max hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia melihat wanita itu akhirnya bangun.
"Ah kenapa sudah sepi? Kamu siapa?" tanya Seina saat melihat Max memperhatikan dirinya.
"Aku Maximus Welly, panggil saja Max, kau Seina, kan?"
"Hem, dari mana kau tahu namaku?" balas wanita itu bertanya. Dia mabuk berat hingga seakan tak mampu membuka matanya.
Wanita itu berdiri namun terjatuh di lantai. Max segera menolong wanita itu. Ia merasa iba melihat wanita itu. Toh rumahnya satu cluster dengannya. Sehingga ia membawa wanita mabuk berat itu pulang.
*
Max mengantar Sonya kekasihnya ke salon. Ia sangat bosan hanya duduk melihat kekasihnya treatment rambut. Bahkan saat ini ia tidak membawa ponsel untuk membunuh rasa bosannya. Satu jam berlalu akhirnya sang kekasih selesai perawatan.
"Sayang aku lapar," keluh Sonya.
"Oke, mau makan apa?" tanya Max.
Merekapun beralih pergi ke mall untuk makan. Max salah memberikan pilihan pada kekasihnya itu. Max harusnya mengajak di restoran saja bukannya di pusat perbelanjaan begini. Usai makan tentu Sonya berbelanja. Sehingga mereka pulang mendekati petang.
"Thanks Sayang, aku masuk dulu ya," pamit Sonya dengan mengecup pipi pria itu sekilas.
Max hanya mengangguk saja. Ia segera menginjak pedal gas dalam. Ia ingin segera pulang dan tidur. Tubuhnya begitu lelah.
"Kenapa perempuan selalu suka belanja berjam-jam?" gerutu Max dalam perjalanan.
Pria itu segera sampai rumah dan memarkir kendaraannya asal. Ia memberikan kunci mobil pada petugas keamanan rumahnya. Ia berjalan cepat segera masuk kamar mandi. Pria itu segera mandi sebab badannya terasa lengket. Beberapa saat ia sudah menggunakan sabun dan menyikat gigi, Max membuka tirai tempat bathtub berada. Alangkah terkejutnya ia melihat wanita yang semalam berbagi suhu tubuh dengannya sedang tidur di sana. Ia terlonjak kaget, Max segera mengambil handuk dan melingkarkan benda itu di pinggangnya.
"Seina bangun, apa kau tidur dari siang tadi?"
Max mengguncang tubuh wanita itu pelan kemudian lebih keras. Ia lantas bermaksud membawa tubuh wanita itu ke ranjang. Namun, Seina menggumam.
"Nick, aku tersiksa karenamu."
Max berhenti sejenak kemudian melanjutkan mengangkat Seina dan berjalan ke ranjang. Pria itu menidurkan wanita itu dengan hati-hati. Ia menatap wajah yang pulas tertidur dengan mengerutkan keningnya dalam.
"Kenapa dia begitu bersedih hingga terbawa sampai tertidur?" tanya Max.
Pria itu merasa suhu tubuh Seina begitu tinggi sehingga menempelkan punggung tangannya di dahi. Max melebarkan matanya.
"Astaga, sudah tidak tahu di mana rumahnya, sekarang dia demam. Sial!" umpat Max kemudian menghubungi dokter pribadinya.
Max hendak mengambil baju sesaat tangannya di pegang oleh Seina. Wanita itu mengigau lagi.
"Tolong jangan tinggalkan aku sendiri. Tolong..." ucapnya dengan Isak tangis kecil.
Max memejamkan matanya sesaat lantas mengikuti permintaan wanita itu.
*
Seina terbangun dengan baju asing yang melekat di tubuhnya. Entah berapa jam ia tertidur. Dia bingung sebab terakhir dia tidur di bathtub kamar mandi tetapi, sekarang dirinya sudah berada di ranjang. Ia mendapati pria dengan posisi tak nyaman tidur di sofa dekat ranjang. Pria itu nampak menekuk kakinya sebab tubuhnya tidaklah muat berada di sofa itu.
"Jam berapa ini?" tanya Seina seraya mencari ponselnya. Berhasil mengambil ponsel di tasnya, pukul sembilan malam angka yang tertera di layar ponselnya. Ia lantas segera bergegas mencari bajunya. Namun Seina tidak berhasil mendapatkan bajunya. Entah di mana pria itu menyimpannya.
Saat ini wanita itu menggunakan kaos milik Max yang tampak kebesaran di tubuhnya. Ia lantas keluar kamar. Sebelum keluar, dari arah dapur seseorang menyapanya.
"Nona mau pulang?"
Seina hampir berteriak mendengar pertanyaan itu.
"Ah iya. Maaf, mengganggu kamu istirahat." jawab Seina kepada seorang perempuan paruh baya yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai asisten rumah tangga.
"Tidak Nona, silahkan saya antar keluar." ucap wanita itu.
Akhirnya Seina pulang dibantu aplikasi peta di ponselnya. Dia terkejut saat mendapati alamat rumahnya ternyata sangat dekat. Satu cluster tetapi nomor rumahnya kecil sehingga berada tepat di belakang rumah Max.
"Astaga, jika sedekat ini dari siang tadi harusnya aku sudah pulang." gerutu Seina sambil menenteng sepatu tingginya. Dia membawa tasnya yang berharga. Untunglah hari ini bertepatan weekend sehingga dirinya tidak harus pergi ke kantor.
Kaki jenjangnya menyapa jalanan. Ia tak risih dengan hal itu, tetapi dirinya sedikit tidak nyaman lantaran tubuhnya terbalut kaos atasan tanpa menggunakan apapun di balik sana. Beruntunglah jalanan sangat sepi dan jarak rumahnya tak begitu jauh sehingga kini ia sampai di rumahnya yang nyaman.
"Ah lelah sekali." ucap Seina sambil duduk di tepi ranjangnya.
Mata indahnya menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah pucat tak menggunakan makeup. Dia kemudian membuka bajunya dan berjalan ke walking closet di kamarnya. Ia menarik baju tidur dengan bahan sutra berwarna pastel. Dia malas mandi karena badannya terasa sakit semua.
"Ini karena aku having s*x dengan Max," gerutunya.
Jika dipikir-pikir, Seina merasa aneh melakukan hal itu hanya pada pertemuan pertama. Dia selama ini hanya bercinta dengan kekasihnya. Itupun ia harus jatuh hati lebih dahulu sebelum memberikan dirinya seutuhnya.
"Ah shit. Maximus. Jutek, kasar dan mesum!" umpat Seina setelahnya melemparkan tubuhnya ke kasur.
*
Pagi itu, Max dikejutkan dengan kedatangan seorang lawyer dari firma hukum. Sekertarisnya sampai tergopoh-gopoh memberitahu sang bos.
"Tolong Pak, pihak legal sedang dinas keluar untuk peninjauan di lokasi. Lawyer itu menunggu di ruang meeting." ucap sekertaris Max.
"Sial! Aku paling benci lawyer! Yasudah, aku akan menemui pengacara itu. Siapkan saja berkasnya."
"Maaf Pak. Orang Firma hukum itu perempuan..."
"Ah, peduli apa? Mau dia bencong aku tidak peduli, aku segera menemuinya. Kamu tidak usah cerewet!" bentak Max.
Sang sekretaris langsung terdiam mengunci mulutnya. Dia menjaga keamanannya sendiri sebelum bos yang terkenal arogan ini, tak segan-segan memecat dirinya.
Kaki panjang Max segera bergerak menuju ruang meeting di kantor miliknya. Kantor dengan fasilitas mewah ini adalah milik keluarganya, Welly. Ia adalah pemegang tongkat estafet untuk melanjutkan perusahaan yang bergerak di bidang tambang ini. Sesampainya di ruang meeting Max terdiam pun dengan lawyer itu. Mereka saling pandang tak percaya.
Buku lain oleh queenmasita
Selebihnya