Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
His First Love

His First Love

Rucaramia

5.0
Komentar
3.1K
Penayangan
67
Bab

Davira sang mantan putri, tidak keberatan dicap sebagai wanita yang buruk di mata semua orang. Sebab, dia terlanjur mencium penghianatan dan juga skandal Zhepyr suaminya dengan wanita yang adalah cinta pertama pria itu. Davira tidak berpikir dua kali untuk menindak mereka dengan caranya, sebab Davira tahu bahwa dirinya lebih berharga dibanding apapun dan tidak layak diperlakukan demikian. "Aku tidak sudi untuk memperlihatkan air mata pada si jalang dan si brengsek. Justru mereka yang akan berlutut padaku suatu hari nanti karena telah memperlakukanku secara tidak adil!" cetus Davira bersumpah untuk dirinya sendiri dihadapan pria yang telah berjanji setia menjadi ksatria bagi sang mantan putri. Akankah ada maaf bagi sang suami diakhir kisah ini? Ataukah Davira memilih untuk menjalani lembar kehidupan baru tanpanya?

Bab 1 Konversasi

Ruangan makan ini telah diisi oleh berbagai kudapan terbaik, beberapa pelayan yang menunggu bahkan telah aku usir satu persatu dari tempat ini meskipun mereka agak ragu meninggalkanku sendirian. Ya, diruangan ini aku untuk pertama kalinya mencoba merendahkan diriku dan mengajak suamiku untuk paling tidak minum teh bersama setelah tiga tahun pernikahan kami. Kurasa aku perlu meluruskan banyak kesalahpahaman diantara kami berdua.

Tak perlu waktu lama, tepat seperti yang memang kuharapkan, objek yang kutunggu tiba. Pria dengan ekspresi muka dingin khasnya membuka lebar-lebar ruang makan yang sudah aku tempati kurang lebih dua jam lalu demi menantinya. Suara sepatunya bergema didalam ruangan.

"Aku dengar selagi aku pergi. Kau berani membawa seorang pria lain kekediamanku?" Bahkan saat aku mendengar suara dingin yang menusuk itu menggaungkan tuduhan aku tidak bergeming sama sekali, kepalaku agaknya berat untuk sekadar kugerakan melirik kebelakang dan menyapa kehadirannya meskipun faktanya akulah yang mengundangnya kemari. Jangan harap kau akan mendengar pria ini memanggilku dengan sebutan yang seharusnya. Dia sudah membenciku sejak awal pernikahan kami.

Dia menutup dirinya rapat-rapat dariku, dan membuatku sebagai penghuni rumah yang tidak diinginkan dikediaman yang semestinya memberiku kebahagiaan berlimpah.

"Aku sesungguhnya tidak mengira bahwa penantianku selama dua jam menunggu akan mendapatkan tuduhan semacam itu dari suamiku sendiri," balasku ringan. Tatap mataku tegas padanya dan dia pun sama. Sesungguhnya ini bukanlah jenis pembicaraan yang ingin aku ujarkan padanya. Ada hal yang lebih mendesak yang perlu aku sampaikan.

"Jadi bagaimana, kau menikmati pria itu? sungguh mengecewakan kupikir kau adalah wanita terhormat mengingat statusmu adalah seorang putri," ujarnya lagi.

Kali ini dia bahkan sepertinya memang sengaja untuk menghinaku lebih jauh lagi.Obrolan ini tidak baik. Bahkan sebelum dimulai kami berdua sudah saling menyakiti seperti ini. Dia seperti seorang pria gila dimataku. Ya, pria yang terbakar cemburu buta yang sedang mengeluh pada kekasihnya. Tetapi mana bisa ilusi itu aku percayai? sejak awal pria ini hanya terpaku pada satu wanita. Bahkan setelah pernikahan kami pun hatinya kurasa masih dimiliki seutuhnya oleh wanita itu. Dan apa dia pikir dia berhak mengatakan hal seperti itu? tentu tidak.

"Kau sama saja dengan keluargamu. Berpura-pura ramah tamah namun sebenarnya ada kebusukan dari wajahmu sekarang. Hah.. apa kau sedang menghinaku dengan tatapan tanpa ekspresimu itu?" kata-katanya memprovokasi. Ketenanganku mulai robek hingga titik dimana aku tidak bisa lagi bersabar menghadapi kata-katanya yang malah makin tidak karuan. Aku tahu dia membenci keluargaku, karena itulah aku ingin memanggilnya kemari. Tapi kenapa dia bahkan tidak memberikanku kesempatan bicara dan malah membuat kesimpulan seenaknya?

"Katakan saja apa yang kau benar-benar ingin kau sampaikan padaku Zhepyr! Terus terang aku tidak mengundangmu untuk membicarakan omong kosong seperti ini," Dan tepatnya niat awalku mengundangnya seketika hancur lebur. Aku bahkan tidak yakin apa yang berada didalam kepalaku saat ini. Mendengarku balas menjawab apa yang dia katakan, pria itu nampak mengatupkan bibirnya.

"..." tidak ada suara. Kenapa dia perlu berpikir jika sesaat yang lalu dia bahkan telah berhasil menghinaku?

"Kau tidak perlu terlihat berpikir terlalu keras seperti itu didepanku," balasku lagi karena aku tidak kunjung mendapatkan apa yang aku tunggu dari Zhepyr. Tanpa kuduga pria itu tertawa. Suaranya menggema, sangat lepas. Apa ada yang lucu disini?

"Oke, baiklah aku akan memberikanmu waktuku yang berharga untuk menemanimu minum teh bersama. Seperti undangan darimu yang mampir dimeja kerjaku." Pria itu lalu duduk di meja sebrang. Jarak yang terlampau jauh untuk status kami yang terlampau dekat. Aku tertawa pula menanggapi perkataan pria itu. Aku akan menganggap perkataannya barusan adalah sebuah lelucon paling lucu abad ini. Dia terdiam, sebagai gantinya malah mengerutkan kening.

"... Kenapa kau malah tertawa?" tanya pria itu kali ini dengan ekspresi yang terlihat cukup bingung atas tanggapanku yang terkesan membuat segalanya tidak serius. Aku rasa sekali lagi aku membuat hubungan kami semakin memburuk. Dia tidak bisa memahamiku, begitupun aku yang kesulitan menyesuaikan diriku dengannya. terlanjur banyak kesalahpahaman yang menumpuk diantara kami.

"Aku hanya ragu dengan ketulusan dari kata-kata yang kau ujarkan barusan, Jika kau tidak punya waktu dan niat aku lebih suka kau menolaknya," tandasku.

Tentu saja, setelah tiga tahun menikah dan diabaikan. Selama itu pula aku berjuang keras berada di mansion pria ini untuk menyesuaikan diriku dari beberapa gangguan sialan yang berusaha untuk menekanku dari segala arah. Meskipun fakta bahwa aku dahulu adalah mantan seorang putri. Tidak ada yang peduli soal status itu bahkan mereka mengabaikannya bahkan sebagian besar dari mereka menggunakan kesempatan itu untuk semakin mengusikku di pergaulan atas yang kerap diadakan tiap minggunya.

Kehadiranku disana akan menjadi bulan-bulanan. Entah itu mengejek statusku yang sekarang tidak lagi berada ditahta, juga mengejekku yang diabaikan oleh suamiku sendiri. Beserta kabar perselingkuhan Zhepyr yang menyebar layaknya api membakar kayu bakar. Tentu dari semua hal yang sudah aku hadapi dibelakang. Aku sudah cukup memikirkannya, dan kurasa mulai detik inilah aku perlu membuat sebuah keputusan besar.

Hanya aku yang mempertahankan pernikahan ini, dan pria ini jelas tidak. Bahkan sejujurnya aku memang cukup terkejut dengan lingkungan baru yang kutempati. Aku sama sekali tidak menemukan keramah tamahan yang biasa aku dapatkan ketika aku masih berada diistana meskipun aku tahu bahwa itu hanyalah sebuah formalitas semata. Disini semua orang memang jujur dan terbuka. Tapi nyaris untukku tempat ini bagai neraka.

Setelah berjuang memperbaiki imageku dan mengubahnya hingga sampai titik mereka menghormatiku. Terus terang aku sangat mengapresiasi diriku karena bisa tetap waras ditempat ini meskipun sejujurnya ada keinginanku untuk bunuh diri dan semacamnya.Selama tiga tahun pula aku yang benar-benar naif diperlakukan buruk sekaligus diabaikan oleh pria yang adalah suamiku sendiri. Pria yang kupikir dahulu sebagai seorang pria yang berperangai baik. Tapi tidak! Semuanya tidak sesuai dugaanku. Itu hanyalah mimpi disiang bolong yang dibumbui rasa cinta murni seorang gadis muda yang masih polos untuk pertama kalinya.

"Apa kau sedang mencoba untuk menyalahkan segala hal padaku padahal kenyataannya adalah salahmu sendiri yang tidak kompeten dan tidak becus beradaptasi dengan kondisi baru? hah.. Aku sudah tahu, kau yang memang terlahir dari keluarga kerajaan dan dibesarkan dengan manja tidak akan bisa mengerti akan realita yang ada!"

Aku mengerutkan keningku. Dibesarkan dengan manja? tanpa sadar kedua tanganku mencengkram hingga kedua bukunya memutih. Sering sekali kudapati kalimat itu, mereka dirumah ini juga seenaknya menjustifikasi hidup dengan baik di istana, padahal mereka tidak tahu apa saja yang aku alami disana. Bajingan!

"Silahkan diminum tehnya," kataku setengah memerintah. Memotong perkatan panjang yang ditelingaku hanya kuanggap sebagai sebuah omong kosong belaka. Pria itu tiba-tiba menatapku dengan cara yang mengerikan. Tatap mata itu benar-benar mengindikasikan sebuah kecurigaan besar padaku.

"Tidak, aku tidak ingin makan apapun yang kau hidangkan untukku," katanya secara tegas menolak. Apa setelah memberikanku tuduhan selingkuh, lantas dia juga menuduhku hendak membunuhnya? Dasar gila!

"Apa lagi yang perempuan itu katakan soal aku padamu? apa dia bilang kau harus berhati-hati dan bahwa aku menaruh racun dalam teh mu dan sebagainya?" kataku yang seolah-olah menyadari sesuatu dari suara Zhepyr yang merendah. Pria itu lalu tiba-tiba memasang senyumannya. Senyuman menyindir yang jelas sekali ingin menempatkanku dalam sebuah situasi sempit dan terdesak. Dia betulan mencurigaiku rupanya.

"Apa yang kau katakan?" katanya sedangkan aku masih dengan tegas menatap kearah matanya. Kemudian sekali lagi dia kembali memberikanku sebuah senyuman mengintimidasi lainnya. "Oh apa itu benar? beginikah caramu untuk menyembunyikan kejahatan? kau selalu membawa orang lain dalam pembicaraan kita?" Imbuhnya yang tiba-tiba saja terpancing ketika aku membawa kata perempuan itu dalam pembicaraan ini. Zhepyr yang kukenal dahulu tidak seperti ini. Persisnya berbeda sekali seperti detik ini. Dia benar-benar tidak kukenali lagi. Pria yang menjadi cinta pertamaku ini sudah hilang.

"Rumah tangga kita terlalu ramai," ujarku terus terang. Bagiku hal ini terlalu lama untuk dibiarkan. Aku sudah berada dalam ambang batas kesabaran. Apalagi yang perlu aku maklumi? Aku sudah lelah berpura-pura bodoh dan tidak tahu. Untuk apa dia menikahi aku bila didalam hatinya ada perempuan lain? aku masih tidak mengerti sama sekali alasan mengapa dia mempertahankan pernikahan kami sedangkan hatinya tidak sama sekali untukku?

"Apa sekarang kau berencana untuk melukai Charty? Kau benar-benar wanita yang kejam Davira!" Akhirnya namaku dan nama perempuan itu terselip dari bibirnya sendiri. Tanpa ragu, tidak bertingkah hendak menyembunyikan hubungan mereka lagi.

Charty, ya nama itu sempat kudengar satu hari sebelum pernikahan kami. Perempuan yang kuketahui sebagai cinta pertamanya setelah rumah tangga kami berlangsung selama hampir setahun. Perempuan yang aku ketahui memiliki kasta yang bahkan tidak jelas. Perempuan itu terlalu mengganggu dan dia bahkan sejauh ini mencoba untuk mengusikku. Padahal kalau tidak salah perempuan bernama Charty itu sudah bersuami, kenapa dia masih menggoda suamiku?

"Itulah yang kau percayai dari perempuan itu, karena kau bahkan tidak pernah sekalipun mencoba untuk memahamiku," sahutku. Tuduhan yang dia lontarkan sudah semakin tidak masuk akal. Semuanya semakin rumit. Aku tidak bisa lagi membawa pembicaraan ini pada topik yang sesungguhnya.

"Untuk apa aku memahami perempuan iblis sepertimu?" balasnya tanpa ampun.Aku tanpa sadar menggigit bibirku sendiri akibat dari tanyanya yang benar-benar seolah menyumpahiku.

Disituasi saat ini aku sedang mencoba untuk menekan emosi yang sesungguhnya sangat meluap-luap, tapi kurasa dia tidak akan mengerti. Sadar akan hal itu aku memilih untuk menyerah. Tidak ada gunanya lagi bagiku untuk bersikap baik padanya, tidak ada manfaatnya bagiku untuk terus bersabar dan menahan emosiku sendiri seperti ini.

Ketika semua keheningan mendominasi diantara kami. Lantas aku berdiri dari tempatku, sedikit demi sedikit mendekati tempat suamiku. Tanganku meraih cangkir teh didekatnya. Meminum teh yang sudah dingin didekat Zhepyr sambil melihatnya dengan mata penuh tantangan. Aku sadar betul bahwa apa yang aku lakukan ini bukanlah manner seorang putri, tapi setidaknya sebuah gertakan yang aku lakukan didepannya cukup membuat pria itu menyaksikan secara langsung sebuah drama yang kusajikan didepan matanya. Pembuktian atas tuduhannya yang tidak berdasar bahwa aku menaruh racun di dalam tehnya. Mata pria itu membelalak lebar. Dia mungkin terkejut atas ulahku.

"K-Kau-"

Usai menenggak habis teh tersebut aku meletakan cangkirnya kembali diatas meja hingga menimbulkan bunyi yang bergema keseluruh ruangan. Posisiku saat ini masih tetap berdiri didepannya yang belum bergerak dari posisi duduknya. Tatapku tajam, kali ini aku tidak akan berusaha mengurungkan niatanku lagi.

"Besok tanda tangani surat perceraian kita!" kataku lantang. Kedua kakiku melangkah dengan elegan meninggalkan pria itu menganga dengan statment yang baru saja dikatakan. Aku sudah tidak lagi memiliki penyesalan. Sebab melepas Zhepyr tidak berarti bahwa aku kehilangan segalanya. Aku lebih memilih memulai segalanya dari awal daripada harus melanjutkan hidup dineraka yang dia buat untukku lebih lama.

Bagaimana reaksi keluargaku?

Bagaimana reaksi mertuaku?

Persetan dengan semua itu. Aku hanya benar-benar ingin bebas dari neraka ini secepatnya.

Tapi kenapa didalam hatiku justru malah terdapat rasa ngilu yang hebat? mengapa ada air mata yang perlu tumpah untuk seorang pria brengsek macam Zhepyr yang bahkan dengan terang-terangan telah mengundang seorang perempuan kedalam rumah tangga kami yang memang sudah berada diujung tanduk?

Ah... aku benar-benar menyedihkan. Hatiku basah kuyup. Sampai akhir kupikir Zhepyr paling tidak akan menolaknya. Tapi diamnya pria itu membuktikan bahwa aku memang hanyalah barang kepemilikan baginya. Aku yang berpura-pura kuat telah kehilangan topengnya. Malam ini aku meraung. Malam ini aku ingin menghancur leburkan seluruh kekuatanku. Aku perlu berduka untuk pernikahanku yang usai, dan juga rasaku yang harus terpaksa dihilangkan.Aku akan menanggungnya, meskipun dalam sudut pandangnya adalah aku akan menjadi seorang penjahat seumur hidupku. Perempuan paling tidak tahu diri abad ini. Aku tidak peduli sama sekali, karena sudah cukup bagiku untuk merasakan seluruh rasa sakit ini.

"Zhepyr aku mengutukmu!" Aku terpuruk dilantai, terisak. Sudah tidak mampu lagi rasanya mengendalikan diriku sendiri.

"Aku mengutuk waktuku dimasa lalu yang pernah mencintaimu, terkutuklah kau yang menyakitiku dengan cara ini." Sebab bila aku bertahan maka rasanya akan semakin menyakitkan. Aku tidak bisa memastikan diriku bisa tetap waras bila terus memaksakan.Apakah hidupku akan berbeda jika saja aku tidak setuju untuk menikahi pria itu?

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rucaramia

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku