Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Stop Messing With Me

Stop Messing With Me

Rasyid

5.0
Komentar
20
Penayangan
3
Bab

Semenjak kematian ibunya, Kenzo merawat ketiga adik perempuan atas usaha dan kerja kerasnya. Namun, dia paling menyayangi Aruna, adik bungsunya. Aruna meminta dia untuk menikah, demi menghilangkan kesepian, permintaan yang langsung di turuti Kenzo. Siapa sangka bila sang istri punya rahasia besar, tapi adiknya juga punya hal yang mengejutkannya. Kenzo yang bimbang memilih antara cinta dan juga adiknya. Apakah dia akan mengusir salah satu dari kehidupannya? Atau mencoba berdamai dengan keadaan?

Bab 1 Mimpi buruk

"Ibu," pekik seorang pria yang langsung terduduk dari tidurnya, nafas yang tidak beraturan, keringat yang membasahi tubuh menjadi saksi bisu dirinya mengalami ketakutan yang sangat mendalam. Dia mengusap wajahnya dengan kasar, membayangkan mimpi buruk hingga membuatnya trauma.

Terlepas dari mimpi buruk yang disebabkan kejadian masa lalu, dimana dia melihat ibunya bunuh diri menggunakan pisau silet. Darah yang terus mengalir di pergelangan tangan membuat anak remaja berusia 18 tahun itu menggigil ketakutan, mencoba untuk membalut luka sang ibu, tapi terlambat saat ibunya telah meninggal di saat itu juga.

Dia melangkah mundur diiringi air mata, melihat pisau silet tergeletak tak jauh dari pergelangan tangan ibunya yang sudah tidak bernyawa. Anak laki-laki itu segera berlalu pergi, menutup pintu dan menangis tersedu-sedu. Namun tangisannya berhenti saat melihat ketiga adik perempuannya yang menatapnya bingung.

"Kakak menangis?" tanya Aruna yang bingung melihat ekspresi kakak laki-lakinya.

Segera Kenzo menyeka air matanya dan menggelengkan kepala, membawa ketiga adik perempuannya pergi dari tempat itu.

Kejadian 12 tahun lalu masih teringat sampai sekarang, kepergian ibu menggunakan pisau silet karena tak sanggup menahan beban seorang diri. Ayahnya seorang penjudi dan pemabuk, setiap malam selalu melakukan kekerasan pada ibunya. Ditambah lagi adik bungsunya bernama Aruna sering sakit semakin menambah biaya pengeluaran yang cukup besar. Ayah yang tidak ingin memberikan nafkah, dengan terpaksa ibunya yang menjadi tulang punggung keluarga.

Semenjak kejadian itu, Kenzo sangat takut melihat pisau silet yang pernah meregang nyawa ibunya. Dia dan adik-adiknya menjadi piatu, sedangkan ayahnya tidak peduli dan hanya memikirkan diri sendiri.

"Sudah dua belas tahun berlalu, tapi mengapa aku selalu memimpikannya. Astaga ... lama-lama aku bisa gila." Kenzo beringsut dari atas tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah bersiap-siap menggunakan setelan jas berwarna hitam dan celana dengan warna yang senada, rambut yang disisir rapi, wajah tampan namun terlihat dingin. Aura yang dipancarkan membuat orang disekelilingnya dapat merasakan, tapi tidak ada senyum di wajahnya kaku miliknya.

Kenzo keluar dari kamar melangkahkan kakinya menuruni beberapa anak tangga, melihat ketiga adik perempuannya yang sudah menunggu.

"Kita sarapan!" titah Kenzo pada ketiga adiknya.

Ketiga gadis itu mengangguk, menganggap Kenzo adalah raja. Walaupun sikap sang kakak sangat dingin, tapi mereka saling menyayangi satu sama lain.

Dimension, ketiga gadis itu harus mematuhi beberapa peraturan yang sudah dibuat oleh kakak mereka. Semua harus dipatuhi kalau tidak ingin melihat kemarahan Kenzo yang mengerikan.

Dia menatap ketiga adiknya, memastikan mereka lebih dulu makan dan tentunya makanan sehat sesuai jadwal yang telah disiapkan koki atas perintahnya.

"Aku sudah selesai, Kak." Tamara mencium pipi kakak laki-lakinya dan berangkat pergi bekerja. Gadis berusia 25 tahun adalah adik pertama Kenzo yang bekerja di Enterprise Group, dia lebih memilih bekerja di perusahaan milik orang lain, dengan begitu dia diperlakukan layaknya karyawan biasa tanpa embel-embel adik sang Ceo Galaxy Group.

"Selesai." Disha beranjak dari kursinya dan menghampiri kakaknya, mengecup pipi yang selalu dia lakukan. "Kak, berikan aku uang."

Kenzo menatap adik kedua yang selalu saja menghabiskan uang. "Baru seminggu lalu aku memberimu uang."

"Uang itu sudah habis aku belikan gaun, sepatu, tas, dan juga kebutuhanku." Terang Disha bersemangat.

Kenzo menghela nafas seraya mengeluarkan ponselnya, sengaja tak memberikan kartu yang bisa disalahgunakan oleh adik keduanya yang royal. "Aku sudah mentransfernya, kau senang sekarang?"

"Kau yang terbaik, Kak." Disha melambaikan tangan dan berlari mundur.

"Disha ...." Belum sempat Kenzi melanjutkan perkataannya, namun di detik berikutnya gadis itu malah menjatuhkan guci besar.

"Jangan khawatir, aku baik-baik saja." Disha mengacungkan jempolnya ke udara, menandakan dirinya tidak perlu dikhawatirkan, walaupun punggungnya terasa sakit.

Kenzo menggelengkan kepala, adik kedua benar-benar ceroboh. Entah bagaimana nantinya, memikirkan nasib ketiga adiknya dan masa depan mereka. Dia berjalan menghampiri Aruna, adik bungsu yang paling dia sayangi daripada yang lain. Dia tersenyum jika berhadapan dengan adik ketiga, memberikan perhatian lebih melebihi ibu dan ayah kandung.

"Kau juga harus makan buah, ini bagus untuk kesehatanmu." Kenzo mengupaskan buah apel dan memberikannya pada Aruna, membelai rambut adiknya dengan lembut.

"Kak, aku sudah kenyang." Tolak Aruna sedikit mendorong tangan sang kakak.

"Satu potong saja, demi kebaikanmu."

Aruna menatap kakanya dan meneteskan air mata, perjuangan pria di depannya sangatlah luar biasa. Kenzo adalah kakak, ayah, dan ibu sekaligus baginya.

"Eh, kenapa kau menangis?" Kenzo menyapu air mata adiknya, menatapnya dengan penuh kasih sayang.

"Kak, seharusnya kau sekarang sudah menikah. Tapi karena aku, Kakak tidak jadi menikahi gadis itu." Aruna sedih dengan keadaannya yang menjadi beban sang kakak, calon istri dari kakaknya memutuskan mengakhiri pertunangan mereka setelah tahu dirinya yang sakit-sakitan dan tidak ingin merawatnya.

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri, aku mencari istri harus seorang gadis yang menyayangi ketiga adikku, terutama mau merawatmu."

"Itu persyaratan sulit, aku bisa menjaga diriku sendiri. Menikahlah!" bujuk Aruna yang memegang sebelah tangan Kenzo, tatapan penuh harap membuat sang kakak tidak tega.

"Sesuai permintaanmu."

"Terima kasih."

"Sama-sama. Sekarang beristirahatlah ke kamarku, aku harus pergi bekerja!"

"Baik Kak."

Kenzo menatap adik bungsunya yang perlahan menghilang dari pandangan, menghela nafas mengingat permintaan adik kesayangannya menginginkannya untuk segera menikah.

"Jika bukan karena permintaan Aruna, aku juga tidak ingin menikah," batin Kenzo.

Kenzo mengeluarkan ponselnya dari dalam jas sambil berjalan menuju mobil, menelepon seseorang mengenai pekerjaan penting.

"Bagaimana? Kau sudah mendapatkan gadis yang cocok denganku?"

"Sudah tuan."

"Bagus, aku akan kesana."

Kenzo meminta supirnya membawanya menuju tempat lokasi, dimana gadis sasarannya sudah berada di sana. Melajukan mobil hitam mewahnya, menuju ke bangunan tua.

Beberapa orang berbaju hitam membukakan pintu, menyambut kedatangan Kenzo sang pemimpin.

Kenzo turun dari mobilnya, melangkah masuk tanpa menoleh pada bawahan dan tidak menghiraukan semua orang yang memberikannya penghormatan. Aura yang mencekam sangat kental terasa, berada di sekelilingnya menjadi adrenalin yang menantang.

Dia tersenyum saat melihat seorang gadis yang lemah tidak berdaya berada di dalam kurungan penjara, memberikan isyarat pada penjaga untuk membuka kunci sel.

"Cuih, kau pria brengsek dan sangat menjijikkan. Jangan dekati aku!" pekik gadis itu yang sengaja meludahi jas pria di hadapannya.

Segera Kenzo membuang jas itu, baginya itu sebuah kotoran yang tidak akan pernah dia pakai lagi. Dia berjalan mendekat, mencengkeram dagu gadis itu kuat.

"Karena ayahmu, aku mengalami kerugian. Sebagai gantinya ... kau harus menjadi istriku!" tekan Kenzo seraya melepaskan cengkraman di dagu gadis itu.

"Aku tidak sudi menjadi istri pria berdarah dingin sepertimu!" pekik gadis itu yang meronta.

Kenzo langsung mengeluarkan ponselnya, memperlihatkan sebuah rekaman seluruh anggota keluarga gadis itu juga disekap oleh beberapa orang berbaju hitam.

"Kau ingin mereka tiada?"

"Tidak! Jangan lakukan itu, kumohon!" bujuk gadis itu yang menyatukan kedua tangannya, memohon meminta sedikit harapan.

"Menikah denganku!"

"Baiklah."

Gadis itu menatap kepergian Kenzo, mata kebencian dan amarah terpancar jelas. Diam-diam dia tersenyum, tanpa ada yang tahu apa niat gadis itu yang sebenarnya.

"Tikus rumahan hanya akan menjadi tikus," batinnya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rasyid

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku