Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
MAFIA Berdarah Emas

MAFIA Berdarah Emas

Januar EL Capirco

5.0
Komentar
65
Penayangan
3
Bab

Laki-laki muda dipenuhi akan sebuah strategi khusus, ia juga mampu mengendalikan beberapa pengoperasian untuk menjalankan aksinya. Namun didalam perjalanannya harus terhenti dan membuat sebuah hasil diluar prediksi. Siapakah dia, apa yang terjadi, dan bagaimana kisahnya? Simak selengkapnya disini.

Bab 1 Runyam

(Suara yang ada pada pendengaran)

"Bunuh, bunuh dia sekarang. Buat apa kamu menunggu terlalu lama, bunuh sekarang!"

'Dorr!' Pelatuk peluru berhasil dilepas.

***

"Woy pecundang, bangun kamu!"

Seorang laki-laki yang terlelap di ubin itu telah dibangunkan. Dia begitu terkejut dan dimana datangnya langsung bersandar ke arah tembok.

"Dasar pemalas, kamu itu beruntung masih ada kesempatan hidup. Sekarang kamu harus pijat badan kita semua, ayo cepat lakukan atau kamu dapat balasannya lebih parah lagi. Buruan!"

"Iya."

Dia mencoba melakukan apa yang diperintah. Tidak ada nyali untuk melakukan sebuah keberanian, dan ketika pijatan yang semula cukup perlahan namun disaat terbayang mengenai masa lalu membuat ia kesal hingga menghasilkan pijatan keras.

(Beberapa tahun yang lalu)

'Brak!'

Suara dobrakkan pintu keras telah membuat dia tiba-tiba saja menutup laptop. Pria bertubuh besar dan kekar melihat ada serakkan kertas baik di meja maupun juga dilantai, orang tersebut mengambil salah satunya dan ada foto seseorang lengkap dengan identitas.

Tanpa bertanya semua hanya mengambilkan sebuah pukulan cukup keras bahkan juga diantaranya merobek-robek kertas tersebut menjadi beberapa bagian. Orang di depan laptop sangat kesal bahkan disaat melawan tangannya justru dipelintir.

"Pa, papa apa-apaan sih? Sakit tahu."

"Bajingan, diam kamu! Apa yang kamu lakukan itu hal bodoh, kamu itu sekolah harusnya belajar dan bukan malah koleksi-koleksi foto laki-laki seperti ini. Coba mana laptop kamu, mana?"

"Pa, sudahlah pa. Aku ini hanya menjalankan tugasku saja."

"Tugas, tugas apa maksud kamu? Dasar bodoh, sekarang buka sandinya. Buka!"

Tidak ada perlawanan lagi setelah tangan sudah cukup sakit dan diantaranya terpaksa membuka sandi laptopnya. Dia hanya terdiam menyaksikan jika tampilan di layar semua dihapus bahkan program baru saja dibeli telah diuninstall.

Hati cukup remuk dan ancaman kearahnya lagi-lagi membuatkan cukup marah besar. Ketika ditinggal dia menggigit tangan hingga cukup terluka, mama telah datang untuk mencoba menenangkan.

"Keanu, sudahlah tidak perlu kamu sesali dengan tangisan sayang."

"Ma, aku melakukan semuanya ini bukan sekadar main-main saja. Tapi, kenapa papa tidak pernah mendukung apa cita-citaku?"

"Memang kamu melakukannya untuk apa, Keanu? Kamu harus tahu jika kamu masih SMA dan seharusnya kamu lebih fokus kepada sekolah kamu dulu."

"Ma, kenapa mama sama sih dengan papa? Aku itu cuman butuh dukungan dari orang-orang dan semuanya akan mudah didapat, dan yang ada hanya mama. Kalau mama begini, bagaimana nasib aku kedepan? Aku tidak mau jika kita begini terus mama, aku tidak mau semuanya begini."

"Sudahlah, Keanu. Sekarang kamu ke bawah dan sarapan, biarkan mama yang membersihkan ini semuanya. Ayo, mama sama sekali tidak mau jika ada keributan lagi dari papa kamu."

Keanu masih terpaku di kamarnya dengan mengambil sobekkan kertas yang telah hancur. Dia berusaha menyusun ulang bagaikan puzzle, hasil usaha memang tidak sempurna namun mencoba mencatatkan identitas terlebih dahulu barulah menuju ke meja makan.

Mata cukup merah menyala disaat melihat papa yang duduk di meja makan sambil bermain ponsel. Dia memperhatikan gerak-gerik dan bahkan juga ketika mama datang hendak ikut sarapan mendadak bertingkah aneh.

Anak laki-laki itu mecoba untuk melakukan sebuah aksi dan kecurigaan semakin menguatkan pada isi hati, tetapi aksi tersebut jelas-jelas membuat papanya cukup marah dan hampir saja genggaman tangan memukul wajah.

Mamanya yang berusaha menahan tangan suami membuat Keanu langsung mengambil tas ransel dan bergegas pergi dari meja makan.

"Sudah tua tapi tingkah laku masih seperti anak kecil, sumpah aku sangat muak dengan orang munafik. Awas saja jika semuanya terbongkar habis kamu, tidak ada kata ampun untuk orang yang berani mempermainkanku dari belakang."

Mengendarai motor menuju ke sekolah justru diurungkannya. Dia memilih menuju ke ATM dan menarik uang hasil kerja bulanan secara diam-diam, namun ketika hendak turun melihat seorang perempuan berjalan sempoyongan.

Keanu tidak membiarkan perempuan tersebut terjatuh. Hatinya bergerak untuk membantu dan memberi sebuah tumpangan.

"Apakah kamu baik-baik saja?"

Perempuan tersebut tidak meresponnya hanya saja menumpangi motor Keanu. Laki-laki itu bingung akan dibawa kemana, sedangkan dia sangat tahu harus ke sekolah namun kondisi tak memungkinkan akhirnya dipilih untuk berjalan terlebih dahulu.

Perutnya pun telah mendapatkan sebuah peluk yang cukup erat. Ia merasa risih dan mencoba dilepas namun justru berulang-ulang kali dilakukan hingga membuat Keanu harus mengeluarkan perkataan keras.

Disaat usahanya berhasil tapi semua justru dibuat merasa bersalah sendiri. Perlahan tangan kiri mengambil genggaman lalu membisik pelan. "Kamu boleh peluk aku dari belakang, tapi jangan terlalu erat karena aku sedang mengemudi. Aku harap kamu bisa mengerti."

Keanu semakin bingung akan membawa perempuan yang kali ini diboncengnya. Dirinya pun mencoba membawa menuju ke sebuah tempat persembunyian, dimana hanya dia saja yang selama ini mendiami.

"Aku bawa kamu ke basecampku, tapi aku sangat berharap jika kamu bisa menyimpan tempat rahasiaku ini."

Lagi dan lagi tidak ada jawaban namun tetap Keanu memberikan sebuah perhatian kepada perempuan tersebut. Dia menuju ke dapur lalu membawa minuman hangat beserta sandwich kecil.

Diberikan pada tamu malah justru dibanting minuman tersebut. Hati laki-laki itu bergejolak sangat marah bahkan dia ingin menampar, tetapi datangnya justru lebih dahulu melihat tangisan air mata.

Kali ini giliran dia memeluk perempuan tersebut hingga menjadi sangat tenang. Dalam pikirnya orang yang bersamanya sudah cukup remuk, Keanu tidak ada pilihan lain selain membawa menuju ke kantor polisi.

"Aku sama sekali tidak tahu masalah kamu, tapi usai kamu tenang aku akan membawa kamu ke kantor polisi. Ya sudah sekarang aku buatkan teh hangat lagi buat kamu, di luar cukup dingin dan ini pakai jaketku. Tubuh kamu pasti dingin."

Pelukkan yang dilepas dan disaat sedang membuat teh hangat terdengar cukup keras jika perempuan di ruang tamu telah berteriak. Ia bergegas melihat kondisinya dan terpampang kaki terluka serius.

"Aduh, kamu terluka. Tunggu sebentar, aku tidak mau kamu semakin terluka. Duduk, duduk di sini dan aku akan mengambil kotak obat lalu mengobatimu."

Keanu bergegas mengambilnya hingga membereskan semua sendirian. Orang di depannya telah bertambah menangis, tetapi ia berusaha membersihkan luka dan membalutkan dengan perban.

"Lain kali kamu jangan begini, jujur aku paling tidak bisa melihat wanita terluka. Apa kamu tidak mau aku bawa ke kantor polisi, kenapa? Ayolah kamu harus menjawab pertanyaanku, kamu jangan berdiam begini dong. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana dengan kamu, ya sudah tidak sepantasnya juga aku membawa kamu di sini. Ini sudah cukup salah besar dan benar-benar sangat salah besar."

Dilihatnya jam di tangan sudah menunjukkan jam sekolah hampir dekat. Dia cukup panik karena arus segera berangkat, tetapi tiba-tiba saja perempuan itu malah ingin ikut dan jelas semua tidaklah mungkin.

Keanu menjelaskan dia harus sekolah karena jika semua tidak dilakukan akan mendapat sebuah hasil jauh lebih buruk dari penghapusan program maupun juga pukulan keras. Namun keras kepala perempuan jauh lebih parah dan tak mau ditinggal seorang diri.

Ada dua kecemasan yang bersemayam di pikiran Keanu dan dia hanya bisa memukul angin. Karena merasa tidak tahu lagi akhirnya telah mencoba menghubungi sahabat terbaik.

"Ayolah angkat telepon aku, jujur sekarang ini aku sangat membutuhkan pertolongan kamu kawan. Astaga, kenapa malah justru ditolak begini sih? Huhhh, ini gimana nasibnya ini astaga? Ayolah aku ini harus sekolah dan aku tidak akan lama lagi akan ujian."

Dua kali gelengan kepala membuat Keanu menghela nafas sangat cepat. Dia yang hendak menghubungi sahabat dekatnya namun malah justru sekarang melihat dengan mata kepalanya sendiri sebuah telepon justru datang dengan nomer tidak ia kenal.

Hati sangat panik tentunya dan semakin jelas jika dia angkat akan menimbulkan ketakutan lain pada diri perempuan di samping, sementara apabila tidak diangkat menghasilkan rasa penasaran akan siapa yang menghubungi.

"(Astaga, kenapa yang ada malah semakin runyam sih?)"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku