Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
DI ATAS RANJANG MAFIA

DI ATAS RANJANG MAFIA

Dewa Amour

5.0
Komentar
22.7K
Penayangan
62
Bab

(Mature conten) Michele Lazzaro Riciteli, Bos Mafia paling sadis dan ditakuti di Roma. Parasnya yang tampan dan dingin membuat pria 30 tahun ini amat berkharisma. Namun di balik semua itu, Michele mengidap penyakit langka. Penyakit yang membuatnya tidak bisa merasakan rasa sakit meski puluhan peluru bersarang di tubuhnya. Tidak hanya itu, pria dengan postur tinggi kekar ini pun tidak dapat merasakan orgasme saat berhubungan intim dengan para wanita. Penyakit itu membuatnya amat frustasi dan menjadi mesin pembunuh berdarah dingin. Di suatu pesta Michele terlibat one night stand dengan wanita asal Virginia bernama Meghan Crafson. Bos Mafia sangat terkejut karena bisa merasakan orgasme saat bercinta dengan Meghan. Hari berikutnya Michele memerintah orang-orangnya untuk menculik Meghan. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Siapakah Meghan dan mengapa Michele ingin menculiknya? DI ATAS RANJANG MAFIA BY DEWA AMOUR

Bab 1 BOS MAFIA SADIS

"Tuan ..."

"Umhh!"

Lenguhan kenikmatan itu berasal dari bibir tebal seorang wanita yang tengah bersimpuh di lantai. Matanya yang bulat terangkat ke wajah rupawan pria yang sedang duduk pada sofa di hadapannya.

Sepuluh jemarinya memegang batang keras berurat milik pria itu. Sesekali ia mengusap dan mengurutnya perlahan, lantas kembali memasukkannya ke dalam mulut.

"Lakukan dengan benar dan jangan sampai ada cairan yang tercecer sia-sia. Kau paham, Jalang?!"

Pria tanpa busana itu menggertak wanita yang sedang bersimpuh di depannya.

Matanya melotot merah dengan rahang mengencang kuat. Sudah nyaris satu jam wanita itu memainkan miliknya. Namun, dia tak merasakan apa pun.

Benar-benar sial!

Entah seperti apa rasanya, dia tak tahu. Meski sudah banyak wanita yang di bayar olehnya, tapi tak satu pun yang bisa membuatnya merasakan kenikmatan yang sedang di carinya.

Si wanita mengangkat sepasang matanya. Dipandangi wajah tampan blasteran Turki-Italia di hadapannya kini. Dia terlalu sempurna bak Dewa Yunani, tapi sifatnya tak jauh berbeda dengan iblis yang buas.

Michele Lazzaro Riciteli, pangeran dari keluarga Mafia Riciteli yang tersohor di seluruh Roma-Italia.

Setelah kakeknya, Francesco Riciteli wafat, hak waris dan semua koneksi Mafia jatuh ke tangannya. Usianya baru 30 tahun dan dia terlihat begitu berkharisma sebagai bos komplotan para Mafia di kota itu.

"Umhh!"

Wanita itu mengerang. Wajahnya berangsur pucat saat batang keras di mulutnya terasa mengembang dan akan segera meledak. Dia tak tahan dan ingin melepaskannya.

Namun, dengan kasar Michele menjambak rambut merah wanita itu. Dia mendesak dan memaksanya menelan semua cairan yang keluar.

"Ueeek!"

Wanita itu memuntahkan sisa cairan ke lantai. Bahkan mengenai tungkai Michele. Akibatnya pria itu menjadi murka. Dia langsung menyambar rahang wanita itu dengan tatapan iblisnya.

"Beraninya kau mengotori kakiku!" geram Michele dengan mata berapi-api.

Wanita itu tergugup dengan mata yang basah."Tu-Tuan, maafkan saya. Cairannya terlalu kental dan banyak. Saya tak mampu menelan semuanya," lirihnya ketakutan.

Masih dengan wajah dipenuhi emosi, Michele pun bangkit."Itu bukan urusanku! Aku sudah membayarmu! Kau benar-benar payah!" gertaknya seraya melempar wanita itu sampai terjerembam ke sofa.

"Ma-maafkan saya, Tuan." Wanita itu berusaha bangkit dan mundur ketakutan saat Michele mendekat.

Pangeran Mafia Riciteli, dengan tubuh telanjang berdiri di depan wanita itu. Dia menatapnya nyalang. Percuma dia membayar mahal pada Madam Rose, ternyata wanita ini pun tak mampu membuatnya merasakan orgasme.

Dengan gerakan kilat, Michele menyambar pistol yang tergeletak di atas meja. Dia lantas menodongkan senjata itu ke dahi wanita di depannya.

Wanita itu dibuat sangat terkejut sekaligus ketakutan. "Tuan, tolong maafkan saya. Jangan bunuh saya," lirihnya dalam tangis dan tubuh yang gemetaran.

"Kau tak mampu membuatku puas. Matilah kau."

Duar!

Mata wanita itu membulat penuh, dengan mulut sedikit terbuka tanpa suara. Tubuhnya yang polos ambruk ke sofa seketika. Lubang peluru tercetak di dahinya dengan sempurna. Matanya masih melotot saat tubuhnya terhempas tak bernyawa.

Mendengar ada suara tembakan dari dalam kamar VIP di mana bosnya berada, Sergio dan dua orang bodyguard bergegas memeriksa.

"Bos, apa yang terjadi? Anda baik-baik saja?" tanya Sergio dengan wajah panik saat memasuki kamar. Mereka terkejut melihat wanita yang semalam mereka bawa sudah tergolek di sofa dengan kondisi mengenaskan.

Michele sedang berdiri sambil menutup kancing lengan kemejanya. Wajah pria itu tenang-tenang saja.

"Cepat singkirkan sampah itu dari sini," ucapnya acuh tanpa memalingkan pandangan dari siluet yang muncul pada standing miror di depannya.

"Baik, Bos."

Sergio segera menyuruh dua orang bodyguard untuk mengurus mayat wanita di sofa. Dia tak banyak bertanya pada Michele.

Sergio Lorenzo, pria itu sudah bekerja pada kakek Michele sejak lama. Hingga saat Bos Besar Mafia sakit keras lalu meninggal, Sergio mengabdikan seluruh hidupnya pada Michele selaku ahli waris Kerajaan Mafia peninggalan Francesco Riciteli selanjutnya.

"Bos, Tuan Alberto ingin menemui Anda." Empat jam berlalu, Sergio menemui Michele yang sedang duduk santai di teras balkon sambil menikmati batang cerutunya.

"Mau apa pria tua itu menemuiku? Apakah dia sudah bosan hidup?" Michele menanggapi dengan acuh. Bibirnya mengulas senyum tipis melihat seekor kupu-kupu yang sedang hinggap pada kuntum-kuntum Jacaranda.

Sedikit ragu, Sergio menjawab, "Sepertinya Tuan Alberto ingin melihat putrinya."

Masih dengan acuh pada Sergio, Michele bangkit dari sofa. Dibuang sisa cerutunya ke sembarang arah. Dia bergegas menghampiri kupu-kupu yang sedang diperhatikannya.

Pria itu sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Sergio uraikan.

"Kena kau." Michele berhasil menangkap kupu-kupu itu. Bibirnya menyeringai tipis melihat makhluk lemah itu berusaha kabur.

Sergio masih di posisinya. Meski ini bukan hal aneh lagi baginya, tapi Pangeran Mafia, Michele Lazzaro Riciteli memang benar-benar penuh misteri.

Lihatlah, dia sedang menyiksa kupu-kupu tak berdosa itu, dengan merobek sayapnya lalu mencabuti semua kakinya.

Entah apa yang pria itu inginkan. Sergio melihat Michele yang tersenyum begitu puas saat menyiksa makhluk tak berdaya itu.

Ada rumor yang mengatakan jika Michele tak hanya mengidap penyakit langka, tetapi dia juga seorang psikopat.

Menghabisi nyawa orang sudah menjadi hobinya. Bahkan, dia selalu membawa pistol ke mana pun dirinya pergi, dan menyimpannya di bawah bantal saat ia tidur.

"Ayo pergi jika kau bisa! Sayapmu sudah kurobek dan tangan kakimu sudah kucabut. Katakan, apa yang bisa kau lakukan sekarang?!" Michele tersenyum puas sambil memainkan pistolnya melihat kupu-kupu itu sudah sekarat.

Baginya, kupu-kupu tak berbeda dengan para jalang yang sudah dirinya bayar. Mereka payah dan tidak berguna. Padahal bukan mereka yang payah, justru dirinya yang bermasalah.

Sergio hanya memandangi dengan perasaan tak habis pikir. Kenapa Tuan Muda Riciteli memiliki kelainan seperti itu?

Tak hanya gemar menyiksa makhluk kecil semacam kupu-kupu, Michele juga sering menyayat lengan para pelayan di mansionnya jika sedang bosan. Bahkan menembak para bodyguard tanpa alasan.

Dia tak hanya psikopat, tetapi juga monster yang mengerikan!

Sergio sangat terkejut saat Michele menolehkan kepala ke arahnya. Manik kebiruan pria itu membuatnya takut. Dia bergerak mundur satu langkah saat Michele mendekat.

"Katakan, apa gadis bodoh itu masih hidup?" tanya Michele pada Sergio sambil memainkan pistol di tangannya.

"Masih, Bos. Namun, sepertinya dia sudah sekarat." Sergio dibuat terkejut saat Michele melotot padanya. Apakah dia salah bicara?

"Kenapa dia belum mati juga? Aku tak mau Alberto kembali berkumpul dengan putrinya. Aku benci melihat orang lain bahagia," desis Michele ke wajah Sergio.

"Jika itu mau Anda, maka kami akan menghabisinya, Bos." Sergio berusaha tenang meski tatapan tajam Michele nyaris membunuhnya dalam rasa ketakutan.

"Kau sudah bekerja keras selama ini, kali ini biar aku yang mengurus gadis sialan itu. Kau pergilah, hubungi Alberto dan katakan jika putrinya akan segera di pulangkan," ucapnya, lantas mundur dari hadapan Sergio disertai seringai tipis yang mengerikan.

Sergio menghela nafas panjang. Apa yang mau Michele lakukan pada gadis malang itu? Dipandangi punggung kekar Michele menjauh darinya.

"Selamat sore, Bos."

"Silakan."

Michele berjalan cepat memasuki ruangan yang berada di lantai bawah tanah markasnya. Dua orang bodyguard membuka pintu untuknya dan mengantarnya masuk.

Ruangan dengan pencahayaan agak remang menyambut, Michele menghentikan langkah agak jauh dari beberapa pria bertelanjang dada yang sedang mengelilingi sebuah meja bilyar.

Di tengah meja bilyar itu tampak seorang gadis terlentang pasrah tanpa busana, dengan tangan dan kaki yang terikat ke masing-masing sisi meja. Kondisinya sangat mengenaskan.

"Berikan aku kabar terbarunya," ucap Michele seraya menaruh satu cerutu di mulutnya dengan santai.

"Gadis itu sudah tidak dibutuhkan lagi. Orang-orang politik sudah melakukan koalisi."

Seorang bodyguard bergegas maju dan langsung menyalakan korek api untuk bosnya. Michele menghembuskan asap cerutunya ke udara. Kemudian dia berjalan menuju gadis itu.

"Kami sudah membantainya dua hari ini. Dia cukup tangguh," ucap seorang pria bertelanjang dada yang berdiri di sekitar. Mereka anak buah Michele.

"Benarkah?" Michele menyeringai tipis sambil memandangi gadis yang sedang tergolek tak berdaya di hadapannya.

Tubuh gadis itu dipenuhi luka gigitan dan sayatan. Michele tersenyum miring melihatnya.

Tiga hari yang lalu orang-orangnya menculik gadis itu dari kampus. Dia putrinya Alberto si pesaing partai kolega Michele. Mereka hanya di bayar untuk menculiknya karena perang politik yang sedang terjadi di antara dua kubu partai.

Emily, gadis tak berdosa itu harus menjadi korban penculikan, penyekapan dan kekerasan seksual yang dilakukan komplotan para Mafia.

Usianya 20 tahun, dia nyaris tewas karena penyiksaan yang dialaminya dua hari terakhir.

"Tinggalkan aku sendiri!" perintah Michele pada semua anak buahnya.

"Baik, Bos."

Semua orang pun pergi. Tinggalkan Michele dan Emily di ruangan itu.

Pria tinggi dengan gambar tato di pergelangan tangannya tersenyum manis seraya mencondongkan wajahnya pada Emily. Gadis itu menatap Michele penuh amarah dan ketakutan.

"Gadis belia yang malang. Sebelum mati kau harus tahu siapa orang di balik semua ini," bisik Michele ke wajah Emily yang pucat. Jemarinya membelai pipi hingga rahang lebam gadis itu.

"Tuan, kumohon lepaskan aku. Biarkan aku pulang," lirih Emily dengan tatapan sendu.

Michele menggeleng."Tidak, Sweetie. Jika kau pulang maka para gengster akan menangkapmu. Ayahmu memiliki banyak masalah. Dia yang membuatmu berada di sini," bisiknya lagi.

"Itu tidak mungkin," lirih Emily.

"Mungkin saja, karena ayahmu lebih memilih partainya daripada putrinya sendiri. Kau tahu itu?" desis Michele, lantas menyeringai tipis.

Emily terdiam dalam rasa kecewa. Teganya sang ayah telah menjadikan dia korban untuk kelancaran partainya. Dia tak bisa percaya semua ini.

Melihat Emily menangis, Michele mulai muak dibuatnya. Kemudian diraih kawat baja dari saku jas hitam yang membalut tubuh atletisnya. Dengan cepat dia menjerat leher gadis itu.

"Aarkkhh!" Emily sangat terkejut saat Michele menjerat lehernya.

Dia mengerang saat kawat baja mencekik lehernya begitu erat. Dia tak bisa berontak, sebab kedua tangan dan kakinya diikat.

Matanya yang basah menatap nanar wajah Michele. Tatapan itu memohon padanya agar diberi kesempatan untuk hidup.

Namun, Michele menolaknya. Tangannya semakin kuat menjerat leher gadis itu.

Tangan dan kaki Emily berhenti bergerak. Mata basah gadis itu melotot ke atas.

Kawat baja Michele meninggalkan bekas luka yang cukup dalam di sekitar leher Emily. Darah segar mengucur dari sana. Dia terlihat seperti seekor lembu yang habis di sembelih.

"Tidurlah, Sayangku. Tugasmu sudah selesai di sini," bisik Michele ke telinga Emily. Bibirnya menyeringai tipis melihat gadis itu sudah tak bernyawa lagi.

Ada kepuasan tersendiri saat dia melenyapkan nyawa seseorang. Tentu saja.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Dewa Amour

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku