Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
SUAMIKU MILIK IBUNYA

SUAMIKU MILIK IBUNYA

Amelia'Ns

5.0
Komentar
14
Penayangan
5
Bab

Aku sungguh tau saat seorang wanita memutuskan untuk menikah, surganya telah berpindah dari ayahnya menjadi suaminya dan surga suaminya tetaplah ada pada ibunya. Tapi bukankah sebuah rumah tangga itu di dasari kepercayaan kedua belah pihak, segala suka duka kita lalui bersama. Tanpa campur tangan orang lain di dalamnya, walaupun itu dari ibu suaminya sendiri. Aku sungguh sangat ingin suamiku tetap mengabdi kepada ibunya bahkan membantu ibunya saat beliau kesusahan. Akupun tidak ingin suamiku mengabaikan ibunya karena surga terletak padanya, tapi bukan dengan cara menyingkirkan aku dari kehidupannya dan tidak melibatkan aku dalam setiap langkahnya. Aku juga ingin dia sama-sama memprioritaskan aku dan juga anakku. Dulu semuanya sangat baik-baik saja saat aku masih bekerja dan menghasilkan uang sendiri, bahkan aku menjadi menantu yang sangat di bangga-banggakan mertuaku di depan semua orang. Tapi setelah aku keluar dari pekerjaan dan memutuskan untuk fokus menjadi ibu rumah tangga, saat itulah rumah tangga yang aku bangun dengan kebahagiaan perlahan hancur karena ibu mertuaku sendiri.

Bab 1 Chapter 1

POV Alma

Mendengar suara motor mas Rahmad membuatku bergegas segera keluar untuk menyambutnya pulang, kulihat dia memboncengkan ibunya.

Pantas saja mas Rahmad pulang telat ternyata dia bersama ibunya. Terlihat ibu mertuaku itu membawa beberapa kantong plastik hitam besar, entah apa isinya aku tidak tau.

"Assalamualaikum." Ucap suamiku dan ibu mertuaku bersamaan.

"Waalaikumsalam salam." Aku mencium punggung tangan suamiku itu.

"Kok bareng sama ibu mas." Tanyaku padanya.

"Iya habis belanja kebutuhan rumah, kalau kamu yang belanja nanti boros, habis uang anakku nanti." Ucap ibu mertuaku itu sambil membawa masuk belanjaannya.

"Mas, susu Ayana habis, aku boleh minta uang."

Suamiku hanya terdiam saat aku meminta uang padanya, entah dia mendengarnya atau tidak, dia hanya berlalu dan duduk di kursi ruang tamu kami, melepas sepatu dan kaos kakinya lalu meletakkannya di rak sudut belakang pintu ruang tamu.

Aku hanya diam melihat gerak geriknya, aku pikir ucapanku tadi cukup keras, jadi dia seharusnya mendengar ucapanku tanpa aku harus mengulanginya lagii.

Tanpa memberiku jawaban apapun dia pergi meninggalkan aku seorang diri di ruang tamu.

Aku segera mengejarnya untuk meminta uang lagi padanya, aku pikir dia mungkin tidak mendengarnya jadi aku menyusulnya ke dapur, kulihat suamiku itu duduk di meja ruang makan kami yang terletak di samping dapur.

Aku segera mengambil piring dan menyendokan nasi di atasnya,

"Mas mau dengan lauk apa?"

Terlihat dia memandang beberapa lauk yang ada di atas meja, hari ini aku memasak ayam goreng dan sambal tomat dan capjay serta sayur sop.

"Ayam goreng sama sayur sop aja, jangan kasih sambal aku gak suka."

Aku mengangguk dan menyendokan lauk dan sayur yang di minta ke dalam piringnya. Lalu meletakkannya di depan suamiku itu.

Sepertinya aku harus menunggunya saat sudah selesai makan, aku takut kalau aku berbicara sekarang akan membuat mas Rahmad tidak selera makan karena mengganggunya makan.

Dan sesekali memandang ke arah kamar, dimana Anaya tidur, karena setelah seharian menangis Ayana tidur dan aku letakkan di kamar sambil beberes rumah.

Ooekk ooeek

Aku berlari saat mendengar Anaya anak semata wayangku itu menangis, bayi umur 7 bulan itu sudah mulai belajar merangkak, aku takut dia terjatuh dari kasur busa spring bed yang agak lumayan tinggi bagi anak seusianya.

Dulunya aku tidur di atas ranjang tapi setelah Anaya baranjak dewasa aku memutuskan untuk memindahkan kasur dari atas ranjang di lantai bawah karena takut saat aku membersihkan rumah ini tanpa sengaja Anaya bangun dan mencariku. Akan sangat berbahaya kalau Anaya jatuh dari tempat tidur setinggi itu.

Dan contohnya seperti sekarang ini, saat aku sudah sampai di kamar, anakku itu sudah berada di dekat pintu sambil menangis seperti memanggilku.

"Cup cup cup sayang, Anaya kebangun karena laper yaa, maafin mama ya sayang, mama belum beliin susu buat Anaya, habis ini kita beli yaa, kita minta ayah buat beli susu buat Anaya." Ucapku sambil mengendong anakku. Menepuk punggungnya pelan agar dia lebih tenang sedikit.

Aku mendekati suamiku untuk meminta uang karena kasihan Anaya yang terbangun karena ingin minum susu. Terpaksa aku harus menganggu makannya terlebih dahulu karena kalau menunggunya selesai kasihan Anaya, karena entah kapan akan selesai kalau dia makan sambil bermain di handphone.

"Mas, susu Anaya sudah habis, aku minta uang untuk beli susu Anaya mas. Kasihan sudah sedari tadi siang Anaya belum minum susu." Ucapku pada suamiku itu.

"Kamu gak liat aku lagi makan? Seneng banget ganggu orang lagi makan?" Ucapnya nyalang padaku, terlihat ada kekesalan di balik matanya itu.

"Maaf mas, tapi kasihan anak kita mas." Ucapku memelas, aku sungguh tidak ingin berdebat dengan suamiku sekarang, aku hanya ingin uang dan membeli susu Anaya sekarang.

"Tanyakan pada ibu, siapa tau dia membelikan susu untuk anakmu itu." Ucapnya tanpa menoleh ke arahku dan anaknya.

Aku segera berlari menuju kamar ibu yang berada di samping dapur, aku segera mengetuk pintunya.

"Buu. Ibuuu. Buka pintunya Bu" aku mengetok pintu kamar ibu mertuaku.

"Ada apa sih Alma, ibu capek mau istirahat, baru juga memejamkan mata udah kamu bangunin, ada apaa memangnya?." Cerocos mertuaku saat pintu terbuka, menampilan wajahnya yang terlihat kuyu.

"Ibu beliin susu buat Anaya gak tadi? Kasihan Anaya bu. Belum Minum susu dari tadi siang."

"Lahh, ya enggak lah mana tau ibu susu buat Anaya seperti apa, lagian kamu anak sedari tadi siang gak di kasih minum susu, mau buat anakmu mati kamu!" Marahnya padaku, aku sama sekali tidak ingin meladeni mertuaku hari ini, aku hanya butuh uang dan membeli susu untuk Anaya itu saja.

Mendengar jawaban itu aku langsung kembali ke tempat suamiku duduk kembali.

"Mas, ibu tidak membelikan susu untuk Anaya, tolong beri aku uang sekarang mas, aku akan belikan di tokonya indah sekarang juga." Ucapku menghampiri suamiku lagi.

Brakk

Sepiring nasi dan lauk yang masih utuh itu terbang dan jatuh ke lantai akibat gebrakan tangan mas Rahmad pada meja.

"Kamu gak liat aku lagi makan! Kamu itu buat aku gak berselera makan, seharusnya kamu nunggu aku selesai makan baru setelah itu minta uang padaku, aku itu capek habis kerja dan baru makan sudah kamu todong dengan masalah anakmu itu." Bentak mas Rahmad padaku.

Anaya yang kaget dengan gebrakan dan Suara lantang mas Rahmad menangis sangat kencang.

Aku hanya diam menggenggam kain batik yang aku gunakan untuk mengendong Anaya, sakit rasanya dadaku, tanganku yang lain aku gunakan untuk menepuk bokong anakku itu agar tangisnya tidak semakin kencang.

Ku lihat mas Rahmad mengambil uang dari dompetnya, mengeluarkan selembar uang berwarna merah, meletakkannya di atas meja.

"Nih, belikan anakmu itu susu agar tidak berisik, kepalaku pusing mendengar tangisannya itu." Ucapnya berlalu menuju ke kamar.

Aku mengambil uang di atas meja itu lalu segera pergi ke toko di seberang jalan dengan berjalan kaki.

Sepanjang jalan aku hanya meneteskan airmata teringat bagaimana perlakuan ibu mertua dan suamiku terhadap anak dan cucu kandungnya ini.

Toko yang cukup besar di daerahku itu berada di seberang jalan besar dekat gang msuk kedalam rumahku. Aku berjalan tanpa alas kaki kesana karena memang Anaya menangis kencang jadi aku harus bergegas pergi.

Sampai di toko

"indah, beli susu S*M nya satu yang ukuran 1 kg ya." Ucapku setengah berteriak saat sudah sampai di toko.

"Eh mbak Alma, mau beli susunya Anaya yaa? Yang besar mbak?."

Aku mengangguk mendengar pertanyaan indah,

Aku hanya menjawab dengan gerakan tubuhku saja karena nafasku yang memburu akibat aku berlari saat menuju kesini dengan membawa Anaya di gendonganku.

"Ini mbak Alma, totalnya 85 ribu, mbak Alma kenapa nafasnya begitu, tadi kesini lari mbak? Sebentar aku ambilkan minum dulu."

Setelah beberapa detik indah keluar membawa segelas air putih dan memberikannya padaku.

"Ini mbak diminum dulu, mbak Alma kenapa lari-larian kesini, sama bawa Anaya, nanti kalau jatuh bagaimana? Kenapa buru-buru sih mbak, kasihan Anaya kalau mbak sampe jatuh."

Aku meneguk habis air satu gelas air yang di berikan indah padaku.

"Kasihan Anaya belum minum susu sedari tadi siang Ndah, nunggu mas Rahmad pulang dulu karena belum ada uang." Ucapku padanya.

Sebenarnya indah usianya tidak terpaut jauh denganku, hanya dua tahun di bawahku saja. Sebenarnya dia sudah menikah tapi suaminya pergi dinas di luar kota jadi untuk membuatnya sibuk dia membuat toko kelontong agar tidak kesepian katanya.

"Ya Allah mbak, kenapa tadi gak kesini dulu, bayarnya kan bisa nanti kalau suaminya mbak Alma sudah pulang, kasihan Anaya sedari tadi belum minum susu mbak."

Aku hanya tersenyum getir dengan ucapan indah padaku.

"Gak enak Ndah, makanya aku nunggu mas Rahmad pulang dulu tadi."

"Ya Allah mbak, kaya sama siapa aja, besok-besok kalau susu Anaya habis kesini dulu gapapa mbak, kasihan kalau nunggu sampai ada uang."

"Ini uangnya Ndah." Aku memberikan selembar uang merah yang mas Rahmad tadi berikan padaku.

"Tadi aku lihat suaminya mbak Alma pulang sama mertuanya mbak Alma sambil bawa belanjaan banyak, emangnya gak di beliin susu sekalian mbak?." Tanya indah padaku.

"Lupa mungkin ndah." Ucapku.

"Ini mbak kembaliannya." Indah memberikan uang 15 ribu padaku.

"Iya Ndah terimakasih, aku pamit pulang dulu ya."

"Iya mbak hati-hati. Besok-besok kalau susu Anaya habis dsn suami mbak belum pulang kesini dulu aja mbak, nanti bayarnya nunggu suami mbak Alma pulang. Kasihan kalau Anaya harus nunggu mbak."

"Iya Ndah makasih ya, aku pulang dulu." Ucapku

Aku berjalan agak cepat dengan menenteng kresek berisi susu tadi. Jarak antara rumahku dan toko indah tidaklah terlalu jauh, hanya sekitar 300 meter, toko indah berada di jalan raya sedangkan rumahku masuk kedalam gang.

Aku memang jarang sekali berhutang, karena aku takut pada mas Rahmad kalau sampai tau aku berhutang dia akan marah besar. Jadi lebih baik aku menunggunya pulang.

Bersambung.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku