Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Minta Izin Menikah Lagi

Minta Izin Menikah Lagi

leeana

5.0
Komentar
499
Penayangan
9
Bab

Ayunda seorang dokter cantik yang harus menerima suaminya memiliki istri kedua. Dengan segala kelapangan hatinya Ayunda rela di madu. Agar rumah tangganya utuh dan putri semata wayangnya Adiba dapat hidup di keluarga yang lengkap. Ayunda tidak ingin Adiba merasakan hal yang sama dengannya, tumbuh dan besar tanpa sosok seorang Bapak. Sedangkan, Yuni adalah seorang gadis yang sering di sebut perawan tua, karena menikah diusia yang tidak muda lagi. Yuni merupakan istri kedua Ilham suami Ayunda. Hubungan Yuni dan Ilham sebelum sah menjadi suami istri diawali dengan perselingkuhan. Karma 'pun berlaku untuk Yuni. Ia diselingkuhi Ilham ketika ia sedang mengandung anak keempatnya. Tanpa meminta izin menikah lagi. Ilham didapati telah memiliki istri ketiga yang mana ini menjadi konflik besar di rumah tangganya.

Bab 1 Keluarga Cemara Hanya Harapan

BAB 1

Pagi-pagi sekali, terlihat Yuni sedang sibuk di dapur. Ia sedang mengolah berbagai macam makanan untuk sarapan orang-orang yang ada di rumah. Terlihat sekali tangan Yuni yang sangat cekatan dalam memotong dan memegang spatula.

Yuni sudah sangat biasa dalam membersihkan rumah, menjaga anak, dan memasak seorang diri. Ia memasak makanan favorit suaminya tersebut. Setelah di rasa semua makanan yang ia masak matang. Ia pun akhirnya meletakkan makanannya dengan hati-hati di piring dan mencoba dihias sebisa mungkin.

"Akhirnya, selesai juga masakkanku," ucap Yuni sambil tersenyum melihat semua masakannya. Kemudian, ia meletakkan semua masakannya di meja makan.

"Masih ada waktu, mending aku mandi dulu. Aku sedikit berkeringat." Akhirnya, Yuni melangkahkan kakinya ke kamar dan bersiap-siap untuk mandi.

Yuni, hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk mandi dan bersiap-siap. Kemudian, ia melangkahkan kakinya untuk ke meja makan.

Saat di meja makan, ia melihat Ilham, Ayunda, dan Adiba sudah duduk di meja makan. Yuni yang melihat itu terlihat sangat kesal. Pasalnya, ia pagi-pagi sudah berperang di dapur untuk memasak. Namun, Ayunda dengan enaknya duduk manis sambil menunggu waktu makan saja.

Jujur saja, Yuni sudah tidak kuat melihat kelakuan Ayunda yang terkadang seenaknya saja terhadap dirinya.

"Selamat pagi, Mas. Maaf ya baru gabung, soalnya mandi dulu." Yuni pun akhirnya duduk di samping kiri Ilham, karena di samping kanan Ilham sudah ada Ayunda dan di susul anaknya.

"Iya tidak apa-apa, Sayang. Yaudah kita makan dulu, ya!"

Ayunda tanpa aba-aba pun mengambil piring. Kemudian menyendokkan nasi dan lauk untuk diberikan kepada Ilham. Yuni terlihat sangat kesal melihat Ayunda melakukan hal itu.

"Ini, Mas! Makan dulu, ya!" Ayunda sedang mencari perhatian kepada Ilham.

"Makasih, ya!" Ilham pun memberikan senyuman kepada Ayunda.

Yuni yang mulai terlihat sangat kesal pun mengambil piringnya dan mulai menyendokkan nasi dan lauknya dengan sangat berisik. Sesekali terdengar suara sendok dan piring yang beradu menarik perhatian Ilham. Ayunda 'pun menatap Yuni.

"Kamu kenapa?" tanya Ilham yang terlihat bingung menatap Yuni. Pasalnya, tadi Yuni terlihat baik-baik saja saat datang. Namun, tiba-tiba sekarang raut wajahnya terlihat sangat berbeda.

"Aku tidak apa-apa," ujar Yuni sangat singkat, padahal hati dan otaknya sedang menyumpah serapahi Ayunda.

"Pelan-pelan, dong, ngambilnya." Ilham mencoba menasihati dan dibalas anggukan saja oleh Yuni.

Ayunda yang melihat tingkah kekanak-kanan dari Yuni hanya tersenyum kecut dan menggelengkan kepalanya saja. Ada-ada saja pikirnya.

Ayunda dengan santainya mengambil nasi dan lauk yang di masak oleh Yuni, dan melahap begitu saja tanpa dosa. Yuni lagi-lagi terlihat sangat geram dan menyendokkan makanan di piringnya dengan keras dan menyuapkan ke mulutnya.

"Makanannya enak 'kan, Mas?" tanya Yuni kepada Ilham.

"Masakan kamu tidak pernah gagal." Ilham memuji masakan Yuni. Yuni terlihat senang, namun Ayunda terlihat sangat acuh.

"Jelas masakanku enak. Tidak seperti yang satunya, tidak pernah masak dan bisanya hanya makan saja," ucap Yuni menyindir Ayunda. Ayunda paham akan sindiran Yuni tetap tidak peduli.

"Minimal kalau tidak masak, nyuci piring kali." Yuni terus menyindir Ayunda, Ayunda pun menghela napasnya dengan kesal.

"Aku hari ini mau ke RS, ya, Mas. Ada lemburan." Ayunda mengatakan itu kepada Ilham, membuat Yuni semakin kesal. Akhrinya, ia melempar sendok yang ia makan ke piring membuat suara jadi berisik.

"Sok-sokan mau bilang sibuk? Nyuci piring sesusah apa, sih? Sebelum ke Rumah Sakit juga bisa 'kan?" tanya Yuni emosi.

"Aku udah telat. Toh, aku harus kerja sekarang." Ayunda beralasan karena disuruh mencuci piring oleh Yuni.

"Ini nih, Mas. Kamu tuh terlalu memanjakan istri pertama kamu! Bayangin aja, selama ini aku yang selalu membersihkan rumah dan memasak sendiri." Yuni pun marah dan mencoba mengeluarkan unek-uneknya kepada Ilham.

"Sayang, Ayunda 'kan harus kerja. Maklumin dia, ya." Ilham mencoba membela Ayunda. Karena Ilham pikir, Ayunda pasti lelah selalu kerja dan tidak sempat melakukan pekerjaan rumah.

"Apa? Kamu bela dia, Mas? Di sini aku cape banget melakukan semuanya sendiri. Aku juga istri kamu, Mas. Kenapa kamu tidak memperlakukanku dengan Ayunda sama? Apakah karena dia seorang dokter dan aku bukan?" tanya Yuni yang sangat emosi karena Ilham selalu saja membela Ayunda.

Yuni juga sangat ingin dimengerti oleh Ilham. Yuni juga ingin dimanja seperti Ayunda. Namun, di mata Yuni, Ilham selalu saja tidak bersikap adil terhadap diirinya yang membuat ia terkadang kesal.

Semakin hari, ia juga lelah mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri.

"Nggak gitu, kamu salah paham." Ilham mencoba berpikir kembali apa yang harusnya ia katakan, agar Yuni tidak salah paham akan dirinya.

"Salah paham apa lagi? Memangnya pernah Ayunda membersihkan rumah? Enggak! Memangnya oernah Ayunda memasak? Enggak! Ayunda juga tidak pernah memgasuh anak." Yuni terdiam, lalu ia menarik napas untuk melanjutkan kembali kemarahannya..

"Ayunda, hanya punya anak satu, itu pun sudah besar, sedangkan aku? Aku punya tiga anak mas yang masih kecil. Aku sibuk mengurus anak-anakku, lantas kenapa kita tidak bisa berbagi pekerjaan rumah?" Yuni menatap Ayunda tak suka.

"Adiba, tunggu Bunda di mobil tidak usah lanjutkan makannya. Nanti kita pesan aja go food," tegur Ayunda pada putrinya untuk segera meninggalkan meja makan. Adiba menarik kursinya dengan kasar. Wajah manis putri semata wayang Ayunda itu terlihat cemberut dan menahan emosi.

"Oh jadi kamu komplain soal pekerjaan rumah. Kerjaan kamu itu cuma masak doang dan ngakang di ranjang, selebihnya menghabiskan uang. Apa itu terlalu sulit untukmu. Yang bersih-bersih ada mbak. Yang rawat anakmu susun paku itu ada baby sister. Hanya memasak sarapan pagi kamu menyindir-nyindir saya!" ujar Ayunda tidak bisa terima Yuni membuat keributan di depan putrinya.

"Mas! Kamu dengarkan mulut istri pertamamu!?"

"Setidaknya kalau jadi istri kedua tahu diri sedikit!" Potong Ayunda lagi.

Ilham melirik Ayunda, menandakan ia sedang menahan emosi. "Untuk apa kamu menikahi wanita seperti ini?! Untuk menghabiskan uang kita! Tahunya bikin anak aja setiap tahun tanpa tanggung jawab seorang Ibu!"

"Yunda," hardik Ilham.

"Apa mas?! Aku di sini! Tidak usah pakai teriak-teriak!"

"Urus dan ajari yang benar istri mudamu. Sekali lagi dia bikin keributan di depan putriku. Aku tidak akan pernah mentolerirnya lagi, Mas. Aku bisa terima setiap bulan uang bulananku dipotong untuk bayar art dan baby sister anak-anakmu. Aku tidak butuh itu aku bisa cari uang sendiri, tetapi jika semua ini berpengaruh terhadap putriku. Kamu tahu apa yang bisa aku lakukan mas!" ancam Ayunda pada Ilham dengan suara sangat tegas. Memegang bahu Ilham dan beranjak pergi.

"Liat istri kamu! Dia pergi begitu saja. Memang dasarnya kamu terlalu memanjakan dia, Mas. Dia jadi bersikap seenaknya saja." Yuni masih kesal terhadap Ayunda.

Ilham hanya menghela napasnya. Kemudian, ia mengejar Ayunda yang pergi begitu saja. Ia menarik lengan Ayunda. Ayunda pun berhenti dan menatap sang suaminya tersebut.

"Ada apa?" tanya Ayunda yang terlihat sedikit kesal.

"Jangan ngambek gitu, dong. Maksud dan tujuan Yuni baik. Dia mau kamu ikut membersihkan rumah. Kalau rumah bersih. Kamu juga jadi nyaman 'kan?" Ilham mencoba menjelaskan perlahan kepada Ayunda.

"Kamu lupa Mas. Aku telah menyewa tiga asisten rumah tangga untuk rumah ini! Dan kamu tau sendiri, Mas. Aku sibuk di Rumah Sakit, dan saat sudah sampai rumah aku lelah. Apalagi aku juga harus berangkat pagi-pagi jika mendapat panggilan dadakan." jelas Ayunda yang ingin dimengerti oleh Ilham. Pasalnya ia punya banyak kegiatan dan tubuhnya juga sudah lelah.

"Apakah worth it pernikahan ke duamu ini, Mas?! Apakah worth it aku mengizinkanmu menikah lagi?!" Ayunda melepaskan pergelangan tangannya yang dipegang Ilham.

"Yunda!"

"Beginilah kalau suami menikahi selingkuhannya. Sibuk bikin anak, sibuk diracuni istri kedua pikiranmu itu, Mas!"

"Ya sudah jangan marah. Nanti aku coba bilang baik-baik sama Yuni. Tetapi kalau kamu sedang libur. Bantu Yuni, ya. Kasian dia."

"Yuni lagi, Yuni terus."

Ayunda pun kemudian meninggalkan Ilham sendiri. Ilham 'pun menghela napasnya. Ia bingung karena kedua istrinya tidak pernah akur dan selalu berdebat.

Padahal, ia sangat berharap bahwa kedua istrinya bisa akur, tetapi ternyata ekspektasinya salah.

"Aku tunggu launching anak keempatmu, Mas!" Ayunda melambaikan tangan tanpa menoleh ke arah Ilham. Hanya terlihat punggung dan lamabian tangan di depan Ilham. Pernyataan itu seakan Ayunda telah berdamai dengan keadaan dan menerima jalan takdirnya salah memilih pendamping hidup. Hal yang paling menyakitkan Adibalah yang harus menanggung kesalahanya. Ia bisa memilih siapa suaminya, tetapi Adiba tidak bisa memilih siapa bapaknya.

"Diba!"

Adiba mebuang muka dari Ibundanya. Ia merasa sangat marah terhadap keadaan di meja makan. Ayunda membuka pintu mobilnya. Kini ia duduk di depan kemudi dan bersiap untuk berangkat mengatar Adiba pergi ke sekolah.

"Adiba, maafkan bunda ya, sayang!"

"Kenapa Bunda minta maaf?"

"Karena kamu menjadi anak Bunda. Kamu harus mengalami hal buruk seperti ini. Seharusnya pagi hari dimulai dengan hal baik, tetapi pagi kita dimulai dengan keributan." Air mata menetes begitu saja dari kedua bola mata Ayunda. Adiba langsung memeluk Ibunya. "Maafkan Bunda! Kamu harus memiliki seorang Ayah seperti itu. Ini semua kesalahan Bunda." Ayunda menangis di dalam pelukan putrinya. "Diba sayang Bunda. Bunda tidak melakukan kesalahan apapun!" Adiba mengelus-elus punggung Ibunya yang sedang menangis.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku