My Annoying Boss
Abra menggerakkan kedua
secara polos menc
i," tambah Abra
ikuti perintah Abra tanpa bertanya apa maksud bosnya. Padahal hobi Sina adala
walau bulat Sina lebih dekat. Perempuan itu malah menatapnya tanpa cang
ira-kira apa yang terjadi?" tanya Abra, menaha
sentuhan?"
bih deket
anya bergerak ke atas, kemudian
tu?" panc
da akhirnya perempuan itu memundurkan kepalanya hingga terantuk kaca
sesekali menggosoknya pelan. Abra masih sanggup menjawab ekspresi wajah
itolong, dibantu, minimal tanya apa kepala Sina bocor atau tidak, mau dibawa ke ru
ranya memperlakukan seorang perempuan. Mau jadi apa rumah tangga mereka nantinya? Baru didekati saja, belum memulai hubungan resmi, Sina sudah makan hati. Bayangkan, hidup dan tinggal bersa
au saya gegar otak, Bapak mau tanggungjawab?!"
a itu salah satu bentuk tanggungjawab? Daripada saya bikin kamu benjol
alau ngomong jangan yang ambigu. Ota
a kamu," timpal Ab
ruh energi, suasana hati berubah hanya dalam hitungan detik karena terus menerus tarik urat
ndangan ke salah satu kaca mobil. Dari lua
erseragam polisi menyapa Abra dan Sina sebel
ain kuda-kudaan di dalam mobil." Sina memelankan suara, lalu so
*
cara jelas obrolan antara Abra dan polisi tadi, sih. Abra hanya menjelaskan secara singkat kepada Sina. Dan Sina
bagaimana? Apa tidak sesak napas, ya? Sina cuma membayangkan saja tidak betah. Akan lebih baik m
k tirinya hingga kemari memakan waktu lumayan lama. Belum lagi Abra mengerjainya
ra sambil memeluk kantong bajunya. Kepalanya bergerak ke
at kamu," jawab Ab
uat saya?" sahut Si
jas abu-abu miliknya, kemudian
Sina melihat Abra duduk sendirian di sofa, kemudian melemparkan celetukan, "Kalau buat saya, seharus
lipat lebih bagus dari ini, setelah kamu terima lama
g terlalu percaya diri. Melihat bosnya sendiri memaksa ingin melamar, secara naluri, Sina bisa merasa sombong, atau Sina sebar
n, Sina bisa mendengar para perempuan membicarakan tentang Abra. Dalam hati Sina mengutuk para perempuan itu. Secara fisik, Abra b
t sendiri, ya. Sina bahkan berpikir menjadi menantu dari keluarga konglomerat tidak menjamin hidup bahagia. Bisa jadi malah t
n menikah dari keluarga biasa yang bisa menerima Sina apa adanya. Rasanya akan
Sina. perempuan itu terlalu lama banyak melamun
Abra dengan
menatap dirinya. "Pak Abra jangan bikin kaget dong! Kalau saya tiba-tiba mati, gimana? Saya belu
amu ngomong. Kamu mikiri
ah, saya malas kalau berurusan sama orang kaya kayak Bapak! Sombo
Abra memiliki tingkah percaya diri yang tinggi, berpikir akan mustahil ada perempuan yang menolak lamarannya. Haha, Abra pikir semua perempuan begitu, y
a ini atasan kamu, lho. Ngga
alu menunjuk arloji yang melingkari pergelangan tangan Abra. "Ini di luar jam kerja. Di sini, saya bukan bawahan Pak Abra. Saya bicara
itik dan koma, Sina berbicara sangat lancar, tidak gagap, bahkan Abra me
ina berbicara seperti kereta api. "Saya lebih mengutamakan kesehatan ment
mbungkam bibir Sina menggunakan tangan kanannya.
" keluh Abra. "Saya nggak tahu kamu ini makannya apa. Kayakny
mendorong tangan Abra. "Saya makannya nasi tah
udah ngomong jadi mirip reog, soalnya