My Annoying Boss
umpat Sina
asalahnya. Setelah Sina diseret ke rumah orang tua lelaki itu tanpa m
an di sekolah karena tidak tahan berhadapan dengan orang
nnya. Entah sekolah atau kuliah, Sina tidak peduli, ia terus makan
emannya dengan panggilan Om dan Tante. Baiklah. Jarak usia Abra dan Sina memang lumayan ba
ada menatap Abra, walau wajahnya tampan, dan hidungnya keterlaluan mancung, Sina lebih suka menatap dekor ke sekitar, atau sepiring steak yang ia perkiraan harganya mahal. Enak sekali... bukank
erdekatan, Abra membisikkan sesuatu ke telinga perempua
n adanya ketakutan dari gelagatnya. Bahkan ia masih memotong d
pain, nggak? Tiba-tiba aja saya dibawa ke butik, ke salon! Disuruh coba banyak baju sampai ka
Lantas, membungkam bibir perempuan itu. "Kamu bisa
tangannya sendiri. Sina melirik ke teman-teman Abra yang sibuk m
u saya suka bikin malu. Masih aja dibawa
stri, nyatanya Abra tidak menjawab saat teman-temannya mulai saling berebutan menanyak
a juga heran. Apa reuni yang terdiri dari orang-orang kaya-semembosankan ini?
cara sembari mengunyah ma
las memberi isyarat. Abra sepertinya khawatir Sina
tan itu. Namun setelah mengamati Sina dengan seksama, mereka memaklumi cara Sina memanggi
bra beberapa detik. "Pak Abra wakt
nyal agar Sina menutup mulutnya saja. Abra hanya membutuhkan Sina duduk
erempuan Abra, mengenakan gaun magenta. "Ya, dia memang terkenal ganteng, pinte
dagu. "Ah..." Sina bergumam. Lantas, ia menambahkan. "K
bilang gitu, lah. Abra dari dulu orangnya nggak neko-neko. Oh ya, kalau boleh
akan mengundang keanehan dari orang-orang? Tentu mereka semua akan sibuk bertanya kenapa seorang Abraham Prama membawa bawahannya ke sebuah acara reuni sekolah. Namu
an tahu siapa Sina." Abra dengan ten
ng lain. "Tunangan, pernikahan, ulang ta
eletuk Sina, lalu tatapan orang
mengurangi jatah beras di rumah. Sina tinggal
rempuan yang nggak punya hubungan apa-apa ke acara reuni? Kalian se
lain. Teman-teman Abra belum tahu saja siapa Sina. Kenapa ia ada
bra? Sudah Sina bilang, lebih baik ia me
mau balas dendam, kan?" celetuk teman lelaki Abra, berbadan
telinganya sengaja ia pasang lebar
unanya lagi, kan?" balas Abra, suar
ng duduk di kursi paling ujung tidak mele
Sina tidak selera menel
*
sedang menunggu Abra berbicara dengan salah satu teman sekolahnya. Ta
Pasalnya sejak awal mereka datang dan duduk sebelahan, perempuan itu tidak berusaha mengajaknya bicara seperti teman Abra yang lain. Bahkan, ket
telepon atau kapan, gitu." Sina seperti anak kecil yang mengin
al Sina ada di dalam sendirian. Mungkin, selain ingin
ajang. Kenapa Abra tidak memilih salah satu saja, ya? Apa teman-te
ng dari keluarga kaya, dan kepintarannya saja, Abra akan sangat mudah menemukan pendamp
g dibuka. Abra duduk di kursi kemudi, lalu menutupnya tan
menatap sosok di sampingnya. Wajah Abra terlihat kaku, seperti m
sengaja mengantisipasi sebelum terjadi lagi kejadian seperti kemarin. "Lagi
noleh, raut wajahnya m
ya buat pergi ke rumah orang tua Ba
lau Sina tidak tinggal di sana. Memang yang kemalingan isi rumah, atau rumahnya?
Abra. "Nggak mungkin kamu tinggal di hotel, sedangkan kamu tad
rang baik. Saya di kasih tempat tinggal, makan gratis, dimasakin pula. Oh ya, orang yang Bapak lihat
mengeluarkan bunyi decitan. Tubuh depan Sina sam
lagi nggak punya uang, saya nggak berniat mau ma
" tanya Abra, intonasi su
r Daddy, kok! Saya bukan pecinta bapak-bapak biarpun uangnya banyak!" cerocos Sina panjang lebar. "Orang baik yang namp
ilang k
tatapannya ke jendela mobil. "Pak, yang bener aja dong! Ini m
Suaranya yang berat, dan kuat, otomatis mengejutka