Sang Istri Pengganti: Menikahi CEO Miliarder
Semua orang menatap pada pria itu dengan pandangan penuh rasa takjub. Dia tampak memancarkan pesona dengan begitu mudahnya.
Mata Jeslyn berbinar. Dia menduga pria tampan itu adalah salah satu dari dua kakak laki-laki Erwin. Keluarga Lukito adalah salah satu keluarga paling berkuasa di kota. Bagaimanapun, posisi Erwin adalah anak haram -- Jeslyn merasa pria itu tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan kedua kakak laki-lakinya. Pria di hadapannya tampak menawan dan begitu elegan, jadi dia pikir pria ini pasti adalah pewaris sah keluarga itu.
Ketampanan dan pesonanya mengejutkan dan membuatnya sangat bersemangat. Dia pikir Sanji adalah pria yang tampan, tetapi jika dibandingkan dengan pria di depannya, tidak dapat disangkal bahwa Sanji tidak ada apa-apanya.
Jeslyn berjalan ke depan dan menyapa pria itu. "Apakah kamu kakaknya Erwin?" Hanya dengan menatap matanya saja sudah membuat kedua pipinya merona. "Yah, keluarga dari pihak pengantin pria belum datang. Silakan duduk dulu. Acara pernikahan ini tidak akan dimulai untuk sementara waktu."
Dia bahkan ingin meminta nomor teleponnya, tetapi karena dalam situasi seperti ini, dia tidak berani begitu lancang.
Pria itu bahkan tidak mengedipkan mata padanya. Dia mengabaikannya dan langsung berjalan ke arah Julita.
Wajah Jeslyn terbakar karena malu. Rasa malu dan senangnya hilang dalam sekejap.
Dengan marah dia kembali ke tempat duduknya. Matanya terbelalak ngeri saat melihat pria tampan itu mengambil posisi di samping Julita. Saat itulah dia baru sadar, pria tampan itu tidak lain adalah sang pengantin pria, Erwin Lukito.
Jeslyn menggelengkan kepalanya tidak percaya. 'Bagaimana bisa Erwin si anak haram itu terlihat setampan ini?'
Dia membungkuk dan berbisik di telinga Fiona, "Bu, kenapa Ibu tidak mencarikan foto Erwin untukku? Jika aku tahu seperti apa tampangnya, aku tidak akan meminta Julita untuk menikah dengannya menggantikanku."
Fiona memejamkan mata dan mengembuskan napas dengan keras, menggelengkan kepalanya tidak setuju. Kemudian, dia berbalik dan melemparkan pandangan menghina pada putrinya. "Kamu sekarang masih muda. Ketika kamu sudah tumbuh dewasa, kamu akan sadar bahwa penampilan seorang pria adalah hal yang paling tidak penting. Erwin itu adalah pecundang -- dia bahkan tidak memiliki pekerjaan yang layak. Dia adalah pria bodoh yang tidak berguna yang tidak memiliki kehidupan yang baik. Dia adalah pasangan yang sempurna untuk Julita. Kedua orang itu akan tetap menjadi golongan paling rendah dari masyarakat untuk selamanya."
Jeslyn tidak repot-repot membalas ucapan ibunya. Namun, dia tetap membenci kenyataan bahwa Julita akan menikah dengan seorang pria yang luar biasa tampan.
Erwin berjalan ke Julita dan mengamati wajahnya. "Aku datang terlambat karena aku harus berurusan dengan suatu urusan pribadi," ucapnya datar sambil menggaruk alisnya.
"Tidak masalah bagiku." Julita sama sekali tidak keberatan. Dia senang mengetahui bahwa Erwin adalah pria yang tampan. Setidaknya ada sesuatu yang baik tentang pria ini.
Saat dia berbalik, tatapannya tertuju pada jam tangan Patek Philippe di pergelangan tangannya yang berkilauan di bawah sinar matahari.
Meskipun dia bukanlah orang kaya, dia telah cukup melihat dunia untuk mengetahui harga jam tangan yang dipakai oleh pria itu. Sekilas dia mengenali bahwa arloji itu bernilai setidaknya miliaran rupiah. Alisnya terangkat karena dia merasa terkejut.
Semua orang telah memberitahunya bahwa Erwin adalah pria rendahan yang miskin. Itulah sebabnya mereka ingin Julita menikah dengannya sejak awal. Bagaimana Erwin bisa membeli jam tangan yang begitu mahal?