Sang Istri Pengganti: Menikahi CEO Miliarder
Penulis:Roana Javier
GenreRomantis
Sang Istri Pengganti: Menikahi CEO Miliarder
Melihat kerutan di wajah Julita, Erwin mengikuti arah pandangnya dan melihat ke jam tangannya. Beberapa saat kemudian, dia menyadari apa yang dia pikirkan. "Ini barang tiruan yang aku pinjam dari temanku," bisiknya di telinganya. "Aku biasanya memakainya agar terlihat keren tapi tidak menyangka kamu akan segera menyadari barang ini."
Erwin melepas jam tangan itu dan memasukkannya ke dalam sakunya.
"Itu terlihat cukup asli." Julita tersenyum dan melangkah mundur, menutupi telinganya yang memerah panas.
Erwin mencondongkan tubuh lebih dekat, dan dia bisa merasakan napas pria itu bertiup di samping telinganya saat dia berbicara.
Saat Julita memikirkannya, dia menyadari bahwa normal bagi pria seperti Erwin untuk memiliki teman jalanan yang menjual barang-barang palsu.
Dia menghela napas lega. Untuk sesaat, Julita sempat merasa ketakutan, mengira Erwin telah melakukan sesuatu yang ilegal untuk bisa menghasilkan banyak uang.
Erwin mengerutkan alisnya. Dia telah mendengar bahwa putri keluarga Lisna memiliki beberapa pacar dan selalu menghabiskan waktu dengan pria yang berbeda. Sikap malu-malu yang ditunjukkan oleh gadis itu tampaknya mengejutkannya.
"Pengantin pria sudah ada di sini. Kenapa pernikahannya masih belum dimulai?" tanya suara manis dari seorang wanita.
Jeslyn menyeringai dan berjalan ke depan, memegang lengan pacarnya. "Karena pengantin pria sudah ada di sini, izinkan aku untuk memperkenalkan pacarku kepadamu," ucapnya sambil dengan sengaja menaikkan suaranya satu desibel lebih tinggi. "Ini Sanji Karta, putra tertua dari keluarga Karta. Kita sekarang adalah keluarga. Aku dan Sanji dapat membantumu di masa depan."
Sanji menundukkan kepalanya dengan terburu-buru. Sepertinya dia terlalu malu untuk menatap mata Julita.
Ketika Julita melihat Sanji yang datang bersama Jeslyn, dia tidak merasakan apa-apa. Jadi dia berpura-pura bahwa ini adalah pertama kalinya mereka berdua bertemu dan berkomentar ringan, "Perkenalan yang bagus, Jeslyn. Tapi pacarmu saat ini berbeda dari yang sempat kulihat minggu lalu. Aku jadi ingin tahu apakah kamu akan bersamanya atau tidak minggu depan."
Senyum palsu yang ada di wajah Sanji langsung menjadi kaku.
Sambil tersenyum malu, Jeslyn kemudian menatap Julita dengan tatapan membunuh dan dengan cepat mengubah topik pembicaraan. "Omong-omong, jika kamu mau, aku bisa merujuk Erwin untuk bekerja di perusahaan keluarga Karta. Aku yakin mereka akan bersedia menerimanya bahkan jika dia tidak tahu keterampilan teknis apa pun. Mungkin dia bisa melakukan tugas-tugas ringan seperti mengepel lantai dan membersihkan toilet, hal-hal semacam itulah. Lagi pula, lebih baik memiliki pekerjaan nyata daripada berkeliaran di jalanan setelah menikah."
Julita mencuri pandang gugup pada Erwin. Tanpa diduga, pria itu sepertinya tidak keberatan dengan kata-kata menghina yang dilontarkan oleh adiknya. Dia hanya tersenyum hangat dan melambaikan tangannya dengan cuek. "Tidak, terima kasih tawarannya. Aku lebih suka berkeliaran di luar."
Tidak mendapatkan reaksi yang dia harapkan, wajah Jeslyn berubah suram dan dia kembali duduk ke kursinya dengan cemberut, menyeret Sanji bersamanya.
Segera, sang pendeta tiba dan buru-buru menyelesaikan prosesi pernikahan.
Erwin membawa Julita kembali ke sebuah rumah kecil yang terletak di pinggiran kota.
Tempat itu kecil, tua, dan kumuh, tapi setidaknya mereka berdua punya sebuah rumah untuk pulang. Rumah itu tampak kosong dan hanya ada banyak kebutuhan pokok. Dia merasa barang-barang itu adalah tambahan baru-baru ini hanya untuk pernikahan mereka berdua. Erwin adalah pria yang tinggi dan berotot, ruang sempit itu entah bagaimana terlihat lebih kecil setelah dia masuk ke dalamnya.
Tampak jelas bahwa dia kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Ini rumahku. Semoga kamu bisa menerimanya." Erwin mengangkat bahu dengan santai. Dia sama sekali tidak tampak malu walau hanya sedikit saja.
"Ya, ini adalah sebuah rumah kecil, namun terlihat rapi. Rumah ini cukup untuk menampung kita berdua."
Julita berkomentar jujur. Meski rumahnya terlihat kumuh, Erwin telah berusaha untuk merawatnya dengan baik. Halaman tampak rapi, dan rumah itu tampak bersih. Namun, itu tidak terasa seperti rumah -- terlalu kosong, mungkin karena Erwin sendiri jarang tinggal di sana.
Julita melihat sekeliling rumah. Dia melihat bahwa Erwin sudah melepas jasnya dan meletakkannya di sebuah kursi kayu. Pria itu mulai membuka kancing kemeja putihnya. Dia melayangkan pandangannya ke seluruh tubuhnya dan melihat otot-otot kencang di bawah kemejanya. Sepertinya Erwin telah berolahraga secara teratur.
Merasakan tatapannya, Erwin menoleh dan bertemu dengan mata gugup milik Julita. Dia berhenti dan berjalan ke arah Julita. "Kamu sudah sibuk seharian ini. Kamu mau mandi dulu?" tanyanya pada Julita dengan penuh perhatian.