icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 7
Sarapan Pagi
Jumlah Kata:710    |    Dirilis Pada: 13/05/2022

Sangat jarang Julita memimpikan sesuatu yang menyenangkan dalam tidurnya akhir-akhir ini. Dalam mimpi yang kali ini, Hanni berhasil ditangani tepat waktu dan bisa kembali sembuh. Mereka berdua kembali pulang bersama dan hidup mereka tampak cerah dan penuh harapan.

Namun, dering nada dari ponselnya mengganggu mimpi indahnya tersebut. Julita duduk dari tempat tidur dan melihat lingkungan yang tampak asing baginya dengan tatapan linglung.

Butuh beberapa saat baginya untuk akhirnya mengingat bahwa dia sekarang sudah menikah. Dia masih belum bisa beradaptasi dengan perubahan mendadak yang datang ke dalam kehidupannya ini.

Begitu dia membuka pintu kamar, tatapannya jatuh pada Erwin yang meringkuk di sofa, memeluk bantal. Sofa itu ukurannya terlalu kecil untuk tubuhnya yang besar. Kakinya yang panjang menjuntai, dan selimut abu-abu melilit tubuhnya. Sinar matahari memancarkan cahaya lembut pada wajahnya yang sempurna, membuatnya tampak seperti Dewa Yunani.

Julita senang mengetahui bahwa tadi malam Erwin tidak berusaha untuk menyentuhnya, jadi dia mengendurkan kewaspadaannya di sekitar pria ini.

Julita tersenyum pada dirinya sendiri dan berjalan menuju ke dapur. Ada telur, daging sapi, dan roti di lemari es. Sepertinya rempah-rempah yang ada di sana tidak pernah digunakan sebelumnya.

Julita memakai celemek dan mulai membuat sarapan.

Suara daging yang dia goreng mendesis, dan aroma mentega yang lezat tercium di udara.

Erwin terbangun dari tidurnya. Dia menggosok matanya dan menatap wanita yang kini sedang sibuk memasak di dapur.

Dia terus menatapnya dengan bingung. Adegan itu membawa kenangan masa lalu, dan rasa nostalgia yang kuat menyelimutinya.

Untuk sesaat, dia pikir itu sebuah mimpi. Ibunya selalu membuat sarapan sebelum dia bangun ketika dia masih kecil, dan seluruh rumah akan berbau mentega.

Erwin menyisir rambutnya dengan tangan. Pandangan mengantuknya menjadi jelas, dan dia menyadari itu adalah istrinya, yang baru dia nikahi kemarin.

Melihat Erwin sedang duduk di sofa dengan tatapan kosong, Julita bertanya, "Apakah kamu ingin sarapan? Roti panggangnya hampir siap. Bersihkan dirimu dulu."

Dia telah membuat sarapan sederhana untuk mereka berdua berupa sandwich dan sup dengan apa pun bahan yang mereka miliki di dalam kulkas.

Julita dikenal sebagai orang yang pandai memasak. Hanni bahkan pernah menyarankan agar dia membuka restoran kecil.

Tak lama, Erwin segera keluar dari kamar mandi, menarik sebuah kursi kayu, dan duduk di sana. Mulutnya berair ketika dia melihat sarapan mengepul di atas meja. Dia mengambil sandwich dan menggigitnya.

Hatinya tergagap saat mengingat momen di mana dia dan ibunya makan malam di meja ini bertahun-tahun yang lalu ketika dia masih kecil. Erwin sudah pernah memakan semua jenis makanan dari restoran mahal, tapi sepertinya tidak ada makanan enak yang sebanding dengan apa yang dimasak oleh ibunya. Sekarang, makanan yang dimasak oleh Julita sepertinya membawanya kembali ke masa lalu yang indah.

Wajah Erwin melunak. Dia tersenyum pada Julita, matanya berbinar karena emosi yang dia rasakan. "Sangat enak. Rasanya mirip seperti yang biasa dimasak ibuku untukku ketika aku masih kecil."

Mulut Julita terbuka. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia telah membuatkannya sarapan sederhana dengan bahan-bahan yang ada di lemari es, namun rasa terima kasih dan emosi yang ditunjukkan di wajahnya mengejutkannya. Dia melambaikan tangan dan menggelengkan kepalanya.

"Aku tersanjung. Tolong cuci piringnya setelah kamu selesai makan. Aku punya sesuatu yang mendesak untuk ditangani hari ini."

Erwin mengangguk dan memakan sarapannya, menikmati setiap gigitan.

Setelah sarapan, Julita meraih tasnya dan pergi. Dia benar-benar memiliki sesuatu yang penting untuk ditangani hari ini.

Tidak lama setelah dia pergi, ada mobil Bugatti hitam murni berhenti di luar halaman.

Seorang pria dalam setelan bergaris-garis melesat masuk ke dalam dengan sebuah tas.

Mendengar ketukan di pintu dan mengira itu Julita, Erwin membuka pintu dan bertanya, "Apakah kamu melupakan sesuatu?"

Mata Sapta Jumali melebar kaget. Nada suara Erwin terdengar sangat lembut. 'Apakah bos benar-benar senang dengan pernikahannya ini?' pikirnya.

"Kenapa kamu menganga, Sapta?" Erwin mengerutkan alisnya dan melirik ke luar sebelum memanggilnya ke dalam rumah. "Masuklah."

"Bos, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu dari sebuah restoran Michelin."

Erwin suka memilih-milih makanan. Dia hanya makan makanan dari restoran tertentu dan makanan yang disiapkan oleh juru masak tertentu. Sapta adalah asisten Erwin dan bertanggung jawab atas makanannya.

"Aku sudah selesai sarapan." Erwin mengangkat bahu cuek. "Kamu bisa memakan sarapan yang sudah kamu beli jika mau. Lalu, cuci piring di wastafel setelah kamu selesai makan."

Lagi-lagi, Sapta terkejut. Dia tidak percaya pria di hadapannya ini benar-benar bosnya. 'Bisakah sebuah pernikahan mengubah seseorang begitu cepat?' tanyanya dengan heran dalam benaknya.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Dia Hanya Seorang Pria2 Bab 2 Hari Pernikahan3 Bab 3 Jam Tangan Bernilai Miliaran4 Bab 4 Apa Kamu Mau Mandi Dulu 5 Bab 5 Kamu Bukan Jeslyn6 Bab 6 Hanya Ada Satu Tempat Tidur7 Bab 7 Sarapan Pagi8 Bab 8 Meminta Uang9 Bab 9 Penyesalan10 Bab 10 Jauh Lebih Baik11 Bab 11 Wawancara Kerja12 Bab 12 Wawancara yang Gagal13 Bab 13 Dia Tidak Terlalu Buruk14 Bab 14 Rumah15 Bab 15 Sebuah Keributan16 Bab 16 Kamu Dipecat17 Bab 17 Apakah Kamu Akan Membenciku 18 Bab 18 Kristianto Gunawan19 Bab 19 Seseorang Akan Tidak Senang20 Bab 20 Naik Bus Umum21 Bab 21 Lamborghini22 Bab 22 Mencari Rumah23 Bab 23 Apartemen Angker 24 Bab 24 Bagaimana Dia Bisa Begitu Manis 25 Bab 25 Uji Klinis26 Bab 26 Kekhawatiran yang Tak Terduga27 Bab 27 Seorang Klien yang Murah Hati28 Bab 28 Makan Besar29 Bab 29 Konflik Di Restoran Mewah30 Bab 30 Bos Restoran Ada Di Sini31 Bab 31 Ciuman Mabuk32 Bab 32 Kontrol Diri33 Bab 33 Mengambil Inisiatif Pertama34 Bab 34 Gosip35 Bab 35 Klarifikasi dari Gosip36 Bab 36 Pergi Keluar Untuk Makan Malam37 Bab 37 Bahaya38 Bab 38 Aku Adalah Suaminya39 Bab 39 Menyelinap ke Kamarnya40 Bab 40 Seharusnya Kamu Tidak Berpakaian Seperti Ini41 Bab 41 Bukti Video Kejadian42 Bab 42 Sebuah Ciuman 43 Bab 43 Terlalu Berbahaya44 Bab 44 Penolakan45 Bab 45 Penghinaan46 Bab 46 Ini Suamiku47 Bab 47 Makan Malam yang Canggung48 Bab 48 Menjarah Semua yang Ada49 Bab 49 Apa yang Sebenarnya Terjadi 50 Bab 50 Cincin Kawin51 Bab 51 Apakah Kamu Menjual Cincin yang Aku Berikan Padamu 52 Bab 52 Barang Imitasi53 Bab 53 Tidak Ada Bukti54 Bab 54 Permintaan Maaf Sepenuh Hati55 Bab 55 Bagaimana Cara Membujuknya 56 Bab 56 Dia Menolak Uangku57 Bab 57 Mengapa Kamu Adalah Orang Yang Begitu Boros 58 Bab 58 Buku Petunjuk Mengenai Cinta59 Bab 59 Mencakar Wajahnya60 Bab 60 Dicakar oleh Kucing di Rumah61 Bab 61 Permintaan Maaf62 Bab 62 Babak 62 Cincin Berlian Biru63 Bab 63 Desain yang Ditolak64 Bab 64 Kutukan65 Bab 65 Penghinaan Secara Publik66 Bab 66 Ketua Dewan Mengetahuinya67 Bab 67 Diusir68 Bab 68 Apakah Anda Naksir pada Saya 69 Bab 69 Kesalahpahaman70 Bab 70 Permintaan Dadakan Dari Bagas71 Bab 71 Memberinya Kenaikan Gaji72 Bab 72 Merasa Cemburu Pada Dirinya Sendiri73 Bab 73 Sentuh Otot Perutku74 Bab 74 Bertemu Erna Lagi75 Bab 75 Menjadi Pencuri 76 Bab 76 Panggil Polisi77 Bab 77 Untuk Membuktikan bahwa Dia Tidak Bersalah78 Bab 78 Ditangkap Polisi79 Bab 79 Acara Pesta Makan Malam80 Bab 80 Teman Kencan Pria81 Bab 81 Bertemu Jeslyn Lagi82 Bab 82 Undangan83 Bab 83 Akhirnya Masuk ke Dalam84 Bab 84 Anggur Merah85 Bab 85 Mempermalukan86 Bab 86 Gaun87 Bab 87 Wanita Tercantik yang Ada Di Pesta88 Bab 88 Mengusirnya89 Bab 89 Ambil Semuanya90 Bab 90 Apa yang Bagas Inginkan Darinya 91 Bab 91 Kekecewaan92 Bab 92 Dia Peduli Terhadapmu93 Bab 93 Sinyal Cinta94 Bab 94 Sebuah Pekerjaan Paruh Waktu95 Bab 95 Suami yang Peduli96 Bab 96 Mencari Kesalahan97 Bab 97 Juga Urusanku98 Bab 98 Rahasia yang Terungkap99 Bab 99 Bersungguh-sungguh100 Bab 100 Godaan Iblis