icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Membunuh Masa Lalu

Bab 6 Pergulatan

Jumlah Kata:1002    |    Dirilis Pada: 31/01/2022

Bajunya lusuh, badannya tidak terawat dan kurus berbal

lahan. Ini bak di film-film saja, ada orang mau bunuh diri

aku dari sorot matanya yang mengintip dari sela-sela rambutnya yang berantakan itu sepert

Tua, kenapa engkau menghalan

lu berdiri perlahan dan kini tengah mende

?" ucapnya parau, suaranya nampak begitu berat, s

sih belum paham apa ya

pa tidak, kini ia tengah menyibakkan rambutnya lebar-lebar sehingga ta

u! Aku beringsut mundur menjauhinya. Tidak bisa kusembun

wajahmu ...." Aku tidak mam

suara yang lebih berat. Rasanya ini bukan sekadar pertanyaan bagiku, tetapi ju

cut mencuri hak Tuhan-- lalu berpikir bisa mengakhiri penderitaanmu adalah puncak dari kebodohan dari segala kebod

sih me

ini siapa?" suaranya sedikit melunak, ia melanju

bergetar hebat, lalu tumbang dan bersimp

ni adalah wujud masa depanku?

ya aku dan dunia ini menjadi begitu berjarak sangat jauh. Barangkali ragaku memang masih berada disini, tegak dan berdi

iri mendekatinya, perlahan-lahan, rasa penasaranku yang semakin menjadi-jadi menuntut

pak Tua itu tiba-tiba, tetapi tidak sampai tuntas,

maksudmu kamu adalah wujud masa depanku!" Teriakku. Aku masih terus s

emah. Kini tangisnya perlahan memudar beralih masuk ke dalam tubuh

irimu siapa, jangan campuri urusanku," aku teru

Urusanmu adalah urusanku juga. Sebab karena kebodohanmu lah aku menjadi seperti

berada di atasku dan mendudukiku. Lalu tangannya yang kurus dan mengerikan itu mulai mencekik

bar-lebar!" kurasakan cengkeramannya sema

n saja, dekat sekali. Sorot matanya yang menyimpan beban begitu

hmu, Jaya!" Kini sorot matanya berubah ta

kini semakin

akan, sorot matanya juga semakin dalam menghujam

ku punya, aku memekik kecil tanp

i aku akan segera mati. Mati? Bukankah itu yang aku ma

ahai diriku yang datang dari m

leherku sedikit di kendurkan, aku

rimu, Pak Tua!" Aku berteriak lag

ut mundur lalu seperti orang yang tengah kebin

snya lemah kepadaku. Denga

oba mengatur napas yang masih terse

k menderita seperti itu. Biarkan aku, aku ...." suaraku semakin lemah, rasa ini bercampur

angan membodohiku, yang berarti memb

asuk ke dimensi masa lalu seperti yang

depanku, ia nampa

dik, tetapi seolah sudah bisa menebak jalan pikiranku. Tentu sa

arnya berjarak sangat tipis bak kulit ari. Bahkan mungkin lebih tipis dari rambut yang terbelah tujuh. Kemarin aku san

ra. Sebab dia lah sumber

.. tun

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka