Membunuh Masa Lalu
adaku semakin besar dan panas. Tidak ada cinta lagi disana,
dupku bahagia meski hanya tinggal bersama emak saja. Kerjaan yang lumayan dan teman-teman yang baik. Kehidupan berjalan normal dan wajar sebagaimana
Jiwaku terselip dalam lipatan-lipatan kegelapan hidup yang gelap sehingga tidak bisa ditemukan oleh orang lain selain diriku se
t lebih menyedihkan dibandingkan sekarang aku semakin ketakutan. Aku tidak ingin seperti itu, aku harus m
la pemberian Pak Tua, memandangnya lekat-lekat, se
sia itu sendiri. Ratapan-ratapan itu menggetarkan dinding langit dan didengar oleh semesta. Seseorang entah siapa memberiku sebuah cincin itu agar aku bisa kembali ke masa
n sedemikian mengerikan hanya sebab yang mungki
ya bisa kutangkap sebagai wujud amarah. Kilaunya menjilat-jilat p
era. Membalaskan dendamku atas segala kepedihan yang
an Darto mencarimu." Tiba-tiba aku mende
u memasukkan cincin pemberian Pak Tua itu di laci meja
dan bercanda. Tampaknya mereka asyik sekali memperbincangkan sesuatu. Sejenak aku
ra desau angin yang menghempas dedaunan hingga berguguran dan jatuh ke bumi secara ritmis dan perlahan. Tanpa aku s
ak Darto yang lucu, dan suara cempreng Iwan terdengar dengan begitu jelas dan keber
mbab, malu rasanya kalau sampai me
aku menuju kepada tempat
agak canggung, padahal aku dengan kedua temanku ini sudah begitu dekat bak saud
tara mereka, jelas membuat mer
ari ...." tukas Iwan bersemangat,
udian langsung memelukku, "Koen kemana saja, Jaya. Inyong
mbali mendengar logatnya yang
.." tukasku sembari memas
gat erat seperti baru orang yang baru bertemu saja dalam waktu yang cukup lama. Memang, Kem
atanya yang sembab, mengalir membasahi pipinya yang mulai menua. Tangisku
kangen ...." pekikku kecil sembari terus
kini semakin
ai aku pasang meski belum tegak benar. Nasehat-nasehat yang pernah mereka berikan kepadaku pun mulai bisa aku dengarkan dan lakukan, termasuk kata emak yang pernah
orang terdekat, bisa keluarga juga sahabat-sahabat kita. Seperti yang tengah aku rasakan saat ini. Semangat dari emak, Darto, Iwan,
ya, tidak bisa dipadamkan begitu saja sebelum aku bisa menuntaskan dendam ini dan membuatnya merasakan ju
an saja semuanya yang pernah menyakitimu.' ti
idak semudah itu. Aku mencoba mel
a. Bukan membuatmu lebih baik lagi. Maafkan semuanya.
um aku bisa membuat wanita itu hancur. Gigiku gemeletukan, mataku menajam, tubuhku gemetaran menahan gejolak keb
meja kamar, memandangnya perlahan dan segera aku lak
tarlah berlawanan dengan arah jarum jam. Maka, kamu akan terhisap m
at kapan aku pert
edai, aku akan
a-tiba seperti ada kekuatan secepat kilat datang menyambarku, dan kemudian menghisapku masuk ke dalam sebuah lor