Membunuh Masa Lalu
kapan yang berarti. Kopi yang kami pesan sejak tadi tak aku sentuh sedi
ta kenapa, Jay?" ucapnya kepadaku
mu minta aku kema
a, aku ini kawan karibmu sejak kecil, Jay. Janganlah sungkan," ujarnya lagi
yenangkan kalau sampai Iwan tahu bahwa aku yang biasanya sok tegar ini ternyata lemah juga oleh wa
ya saja. Kenal, pacaran, dan akhirnya sudahan juga di dunia maya. Aku sempat tertawa terbahak-bahak saat Iwan curhat kepadaku kala itu. Melihat matanya yang basah oleh air mata, me
danya waktu itu sembari
awakan Iwan yang menangis kehilangan wanita, dan kini aku sendiri pun men
erarti temanku juga. Sudah dikaruniai anak satu malah. Dan aku dulu yang menerta
, kadang pula di bawah. Semuanya serba bergantian. Kesedihan dan kebahagian
rgi, Jay. Sudah di tungguin bos, nih!" Iwan
ebentar, Wan. Baik, aku bercerit
turunkan ra
i, Kek." Iwan kembali menaruh ranselnya, da
au tertawa," tegasku sekali
sih. Apaan?" Iwa
an seorang wanita, yang pada akhirnya ia menghilang tanpa jejak.
wan menggelegar di udara, sampai-sampai sel
tahu begini mendingan tadi enggak u
*
hari saat hujan deras mengguyur bumi. Awalnya kami hanya sama-sama tengah berteduh di sebuah emperan kedai, hanya ada kami b
tentu tak lupa saling bertukar nomor telepon. Meskipun perkenalan itu hanya sekilas lalu. Namun, senyumnya yang memesona berbalut lips
t bisa mengagumi wanita cantik, tetapi aku bukanlah seorang lelak
u sepintas lalu saja, tidak ada yang spesial atau istimewa. Perasaanku juga tak seheboh ini kala bertemu pertama kali dengan dengan Sandra, mantan kekasihku du
alam otakku. Aku seperti setiap detik dirajam rindu. Aku memberanikan diri menghubungi nomernya, rasanya ta
us memulai dari mana. Ada rasa gengsi juga. Ah, persetan! Aku melawan perasaanku sendiri. Tidak
alan di kedai Coffee Star tiga hari l
a dengan perasaan yang gelis
[Eh, iya. Ingat dong, masa baru tiga hari sudah
tar lagi?] balasku tanpa babibu lagi. Rasanya aku tidak ingin lagi membuang-buang waktu denga
kesibukan, nih! Baik pukul delapan malam kita bertem
benar aku tidak salah lihat. Senyumku merekah, batinku membuncah, nampaknya gayung pun bersambut. Tak
nta, Jaya?" tanyaku bodo
yang ada di dalam dirimu, Ver, sehingga membuatku tak bisa menahan diri untu
ri. Tidak peduli lagi kalau ada orang melihat dan meng
*