Membunuh Masa Lalu
Vera dimana. Aku memacu sepeda motorku dengan semangat yang padam dan tatapan kosong tak berdaya. Jalanan kini sudah tampak begi
edai itulah kala pertama kali aku bertemu dengan Vera. Masih terekam dengan begitu jelas di otakku. Bajunya
ri pinggiran jalan. Tidak ada yang berubah, yang
kali bertemu dengannya kala itu. Hari yang sangat b
t malu-malu. Cukup lama aku mengumpulkan nyali untuk menyap
Kemudian matanya seperti acuh kembali. Mungkin takut kar
dengan aku ajak mengobrol barangkali suasana menjadi lebih hangat. Dan kelak aku menyadari bahwa itu adalah sebuah keputusan yang sangat fatal. Kehangatan yang
ri tema apa yang kiranya cocok untuk membuka sebuah obrolan
gerah apa musibah?" tanyaku
Yes! Tampaknya aku berha
?" jawabnya singkat, la
ta wanita hujan mempunyai makn
saja, mana ada hujan bisa diartikan ber
ah orang konyol tidak mempunyai hak untuk bertanya?
indahan. Tampiasannya, suaranya, hembusannya, aromanya, adalah sebuah
nalkan, aku Jaya Satria. Panggil saja Jaya,"
enerima uluran tanganku. Senyumannya
nya itu tampaknya telah membidik tepat di titik lemahku sejak awal ber
cukup lama, hujan tampaknya sengaja melambatkan dirinya agar p
s melihat senyum dan wajahnya. Berkali-kali dia menegurku kenapa aku melihatnya seperti hendak melumat dia
Tin!
dan menghempaskan anganku kembali kepada kenyata
ati, ya!" hardik seorang lelaki pengendara Jeep silver yang
membalasnya dengan hardikan seperti lelaki pada umumnya, tetapi gairahku untuk
lesaikan penderitaan ini dengan kematian? Agar segala si
sakitanku ini sudah termasuk lulus syarat untuk melakukan itu juga. Tetapi yang pasti, bisikan untuk mengakhiri sa
sedikitpun. Lebih cepat lebih baik. Aku sedang tidak ingin bertele-tele, sebab aku ju
idak jauh dari tempatku berdiri ada sebuah jembatan. Sepertinya terjun bebas ke bawah sana adalah sebuah penyelesaian. Bisikan
ar atas rasa pedih ini telah melarikan diri entah kemana. Kini, yang tersisa dari jiwa dan
uara seseorang mengejutkanku. Aku menoleh. Terlihat dimataku seora
kapan orang tua itu berada disitu? Hari masih terang dan aku belum b
bas-ngibaskan kepalanya kekanan dan kekiri, hingga tampak r
bisa menghalangiku untuk menuntaskan maksudku. Aku kembali menatap ke bawah sana. Mulai naik ke at
ya! Apa kamu tega melihatnya bersedih?" T
ak mau niatku yang sudah bulat untuk segera terjun kin
Mau tidak mau rasa penasar
*