Membunuh Masa Lalu
ak terlalu terang, juga tidak terlalu gelap, romantis. Terdengar sayup-sayup instrumen jazz kesukaanku. Rasanya alam semesta tengah mendukung hati yang tengah ba
a nyata. Penampilannya kala itu lebih indah dari apa yang kubayangkan. Aku gugup. Namun, segera aku tepiskan.
?" ujarnya setelah
k, kok ...," ja
benar, kan, Jaya kan namanya?"
sudah lupa, sih?" jawabku dengan nada sesantai mungkin
di depanku sekarang ini kok rasanya terlihat lebih ganteng daripada wak
kali tidak gatal. Andai tidak ada orang disitu aku ingin berteriak d
n apa, nih?" Aku menyodorkan menu kepadanya sem
dan manis. Kaya orang di depank
rteriak dan jingkrak-jingkrak. Peduli
ain. Malam yang penuh dengan keasyikan yang fantastis. Tanpa aku sadari, perlahan belenggu pesonanya semakin kuat menjeratku. Aku
kin wanita semenawan dan sememesona itu masih sendirian? Kalau tidak dusta apa lagi namanya? Namun, Vera berkali-kali menegaskan, meng
bagi orang yang tengah dilanda cinta, dunia serasa milik mereka berdua, yang lain ngontrak saja. Nampaknya itu benar adanya. Saat aku bersama Vera, menjalani hari-hari yang indah bersamanya, aku seperti lupa segalanya. Jarang keluar
irahasiakan, aku tak boleh menceritakan kepada siapapun, kepada teman-temanku, bahkan kepada keluargaku. Ketika kutanya mengapa, Vera
uruti apapun yang dikatakannya. Aku juga tak berani mengulik lebih dalam tentangnya ketika Vera selalu menghindar ketika kutanya rumah aslinya di mana, di mana o
angkan. Hari demi hari kami jalani penuh dengan penuh warna, suka, dan cita. Mau jalan-jalan ke mall, ke tempat wisata, ke cafe, atau keman
jalan, ya," selorohnya kala itu sembari terkekeh kecil, aku pun ikut tertawa mendengarnya. Entah, bagiku ia terlalu sempur
begitu indah, meski itu hanyalah tempat biasa. Vera seperti membawa daya kil
dan kumuh seketika menjadi terang dan harum tatkala Vera hinggap di sana. Entah dengan kata apalagi aku harus menggambarkan bagaimana keinda
hilang entah kemana. Seperti musnah ditelan bumi. Aku kelimpungan mencarinya kesana kemari hingga berhari-hari lamanya, ponse
Bandung sana. Ada urusan mendadak katanya," ujar ibu kost kala itu ketika aku b
ja aku seperti tak punya tenaga. Aku benar-benar seperti kehilangan nyawa. Mungkin ini terdengar
gah sayang-sayangnya. Di saat tengah tergila-gila dengan yang dicintainya lalu harus menerima takdir bahwa engkau akan kehilangannya.
Apa salahku padamu hingga
*