Antara Tajir dan Hafidz Qur'an
ak bisa berhent
arusnya dia kerjakan sejak tadi. Namun, sudah berjam-jam duduk tanpa satu pun kata yang
erhanaan pakaiannya, serta kalimat-kalimatnya yang berhasil menusuk Nadia seperti slide ru
kayak dia?" Nadia bergumam lagi sa
, tampak bingung melihat tingkah Nadia. "Nad, ngomong sam
nyikan kegelisahan di hatinya. "Nggak,
n itu. "Ya, keliatan aja. Lagian, dari kemarin kamu
tidak menyangka Sofi bisa menebak. "Hah
, ajak ngobrol. Kalau nggak berani, samperin aja kalau dia lagi ngisi kajia
angkal, tapi apa gunanya? Mungkin Sofi benar. Mungkin ini semua karena rasa
yang kelihatannya bahagia meski nggak punya banyak?" kata N
ran, kenapa nggak datengin dia? Setauku, dia sering ngisi kajian. Siapa tahu kam
rinya. Hal-hal berbau religius selalu dia anggap sebagai sesuatu yang asin
guat. Bagaimana jika dia pergi? Sekali saja. Mungkin set
-
us tampak tenang, hanya beberapa orang lalu lalang. Rasa gugup menyelimutinya saat melangkah m
nasaran mengal
p kata yang terucap terdengar penuh makna. Nadia berdiri di pintu, menyaksika
kita. Dia ada di sini," Akbar menunjuk dadanya sendiri,
dho pada apa yang Tuhan berikan? Baginya, hidup adalah tentang
n memberi isyarat agar dia masuk. Dengan sedikit ragu, Nadia m
n adalah saat kita tidak terikat pada hasil akhirnya. Kita tetap berusaha, na
n ada orang yang bisa hidup tanpa merasa terikat pada hasil dari usaha mere
gapa harus merasa cukup, padahal dunia ini menawarkan begitu banyak hal? Mengapa menyerahkan s
adar berbincang. Nadia tetap duduk di tempatnya, menatap Akbar dari jauh, memikirkan apakah ia haru
noleh, dan ketika mata mereka bertemu, Akbar
pertemuan kedua mereka, namun rasanya begitu intens. Ketika sampai d
aja. "Kabar baik. Aku cuma ... penasaran aj
ipis. "Oh ya? Men
ggak ngerti kenapa kamu bisa yakin begitu. Kamu bilang hidup tanpa
i, apa artinya jika semua yang kita raih tidak membawa ketenangan? Terkad
i tak bisa dijelaskan mengapa. "Jadi, mak
ada diri sendiri, apa yang benar-benar penting. Apa yang membuat kita tenang. Kalau
ngejar target, mencapai prestasi, meraih pengakuan. Namun k
ma ... aku cuma nggak ngerti kenapa kamu bisa hidup denga
ini penting. Tapi tidak ada yang lebih penting daripada kedamaian dalam diri kita. K
dirinya yang terusik, sesuatu yang ia takutkan selama ini. Seakan-akan ia baru meny
gung. "Mungkin, kamu perlu waktu untuk m
belum menemukan jawaban, tapi rasa penasaran
nya pelan sebelum berbalik
g menenangkan. Namun, kedamaian itu hanya sebentar. Dalam be
eolah-olah ada dorongan untuk mencari lebih dalam lagi. Akhirnya, Nadia tahu satu hal: ia tidak bisa berhenti d