Antara Tajir dan Hafidz Qur'an
pernah diucapkan Akbar bergema seperti suara-suara yang tak mau menghilang. Ia tahu, perubahan besar s
agi ini
yang sebenarnya tak pernah sepenuhnya pulas. Nama kantornya ter
ra rekan kerjanya terdengar
tanya Nadia, mencoba menah
da laporan keuangan yang ... yang keliru, dan
an keuangan adalah mimpi buruk bagi siapa pun di industri ini. Terl
kantor. Setiap langkahnya terasa berat, seola
gelisah, dengan ekspresi yang menunjukkan kepanikan. Di depan ruanga
ya salah satu manajer, memeca
menenangkan semua orang. "Kita akan mencari solusi secep
irinya sebagai pemimpin yang tangguh, namun kali ini berbeda. Masalah ini
uki ruangan. Nadia menatapnya terkejut. Itu adalah Akbar-konsultan bisnis yang baru saja diko
erutama Nadia. Ia tak menyangka bahwa Akba
ng. "Maaf jika saya masuk di saat genting seperti ini. Saya mendengar a
agu. "Ya, bisa dibilang beg
ta dengan lembut, "Kadang, dalam menghadapi ujian, kita hanya per
ketenangan yang terpancar dari Akbar, ketenangan y
?" tanya Nadia, suar
kannya, tapi soal bagaimana kita belajar darinya. Kadang, kita perlu berani menerima bahwa ada
alikan segala sesuatu, merancang setiap langkah dengan hati-hati. Namu
i kantor. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya ada bayangan-b
seperti mengulang sebuah mantra yang asing baginya. Di dunia yang serba materialis
ar, menampilkan
teman bicara, a
a-kata sederhana itu. Ia tak ingin terlihat lemah, namun
as, "Aku rasa, aku bu
ekat kantor Nadia. Tempatnya sepi, hanya ada beberapa
tan. "Aku ... Aku benar-benar takut, Akbar. Ini
l yang manusiawi, Nadia. Tapi jangan biarkan ketakutan mengendalikanmu. Justru d
pakah kamu pernah merasa seperti ini? Merasa be
, sama sepertimu. Tapi aku selalu percaya bahwa Tuhan
aku gagal?" suara N
a bangkit setelah jatuh, bukan seberapa sering kita jatuh." Akbar menatap Nadia dengan sorot mata penuh
merasa hanya aku yang bisa menyelamatkan diri dari masal
han selalu ada di samping kita ... Tidak harus kita selalu kuat. Kadang, kita perlu me
dirinya yang mulai luluh. Tanpa sadar, air mata mengalir dari sudut matanya.
a di hatimu keluar. Tidak ada salahnya merasa takut, merasa
ini membatasi dirinya perlahan-lahan hancur. Di hadapan Akbar, ia me
menatap Akbar dengan rasa terima kasih yang dalam. "Terima kasi
tang hal-hal yang sebenarnya sudah ada di dalam dirim
rna merah di pipinya. "Kamu selalu t
itulah peranku dalam hidupmu saat ini," jawab Akbar dengan nada ya
perasaannya, ponselnya berdering. Ia melihat n
kantor, pimpinan utama perusahaan yang selama ini tak
t gemetar, ia menjawab pa
ia, saya ingin kamu hadir di rapat darurat besok p
lebih cepat. "Baik, P
enuh kecemasan. "Akbar ... mereka menginginkan pertemuan darura
m tangannya dengan lembut. "Apa pun yang terjadi