Antara Tajir dan Hafidz Qur'an
enuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung mendapatkan jawaban memuaskan. Setiap malam, ia teringat ucapan Akbar tentang kedamaian batin, ambisi,
nggak fokus," tanya Sofi, teman baiknya, sa
nkan sendok di mangkuknya. "Aku cu
rsenyum geli. "Aneh? Janga
kan gitu maksudku. Ini tuh... tentang hal-hal yan
itu?" Sofi tersenyum lebar. "Berarti
... ucapan dia ada yang nggak masuk akal buat aku. Kayak ambisi itu nggak penting
kita dateng aja lagi ke kajiannya minggu ini.
nya untuk mendapatkan jawaban, tapi mungkin juga untuk sedikit menantangnya. Dia tak ingin mengakui rasa ketertarikannya
-
jid tempat kajian Akbar dilangsungkan, dan meski Nadia mencoba te
cuek gitu, aku tahu kamu penasaran sama
berusaha menyangkal. "Aku cuma mau ngerti kenapa
n peserta. Nadia memilih duduk di barisan belakang, mencoba menjaga jarak. Meski berusaha terli
ang membebani hati. Kalimatnya penuh makna, sederhana namun dalam. Di tengah penjelasannya, Akbar menyebutkan b
ngsung menanggapi, tapi memilih menahan diri hingga sesi tanya jawab. Sofi
sedikit canggung. Namun dal
h baya, Rahman, mengangkat tangan pertama kali. "Maaf, Akbar, saya setuju kalau kedamai
, yang saya maksud adalah rasa cukup itu sendiri harus datang dari dalam hati. Ketenang
engar ketus, ia bertanya, "Kalau kedamaian itu datang dari hati, kenapa k
berusaha. Dialog mereka terus berlanjut, dengan Nadia yang terus mencoba menggali dan menantang perspekti
rasa masih belum puas dengan jawaban-jawabannya, namun juga semakin tertarik untuk memahaminya leb
pa tahu kamu bisa lebih tenang dulu,"
ggodanya tentang Akbar, tetapi Nadia hanya tertawa kecil, setengah berusaha menyangkal.
um pernah lihat kamu kayak gitu sebelu
a hidupku, aku selalu ngejar prestasi, pencapaian, dan pengakuan. Ter
ng bisa kamu pelajari dari dia, Nad. Siapa tahu
k tahu, Sof. Tapi... aku rasa aku mau datang lagi ke kajiannya min
puas. "Akhirnya
rutinitas pekerjaannya. Namun, pikirannya terus kembali pada diskusi yang ia hadiri kemarin. Saat i
nnya. Rekan-rekannya memperhatikan perubahan dalam dirinya dan bertanya-tanya ada apa. Tapi
am benaknya. Ia mulai mempertanyakan apakah selama ini ia benar-benar mencari kedamaian atau hanya mengejar sesua
setiap dialog yang terjadi di kajian itu. Kata-kata Akbar terasa bagai
gumamnya dalam hati, sambil menarik selimut. "Aku h
, di balik ketenangan itu, ada perasaan cemas yang tak ia pahami.