Antara Tajir dan Hafidz Qur'an
wa rasa rindu sekaligus luka yang lama terkubur. Ia berdiri di balkon apartemennya, menatap kerlip lampu kota yan
h. Dalam hatinya, hanya ada satu nama yang muncul dengan jelas-Akbar.
temu besok? Ak
dan tak sampai sem
ah Magrib di
i hati Nadia. Ia menatap layar ponselnya, lalu menarik napas panjan
-
an langkah yang berat. Ia tidak langsung menuju masjid, melainkan memilih berjalan kaki d
gumamnya pada diri sendiri. "Apa
hatinya yang rapuh. Nadia berhenti sejenak di depan gerbang masjid, memandang ke arah pintu ut
bar. Ia tak perlu menunggu lama. Sosok Akbar muncul dari pintu samping, membaw
dah mau datang,"
"Apa yang membua
n arah. Semua orang di sekitarku ingin aku menjadi sesuatu yang ... aku sendiring. "Hidup memang penuh dengan pilihan, Nadia. Kadang, kita har
-
telah berhenti, menyisakan aroma tanah yang basah. Lampu-lampu taman memantulkan cahaya lembut
ang benar-benar kita cari?" tanya Na
nnya ada di hati, Nadia. Tapi hati itu hanya bisa berbicara
pi ... bagaimana kalau hati kita terjebak antara apa ya
nia untuk menemukan diri kita sendiri. Hidup ini bukan tentang apa yang kita
erdiam, matanya berkaca-kaca. "Aku merasa seperti hidupku selama ini hanya berpu
ahagiaan sejati tidak berasal dari apa yang kita genggam, Nadia. Ia berasal
-
berhembus pelan, membawa aroma dedaunan yang basah. Nadia m
nya akhirnya. "Aku takut kalau aku mengikuti
Tapi ada satu hal yang perlu kamu ingat: kebahagiaan orang lain tidak akan pernah m
mana dengan keluargaku? Mereka tidak akan pernah menerima perub
kbar. "Bukan melalui argumen atau penjelasan, tapi melalui keteladanan. Tunjukkan ba
-
sa seolah seluruh dunia sedang berdiri di atas pundaknya. Namun, di saat yang sama, k
Nadia pelan. "Aku merasa sed
sama seperti nada suaranya. "Ketenangan adalah hadiah
ut Akbar adalah jawaban atas pertanyaan yang selama ini menghantui pikirannya. Ia tahu, pe
us. "Nadia, satu hal yang perlu kamu ingat: apapun yang kamu pilih,
erat. Ia tahu, keputusan besar menantinya di d
-
bunya, dari Arya, dan dari Lita-semuanya penuh dengan pertanyaan d
u, kan? Aku tahu kamu b
tinya bergetar lagi. Di satu sisi, ia ingin langsung menghapus pesan itu. D
ksi yang ia tumpangi. Hujan kembali turun, membasahi j
imbing aku menuju jalan yang benar.
ya kembali bergetar. Ka
lanan yang lebih tenang untukmu, Nadia. P
isa ia tahan. Ia tahu, hatinya sedang diuji. Dan ia tahu, jawaba
ggantung di benaknya: apakah ia cukup ku
a lalu dan masa kini saling tarik-menarik, memaksanya untuk memilih jalan