Bertemu Kamu Saat Sudah Terikat
inya, walaupun sudah menikah, Yoga tidak membatasi aktivitasnya, ia masih diijinkan bekerja di luar rumah
cermin kamarnya ketika Yoga melewatinya den
u, berkata, "Aku duluan ya. A
is. "Iya, hati-hati di jalan," balasnya lembut, berharap s
kerjanya dan berkata singkat,
telinga Rania. Ia menarik napas panjang, menatap bayangannya di cermin,
dan menjaga jarak, seolah Rania hanyalah orang asing di rumah itu. Meskipun ia dilayani dengan baik, perhatian suaminya
yang cukup ramai, ia melihat Yoga bersama seorang wanita cantik, tampak tertawa akrab. Hatinya terasa teriris. Rania mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya rekan kerj
tika suaminya akhirnya pulang, Rania mencoba menahan tangis saat
p Rania sebentar, lalu menjawab datar, "In
baru menikah, tapi kamu bahkan tidak pernah menganggapku sebagai i
utuskan untuk mencari tahu sendiri kebenarannya. Dengan perasaan yang bercampur aduk antara marah, sedih, dan takut, ia mengikuti mobil Yoga dari kejauhan. Perj
jalan masuk ke dalam gedung. Tangannya gemetar saat menunggu di lobi, menyaksikan suaminya memasuki lift dengan t
depan sebuah pintu apartemen. Di detik itu juga, pintu terbuka dan seorang wanita cantik keluar menyambut Yoga dengan s
Rania terasa runtuh seketika. Hatinya terasa seperti ditusuk ribuan pisau, tak ada yang bisa menyiapkan dirinya untuk melihat ken
ia membalikkan badan dan berjalan pergi dengan
ahi seluruh tubuhnya, tapi ia tak peduli. Perasaannya hancur, hatinya teriris, dan pikirannya kacau. Air mata b
n kesedihannya. "Kenapa harus aku! Apa salahku!" suaranya tenggelam dalam deru angin dan hujan. Dalam keput
pengemudi saat melihat sosok Rania yang tiba-tiba muncul di depannya. Pengemudi itu menginjak
. Tubuhnya lemas dan tak berdaya, akhirnya pingsan di bawah hujan deras. Sang pengemudi dengan pan
unya dengan cemas, mengguncang lemb
sigap, pengemudi itu segera mengangkat tubuh Rania ke dalam mobilnya, berusaha m
an untuk membawa Rania ke apartemennya, karena malam semakin larut dan tidak ada tempat terdekat untuk berlindung. Di perjalanan, ia terus memperhatikan Rania, memastika
enghantam dadanya lebih keras daripada suara hujan yang memukul kaca. Ia tidak pernah membayangkan pertemuan ini terjadi dalam situasi yang
kepada Rania yang tertidur lemah. Wajahnya tampak jauh lebih pucat dari yang diingatnya. Mun
Ketika ia memutuskan untuk pergi, meninggalkan Rania tanpa penjelasan, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa itu demi kebaikan mere
nya dengan suara bergetar, mesk
juga di hatinya. Dulu, ia berjanji akan melindungi wanita ini, tapi kenyataannya malah ia yang paling sering menyakiti.
uat keputusan bodoh itu di masa lalu? Kini, kesempatan untuk memperbaiki seg