Pernikahan Sebatas Status
rang jadwal kamu tinggal di aparteme
sentak Hilda. "Siapa perempuan ini, Ga!" ser
Ganendra kembali merengkuh tubuh ramping Jingga sam
orot penuh amarah. "Jangan katakan kala
a adalah istriku yang sah. Kami menikah seca
otot tajam. "Lelu
da Jingga yang ketakutan. "Coba ambil buku nikah kita," suruh Ganendra s
Dia membuka tas dan mengeluarkan dua buah buku
sambil menyeringai puas. Dia menyodor
minya. Namun, Ganendra bergerak lebih cepat. Dia mengangka
ntik emosi. Dia memukuli dada bid
elihat hal itu. Perlahan
ingin supaya aku menuntut cerai darimu, kan?"
i tepi ranjang. Dia melipat kedua tangannya di dada sambil mengamati Jingga dengan tatapan yang sama sekali tak be
gambil gadis muraha
! Dia bukan gadis mur
yang kamu beli keperawanannya. Jangan dikira aku t
angnya kenapa?"
menuntut macam-macam padamu. Iya, kan?" tuding Hilda. "Kamu ingin membung
ikahan kita tidak terikat secara hukum. Kamu tida
embayangkan meninju rahang Ganendra, walaupun dia tahu bahwa dirinya tidak akan pernah berani
apalagi diusir. Jadi, beritahukan pada istrimu, jika mulai seka
napun, itu sama sekali bukan urusan
ni, seperti biasa." Hilda melepas heels, lalu mengempas
itu terseret turun dari ranjang. "Aku dan Jingga tidur di sini, kamu ambil tempat di s
ahan Hilda se
ra seraya menahan tawa. Baginya, suatu hiburan yang menyenangkan sa
terjeda ketika tiba-tiba terd
ra berdiri sambil memasang raut was-was. "Kamu masi
a untuk live meeting mendadak, bersama
" Ganendra memicin
Saya sudah menyambungkan panggilan live di laptop," tutur Sandra. S
ndra. Dia sempat mengangguk pada dua wanita ya
eraya tertawa pelan. Dia berjalan gagah keluar kamar, meninggalkan Hilda dan Jingga berdua. Ga
Jingga. Dia tak henti-hentinya mengamati gadis yang tampak jau
Kak," jawab Jingga
"Kenapa kamu mau jadi perusak rumah tan
Jingga. Dia mendongak dan memandang Hilda dengan mata berkaca-kaca.
ganku dengan Ganendra," timpal Hild
Jingga lirih. "Saya
kamu minta?" t
a menggeleng
lamaran Ganendra karena ua
ang baru saja dikenalnya, demi menebus utang-utang sang paman. "In
kan mata dengan sorot mata tajam tertuju pada Jingga, membuat gadis c
ar nasihat untukmu ya, Jingga. Berhentilah sebelum kamu sakit hati. Ganendra aka
saya
ya?" cecar Hilda, memotong k
inggu," jawab
dengannya. Aku sangat memahami karakter Ganendra. Sudah jelas tipe perempuan
langsung mendongak. Dia menatap
lima ratus juta, tunai!
bulat sempurna. "Lima
asalkan kamu bersedia meningg