Bos, Istri Anda Minta Cerai
Dokter mengatakan kemungkinan Aisha untuk bangun sangat kecil, sehingga Wildan menyetujui permintaan yang diajukan Sella dan menikahinya.
Akan tetapi, sejak hari mereka menikah, pria itu selalu bersikap dingin padanya.
Sella mengangkat dagunya dan menatap lurus tanpa takut ke arah Wildan. "Aku ini istrimu. Kenapa aku harus pindah ketika dia kembali?"
Wildan menatapnya dan wajahnya perlahan menjadi suram. Matanya menjadi semakin menakutkan. "Kenapa? Karena Aisha bilang kamu menabraknya dengan mobilmu enam tahun lalu!"
Sella tertegun sejenak. Kemudian, dia tersenyum pahit. "Jika aku mengatakan aku tidak menabraknya, apakah kamu percaya padaku?"
Selangkah demi selangkah, Wildan mendekatinya sampai dia terjebak di sudut. Dia berkata dengan dingin, "Kamu pikir aku akan memercayaimu?"
Dia menatapnya dengan mata suram yang sekarang dipenuhi dengan rasa jijik.
"Kamu itu wanita jahat. Apakah kamu tahu apa yang kuinginkan sekarang? Aku ingin kamu merasakan apa yang Aisha rasakan, ribuan kali lipat." Saat dia berbicara, wajahnya berubah sedingin es.
Sella dikejutkan oleh kebencian dan kekejaman yang terlihat di kedua bola mata pria itu.
Enam tahun. Itu waktu yang sangat lama. Namun, jelas hatinya masih dingin padanya.
"Aku tidak menabrak Aisha," ucap Sella tegas dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
Wildan memandangnya dengan tatapan merendahkan dan berkata dengan dingin, "Kamu adalah wanita yang cerdas. Kamu seharusnya tahu apa yang harus dilakukan."
Kemudian dia pergi, hanya menyisakan kesunyian di ruangan itu.
Sella melihat pantulan dirinya di cermin. Wajahnya pucat dan dia tampak lelah.
Apakah ini benar-benar dirinya?
Dulunya, dia adalah wanita yang sangat bangga. Namun, hubungan ini menjadikan dirinya begitu rendah diri.
Tidakkah itu sangat konyol?
Setelah beberapa saat berlalu, dia menarik napas dalam-dalam dan berbisik pada dirinya sendiri, "Sudah waktunya untuk pergi. Bebaskan dirimu sendiri, Sella."
Keesokan paginya, Wildan pergi ke rumah sakit dan menemani Aisha untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
Sebaliknya, Sella kini berdiri di depan cermin, melepas celemek yang hampir setiap hari dikenakannya hampir selama enam tahun terakhir dan menggantinya dengan gaun putih. Kemudian dia turun sambil membawa kopernya.
Ardin ada di ruang tamu. Dia duduk di sofa dengan kaki disilangkan, asyik menonton TV. Ketika dia mendongak dan melihat Sella, dia bertanya, "Hei! Kamu mau pergi ke mana?"
Akan tetapi, Sella tidak menjawab pertanyaannya. Dia hanya meliriknya dengan cuek dan berjalan menuju pintu.
Ardin memperhatikan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dia bergegas ke depan, meraih kopernya dan bertanya lagi, "Apakah kamu tuli? Apa kamu tidak mendengar aku sedang berbicara denganmu? Apakah kamu sudah membersihkan kamarku? Sudahkah kamu memasak sarapan? Kamu mau pergi ke mana pagi-pagi sekali seperti ini?"
Remaja pria berusia enam belas tahun ini tidak menunjukkan rasa hormat padanya mengingat statusnya adalah kakak iparnya. Dia bersikap begitu tidak sopan padanya.
Sella melepaskan jari-jari Ardin dari kopernya dan berkata dengan dingin, "Dasar kurang ajar! Mulai sekarang, aku tidak akan melayanimu lagi."
Dia tidak menggunakan banyak tenaga, tetapi Ardin bereaksi dengan sengaja berteriak, "Bu! Ibu, cepatlah kemari! Wanita ini menindasku."
"Ardin, kenapa kamu berteriak? Ada apa?"
Begitu Sophia turun dan melihat pemandangan tersebut, dia langsung marah. Dia meraih kemoceng dan memukul Sella menggunakan itu. "Astaga! Beraninya kamu menindas putraku! Aku akan memukulimu sampai mati!"
Sophia selalu memukuli Sella sebelumnya dan demi Wildan, Sella bersedia menanggung semuanya.
Namun, kali ini, dia tidak harus diam dan menerima diperlakukan seperti ini lagi.
Sella meraih kemoceng itu dan melemparkannya ke lantai. Lalu dia berkata dengan dingin, "Jika kamu terus memukuliku, aku akan melawan balik."
Ini membuat Sophia tertegun. Jelas, dia tidak menyangka Sella akan membantah ucapannya.
Ketika dia kembali sadar, dia berteriak, "Beraninya kamu! Aku akan memberi tahu putraku untuk menceraikanmu."
Dulu, Sella selalu menghindari konflik dengan Sophia demi Atika Bunaya, nenek Wildan. Selain itu, dia tidak ingin Wildan tidak menyukainya.
Dulu, dia takut bertengkar dengan Sophia. Akan tetapi, sekarang, dia tidak peduli lagi.
Jadi dia berkata dengan datar, "Lakukan saja sesuka hatimu."
Kemudian dia menyeret kopernya dan meninggalkan rumah Keluarga Bramantio, mengabaikan omelan Sophia di belakangnya.
Sebuah Ferrari merah diparkir di gerbang luar, menunggu Sella. Ada seorang pria tampan di dalam mobil. Dia melambai padanya dan berkata, "Sayang, masuklah ke mobil."
Sella masuk ke dalam mobil dan mereka pergi.