Bos, Istri Anda Minta Cerai
Setelah berpamitan pada Wesli dan Kenny, Sella pulang ke rumah lama ayahnya. Karena sudah lama tidak ditinggali dan dibersihkan, rumah itu tertutup oleh debu.
Sella mengenakan celemek dan mulai membersihkan rumah. Ketika membersihkan kolong sofa, dia menemukan selembar foto pernikahannya dengan Wildan. Di foto itu, dia tampak tersenyum bahagia, sedangkan Wildan, yang berdiri di sebelahnya, tampak dingin dan tidak sabar.
Di sebelah foto tersebut tertulis catatan harian yang berisi informasi tentang Wildan, dari makanan kesukaan, barang-barang yang digunakan dan hobi.
Sella mencurahkan seluruh perhatiannya pada Wildan. Dia berusaha sebaik mungkin untuk mengelola pernikahan yang dimenangkan dengan susah payah ini. Akan tetapi, semua usahanya sia-sia. Kenyataan bahwa pria itu tidak akan pernah bisa mencintainya menampar wajahnya.
Memikirkan hal ini, air mata menggenang di matanya. Sella mendongak dan berusaha menahan air mata.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Dia mengambil ponsel itu dan menemukan bahwa itu adalah pesan dari Kenny yang berbunyi, "Kak Sella, kamu membantuku enam tahun yang lalu. Ini saatnya aku melakukan hal yang sama padamu. Jangan khawatir. Lakukan saja apa yang kamu inginkan. Aku ada di sini untuk mendukungmu."
Setelah membaca pesan ini, hati Sella merasa hangat. Dia tahu bahwa Kenny benar-benar ingin membalasnya. Akan tetapi, dia tidak ingin bergantung pada siapa pun. Sejak menikah dengan Wildan, dia menahan amarahnya untuk menjadi istri yang baik. Dia hampir lupa betapa cantik dirinya di masa lalu.
Sella mencari nomor Wildan di ponselnya dan menelepon pria itu.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Wildan dengan cuek begitu mengangkat panggilan telepon.
"Besok hari Senin. Jangan lupa pergi ke pengadilan untuk mengurus perceraian."
Wildan mengerutkan kening dan berkata, "Kamu ...."
Akan tetapi, sebelum Wildan bisa menyelesaikan kalimatnya, Sella menutup panggilan telepon. Dia memegang ponselnya dengan erat dan wajahnya menjadi suram.
"Wildan, siapa itu?" tanya Aisha sambil berbaring di tempat tidur dan memandang ke arah balkon dengan bingung.
Wildan memasukkan ponselnya kembali ke saku dan berjalan menghampiri Aisha seolah tidak terjadi apa-apa, lalu menyelimuti wanita itu dan berkata, "Bukan siapa-siapa. Kamu minum obat dulu."
Melihat wajah Aisha yang masih pucat, Wildan merasa kasihan padanya.
Aisha memegang tangan Wildan dan mengeluh dengan cemberut, "Rasa jamu itu pahit sekali. Bahkan mencium baunya saja membuatku merasa mual."
Wildan mengangkat alis dan berkata, "Apa kamu ingat ketika kita masih menjadi sahabat pena? Kamu bilang kamu tidak takut minum jamu, kan? Jadilah pasien yang baik. Minum obatmu, biar cepat sembuh."
Dia hanya berbicara dengan santai tanpa menyadari ada yang tidak beres dengan Aisha.
Aisha segera mendongak dan menatap Wildan dengan mata yang jernih sambil berkata, "Oke, aku akan mendengarkanmu."
Sejak Aisha koma selama enam tahun, tubuhnya menjadi kurus, wajahnya sangat pucat, tetapi kepribadiannya masih kekanak-kanakan.
Dengan hati yang melunak, Wildan berkata, "Aku akan meminta Teguh untuk mengganti jamu menjadi pil."
Aisha tersenyum manis dan memeluk lengan Wildan dengan manja sambil berkata, "Wildan, kamu benar-benar baik padaku."
Wildan keluar dari kamar, lalu turun ke bawah dan melihat Sophia sedang menyiapkan semangkuk sup.
Sophia bertanya, "Apa kondisi Aisha sudah lebih baik?"
"Dia baru saja meminum obatnya. Dia sedang berbicara dengan orang tuanya di telepon sekarang."
Sophia tersenyum dan berkata, "Ayahnya adalah CEO Grup Maju dan dia mengizinkan kita membawa Aisha ke sini. Ini berarti dia juga menyetujui pernikahan kalian, jadi kita harus menjaganya dengan baik."
Melihat betapa perhatiannya Sophia pada Aisha, Wildan tiba-tiba teringat saat Sella masuk angin dan sakit tahun lalu. Saat itu, Sophia kehilangan kesabaran dan melemparkan barang-barang ke lantai. Kemudian, Sella yang sedang sakit harus turun ke bawah untuk memasak.
Tiba-tiba, Wildan merasakan sedikit perasaan campur aduk di hatinya, tetapi dia langsung berhenti memikirkannya.
Sella menabrak Aisha dengan mobil dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menikah dengannya. Semuanya adalah salah wanita itu sendiri.
Sophia memandang sekeliling dan tiba-tiba bertanya, "Di mana Ardin? Aku tidak melihatnya sepanjang hari."
Begitu Sophia selesai berbicara, pintu didorong terbuka dan dibanting dengan kencang. Ardin masuk ke dalam rumah dengan marah.
Sophia segera meletakkan mangkuk dan mendekatinya, lalu meraih lengannya dan bertanya dengan bingung, "Ardin, ada apa?"
Akan tetapi, Ardin menepis tangannya dan membentak, "Aku baik-baik saja!" Kemudian, dia memandang Wildan dan berkata dengan ragu, "Kak, tadi aku melihat Sella berada di bar bersama seorang model pria. Sepertinya dia sangat dekat dengan pria itu dan memiliki hubungan khusus dengannya."
Seketika, wajah Wildan menjadi suram. "Model pria? Siapa?"