Bos, Istri Anda Minta Cerai
Wesli Chandra lahir dari keluarga kaya. Dia adalah teman masa kecil Sella dan mereka berdua tumbuh besar bersama.
Saat mengemudikan mobilnya, Wesli bertanya dengan hati-hati, "Apakah kamu benar-benar sudah memutuskan?"
"Sudah. Aku tidak pernah sesadar ini sebelumnya." Setelah keluar dari rumah Keluarga Bramantio, Sella akhirnya bisa tersenyum. Itu jenis senyuman yang datang dari hati.
Sella sendiri adalah wanita yang cantik dan senyumnya menerangi seluruh wajahnya, membuatnya terlihat lebih cantik.
Wesli menghela napas. "Kupikir kamu tidak akan pernah mempertimbangkan perceraian. Selama enam tahun ini, aku selalu khawatir tentangmu. Aku benar-benar tidak tahu apa yang kamu sukai dari pria itu."
Sella mengangguk dan berkata, "Ya, aku tidak tahu bagaimana aku bisa begitu bodoh."
"Untungnya, kamu sadar sebelum terlambat. Jika kamu menyia-nyiakan enam tahun lagi bersamanya, saat kamu keluar dari tempat itu, kamu akan menjadi sangat tua." Kemudian dia bercanda, "Sebenarnya, aku juga telah memutuskan bahwa jika usiamu sudah tua ketika ditendang keluar dari Keluarga Bramantio, aku akan menikahimu dan menjadi pendampingmu, meskipun dengan berat hati. Lagi pula, kita sudah menjadi teman sejak kecil, kan?"
Sella memutar mata ke atas padanya. "Dasar bawel."
Wesli mengubah topik pembicaraan. "Omong-omong, ini adalah surat perjanjian perceraian yang kamu minta padaku untuk dipersiapkan. Lihatlah."
Sella mengambil dokumen darinya, membolak-baliknya dengan santai, lalu berkata, "Aku tidak akan mengambil apa pun dari Wildan. Di masa lalu, aku tidak berutang apa pun padanya dan aku tidak berniat berutang apa pun padanya kelak."
Kemudian tanpa ragu, dia menandatangani perjanjian perceraian tersebut.
Ketika Wesli melihatnya menandatangani dokumen itu begitu cepat, dia tidak bisa menahan tawa. "Wah, kamu sangat keren!"
Sella meletakkan pulpennya, mengangkat alisnya dan berkata, "Ayo kita pergi ke rumah sakit."
"Baiklah, nonaku," jawab Wesli bercanda.
Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ke lantai paling atas, yang khusus untuk pasien VIP.
Sella menemukan Kamar 1203, mengetuk pintu dan mendorongnya hingga terbuka.
Wanita lembut di tempat tidur tampak dibuat ketakutan oleh Sella. Dia bersembunyi di bawah selimut dengan penuh kengerian, matanya basah oleh air mata. Dia sangat takut pada Sella.
Wajah Wildan menjadi gelap saat melihat sosok Sella. Dia bertanya dengan nada dingin, "Apa yang kamu lakukan di sini?"
Alih-alih menjawab pertanyaannya, Sella perlahan mengeluarkan surat perjanjian cerai dari tasnya dan menyerahkannya padanya. "Tanda tangani ini dan aku akan segera pergi."
Wildan mengambilnya dan melihat kertas-kertas tersebut. Wajahnya bahkan lebih suram sekarang. "Kamu ingin bercerai?"
"Ya, aku ingin bercerai." Saat dia berbicara, Sella menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya, tersenyum lembut dan berkata dengan cuek, "Selama enam tahun belakangan ini benar-benar sulit bagimu. Kamu bisa sepenuhnya mengeluarkanku dari hidupmu setelah kamu menandatangani surat ini."
Alis Wildan berkerut, ekspresi di wajahnya menjadi serius. Dia tidak tahu trik apa yang dimainkan Sella.
Saat ini, Aisha memanggil dengan suara lemah dari tempat tidur, "Wildan ...."
Suara ini merupakan sebuah petunjuk.
Wildan memandangnya, menoleh ke Sella dan berkata, "Mari kita bicarakan saat aku pulang. Kamu, keluarlah dulu. Jangan sampai mengganggu Aisha."
"Aku bersungguh-sungguh. Lagi pula, kamu mau membawanya pulang, kan? Bukankah bagus jika aku pergi? Aku tahu kamu tidak ingin aku muncul di depan kalian berdua lagi."
"Sella!" Suara Wildan dingin dan dalam saat meneriakkan namanya. Seolah-olah dia telah mencapai batas akhir toleransi terhadap wanita itu.
"Nona Aisha sedang menonton dan mendengarkan percakapan kita sekarang. Apakah kamu sudah tidak lagi ingin menceraikanku lagi? Kenapa? Apa kamu sudah jatuh cinta padaku?" Setelah Sella mengatakan ini, mulutnya membentuk senyuman yang anggun dan menawan.
Aisha memandang Wildan dengan ekspresi memelas dan bertanya dengan ragu, "Wildan, ada apa?"
Sella juga menatapnya dengan dingin, menunggu keputusannya.
"Oke, aku akan menandatanganinya." Wildan mengatupkan bibirnya dan ekspresi di wajahnya sangat dingin.
Sella tersenyum puas. Setelah pria itu menandatanganinya, dia mengambil surat perjanjian perceraian dan langsung pergi tanpa ragu.
Namun, begitu dia keluar dari bangsal, air mata mengalir turun tak terkendali di wajahnya.
Delapan tahun cinta yang dia miliki untuk Wildan dan enam tahun pernikahan mereka berakhir sia-sia.
Tentu saja, merupakan hal yang wajar baginya untuk merasa sedih.
Dia merasa hatinya ditusuk oleh pisau tajam. Itu sangat menyakitkan.