Langit Jam 4 Sore
lan cantik berwarna biru langit membalut tubuh mungilnya. Sekarang sudah hari Jumat, dirinya tak sabar menu
itam miliknya dan meletakkannya di atas meja. Dia mulai membukanya, membaca halaman demi halaman. Divia m
g tiba, dia tak ingin beranjak dari kursinya. Dia hanya ingin istirahat di tempat saj
berakhir, Pak Tedy mengi
. Kalau kita makan malem dulu d
ia menghela nafas lalu mulai mengetikkan ba
un tersenyum sendiri di tempatnya saat ini. D
ng diantar Pak Tedy. Divia berjalan santai menuju pintu keluar, langkahnya terhenti sesaat untuk menyapa Jung Min yang sedang berdiri di
ya menyentuh lembut pi
Kapan maka
aunty?", tanya Divia yang kini telah berjong
gguk menjawab p
ada kesempatan lagi kita makan
! Ayo
belakang lalu bangkit dari jongkoknya saat melihat Pak Tedy terdiam beberapa
b.", batinnya. "Baru inget
iya
pamit Divia sekaligus kepada pengasuh Jung Min. Wa
sudah berjalan beriri
ni apa yang ada di hadapannya saat ini. Sudut hati kecilnya hanya merasa tak tega jika dia harus me
ate ayam
leh.", an
kan Vi?", tanya Pak Tedy setelah pandangan matanya menan
apa-apa. Hehe..", j
senang ana
Maks
amu dekat sama
cil, gimana ya.. Biasa saja sih. Selama anak
ya si bos. Sekarang ikut tinggal sama man
, anaknya? Saya pernah
n aktif. Pasti kamu suka
haha.. Y
utar balik sebentar lagi. Dan tak lama, kendaraan roda empat yang dikemudikan Pak Tedy telah berhenti di area parkir restoran
hangat oleh sapaan seoran
dimana?", tanyanya seraya berjalan m
nyahut, "Bisa
a kalau Divia pasti berpikir kalau dirinya perokok, seperti keban
is itu ramah seraya langkahnya mengarahkan kedua o
posisi duduknya yang berhadapan. Dilanjutkan dengan memesan makanan serta minumannya kepada si w
agi tambahan
ulu Mba. Makasih
a seraya mengangguk kepada kedua orang tamu di hadapann
a ngga ngerokok.", tanya Pak
Maaf ya.. Ngga apa-apa kan?", jawab Divia
ntak, "Hah? Oh.. Iya..
Vi, ngerokok?", l
pas masi
i berapa bungkus
kus masih bisa untuk dua atau tig
iya.. H
di hadapan mereka. Tak pakai pikir lama, keduanya pun mula
makanannya. Dan seperti kebiasaannya setelah makan, jika memungkinkan Divia pasti menikmati rokoknya. Salah satu tangannya
sisi taman. Pak Tedy yang telah menyelesaikan suapan terakhirnya, tak bersuara dan hanya memandangi wajah manis Divia. Lelak
yang
ayan. Dan enak bang
nya kamu ta
kinkan. Padahal dalam hatinya, "Iya
u Vi.", ucap P
rak sedikit maju agar dapat lebih jelas menangkap apa yang akan dikat
u. Tapi ngga pernah tau kapan
s sekarang m
a perasaan Saya? Kasih Saya kese
sendiri bibirnya. Menunduk dalam diamnya sekian d
lau memang kamu harus pikirkan dul
. Saya bisa j
an tunggu kapanpun
atau nanti, jawaban
n lelaki itu bersiap me
kan kerja, ngga lebih dari itu. Sekali lagi Saya m
etul ngga bisa me
k. Saya rasa apa yang Saya
ya, "Oke Vi. Kalau memang itu jawaba
suka sama Saya, udah baik banget sam
i resiko Saya untuk mendeng
ni dirasakannya seorang diri. Dan Divia, mana mungkin dia mau mene
a. Mungkin Pak Tedy berharap boneka itu dapat menjadi teman saat Divia tidur. Berharap Divia sudi memeluknya. Namun kenyataanya Divia hanya
Gema terdengar berbarengan
apa
siapa tadi?
g, "Pak Tedy. T
, ucap Gema yang hendak be
ngkah Gema dan membuat ka
? Ap
tu.. Dia su
tubuhnya duduk di ujung kasur. Ber
yang ngasih T
a yang kasih,
kemarin gue udah bilang bukan da
us Pak Tedy itu
e sih 35,
nembak y
nembaknya, pas a
lo jadian, ngga mungkin pulang-pulang le
meng
Vi. Lo berhak lagi, deng
u ya
a usah dipikirin. Mandi,
rap hubungannya nanti akan tetap baik-baik saja dengan Pak Tedy terlepas dari segala hal yang telah terjadi hari ini. Karena bagaimana pun, m