Langit Jam 4 Sore
kedai kopi Bertha. Tempat dimana mereka berkenalan untuk pertama kalinya tempo hari. Hari ini Divia berpenampilan casual. Karena sebetulnya dia merasa kurang nyaman jika berpenampilan feminim. L
rnya dari sofa, barusan dia sedang bicara di telepon
t?", jawab Divia setenga
ema bertanya kembali tanpa bang
eraya mendorong pintu pagar da
ipesannya beberapa menit lalu dan kini siap me
a Gema. Dia hanya ingin kakaknya itu fokus saja pada rencana pernikahannya yang sudah tidak lama lagi.
engar berbarengan dengan suara
atanya udah bi
udah
ja. Jawab sekena'nya.", seraya bangkit dari posisi rebahny
pa memandang kepada Gema. Kedua matanya lebi
bawa pulang saja kopi serenceng, bikin pake es deh
n bareng temen-temennya. Udah lah Gem, Ivi kan bukan adik k
udah makin dewasa sekarang. Aku s
a. Terus Ibu
minya. Setelah Bimo bertegur sapa dengan Ibu, Gema mengajaknya kembali ke teras dan berbincang-bincang disana. Sementara Ibu m
ekat dengan kaca tembus pandang yang mengarah keluar jalan raya. Beberapa menit yang lalu Arman terkesan dengan penampilan Divia hari ini. Mengingat mundur sebulan yang lalu Divia me
memang sedikit canggung karena mereka hanya ngopi berdua saja, orang-orang yang memandang kepada mereka pasti mengira kalau mereka adalah sepasang kekasih.
pernah sekalipun bertanya kenapa Arman masih belum memiliki kekasih hingga saat ini. Obrolan mereka l
geluarkan kotak rokok dan korek gas dari dalam tasnya. Hal itupun
rbarengan dengan dirinya menyalakan sebatang
kerjaan kamu di
a.. sebisa mungkin diatasi saja lah gimana caranya. Kamu sendiri, ka
alau pas kerjaan lagi ditunggu sama si b
ng-sering refreshing ya Div. Jalan-j
.", ucap Divia penuh kekaguman pada awan sore yang tampak cerah. Dia pun m
v, cera
ng suka banget sama langit saat jam empat sore gini. Lihatnya b
bisa melow juga Di
tetap manusia biasa Man,
ja Divia termangu memandang wajah Arman yang sedang menyetir. Tawa mereka mendadak berganti dengan hening. Hanya terdengar suara dari tape mobil yang sedang memutar lagu Soulmate milik Kahitna. Keheningan yang kian terasa itu membuat Arman tersad
rman ketika hendak menurunkan
ang putih itu bergerak mundur. Arman akan berputar balik di lahan kosong sebelah sana. Divia masih mengamati dari jauh, dia men
ya yang mendorong pagar,
ngop
.. Eh ada
diluar mulu.", seraya menerima ulu
kok Mas. Aku m
elihat tingkah adiknya itu. Dia sedang memendam tanya dalam
perlu begitu khawatir pada Divia dan dia juga tidak mau membuat Divia kesal karena ditanya-tanya saat dirinya bar
adalah saat di perjalanan tadi. Dimana saat itu Divia sampai termangu dibuatnya, terpana terdiam memandangnya. Ki
a-tiba saja dia terdiam dan memandang ke wajahnya. Entahlah, Arman tidak menem
*
ar ponselnya ketika Haris, sahabatnya sejak
dekat kepada Arman yang duduk sendirian di ruan
lagi chattin
", Haris menyeli
dengan lembut. Mengiringi obrolannya dengan
juga ngga
lo ngga kesini. S
kan sama-sama sibuk kerja, ja
ya sih.. B
uh gitar, dar
ong, terawat
ak mereka lulus. Hanya Haris yang hingga kini masih dekat dengan Arman. Setelah lulus, mereka memang kuliah di universitas yang sama, namun dengan fakultas yang berbeda. Arman duduk di fakultas teknik, sed